Baihaqi An nizar

Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan - UIN Walisongo Semarang

Baihaqi An Nizar

Kunjunan Crew LPM Edukasi di Kantor Jawa Pos Jawa Timur

Baihaqi An nizar

Kebersamaan Anggota HMJ PAI '2013' di Curug Sewu, Kendal, Semarang

Baihaqi An nizar

Bersama Santri Ponpes al-Ma'rufiyyah di Pulau Dewata Bali

Baihaqi An nizar

Bareng Anak MAN Purworejo di Pantai Krakal, Yoyakarta

Wednesday, January 3, 2018

Teknik Penulisan Berita


Berita menurut KBBI adalah (1) Cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yg hangat; kabar, (2) laporan, (3) pemberitahuan; pengumuman. Tidak semua berita dapat dipublikasikan atau “layak muat”. Untuk dapat dipublikasikan di media, sebuah berita haruslah memenuhi karakteristik yang dikenal dengan “nilai-nilai berita”.

Nilai Berita (Asep Syamsul M. Romli):
1.  Cepat (aktual), yaitu aktual atau ketepatan waktu. berita adalah sesuatu yang baru (new);
2.  Nyata (factual), yaitu informasi tentang sebuah fakta yang terdiri dari kejadian nyata, pendapat, dan pernyataan sumber berita;
3.  Penting, yaitu menyangkut kepentingan banyak orang;
4.  Menarik, yaitu mengundang orang untuk membaca berita yang kita tulis.

Etika Menulis Berita:
1.  Taatilah 9 kode etik jurnalisme (minimal 3 hal), meliputi: Objektifitas, Independensi, dan Keberimbangan (Cover Both Side)
2.  Ketertiban dan keteraturan mengikuti gaya menulis berita.
3.  Tepat di dalam penggunaan bahasa dan tatabahasa.
4.  Gaya penulisan harus hidup, punya makna, warna, dan imajinasi.

Cara Pengumpulan Bahan Berita:
Ada tiga cara yang dapat dilakukan wartawan dalam mengumpulkan bahan berita (data jurnalistik):
1.  Observasi:
Teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung oleh wartawan terhadap objek berita atau peristiwa/
fakta yang sedang terjadi. Melalui panca inderanya, wartawan harus mampu menangkap fakta objektif dari sebuah peristiwa.
2.  Wawancara:
Wartawan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada nara sumber untuk menggali informasi yang dibutuhkan untuk penulisan berita. Nara sumber merupakan pihak yang berhubungan langsung dengan fakta, atau pihak independen yang berkompeten mengomentari sebuah fakta.
3.  Riset data:
Wartawan menelusuri atau mengumpulkan data non verbal seperti arsip, buku, hasil penelitian, dan referensi lain terkait dengan berita yang akan ditulis. Data tertulis dapat mendukung gagasan berita sehingga memperkuat bobot laporan.

Unsur-Unsur Berita, 5W + 1H:
1.      What         : Apa yang terjadi
2.      Where       : Di mana hal itu terjadi
3.      When         : Kapan peristiwa itu terjadi
4.      Who          : Siapa yang terlibat dalam kejadian itu
5.      Why          : Kenapa hal itu terjadi
6.      How          : Bagaimana peristiwa itu terjadi

Untuk Istilah Indonesia: 3A – 3M
1.      3A             : Apa; si-Apa; meng-Apa;
2.      3M             : bila-Mana; di-Mana; dan bagai-Mana.
  
Macam-macam Berita
1.  Straigt News / Hard News:
Berita yang Lugas, singkat langsung ke pokok persoalan dan fakta-faktanya biasanya harus memenuhi unsur 5 W dan 1 H.
2.  Indepth News
Berita mendalam yang perlu kajian lebih dari sekadar reportase dan wawancara. Perlu adanya analisis data atau penggalian dokumen. Berita jenis ini meliputi banyak hal, ada Jurnalisme Investigative, Jusnalisme Interpretative, juga Jurnalisme Presisi.
3.  Feature / Soft News:
Berita yang dari struktur penulisanya relatif lebih luwes dan tidak terlalu ketat dalam soal waktunya. Untuk jenis feature ini, macam-macamnya meliputi; Feature Biografi, Profil, Perjalanan, dan Feature Tips.

Struktur Naskah Berita:
1.  Judul berita
Judul dalam berita harus jelas, tidak membuat orang yang membaca. Jadi usahakan, ketika orang membaca judul beritamu, sudah tahu apa yang dimaksud. Idealnya—meskipun tidak ada aturan bakunya—judul dibuat antara 3-7 kata.
2.  Teras berita (Lead)
Yang dimaksud dengan teras berita adalah kalimat pembuka dalam suatu berita. Idealnya, lead dalam berita (utamanya berita jenis Straight News) memuat 5W+1H. Minimal untuk  menjawab “Siapa, Apa, Kapan, dan Di mana”, sedang untuk “Mengapa dan Bagaimana” bisa dipaparkan di paragraf selanjutnya.
3.  Isi berita (Body)
Adapun isi berita merupakan bagian yang menjadi penjabaran dari teras berita. Untuk gaya penulisan populer, yakni gaya piramida terbalik, menghendaki hal-hal penting untuk ditaruh dalam teras berita. Sedangkan isinya hanya berupa tambahan informasi (biasanya berisi ulasan yang berupa hasil wawancara dengan narasumber).

Tahapan Menulis Berita:
1.      Menentukan tema
2.      Membuat kerangka tulisan (outline)
3.      Menentukan narasumber (primer dan skuneder)
4.      Reportase lapangan (liputan)
5.      Mulailah menulis
6.      Check and Richeck (sumber data dan diksi)
7.      Publikasikan


Selamat mencoba...

Wednesday, November 22, 2017

Teknik Penulisan Opini


Pada materi sebelumnya (baca: di sini) telah dipaparkan mengenai jenis tulisan berupa artikel. Dalam pembahasan tersebut juga sudah sedikit disinggung terkait apa itu opini. Dalam beberapa diskusi jusnalistik, kedua jenis tulisan ini—artikel dan opini—kerap dipertanyakan, tak jarang pula diperdebatkan. Hal ini disebabkan tidak adanya acuan yang jelas mengenai perbedaan masing-masing istilah tersebut. Bahkan boleh jadi pengertiannya memang tak jauh berbeda.

Tetapi jika mau jeli, semua jenis tulisan mempunyai ciri khas atau karakternya masing-masing, sehingga bisa disebut apakah tulisan itu merupakan artikel atau opini. Meskipun bisa jadi, antara pembaca satu dengan pembaca lainnya menamainya secara berbeda.

Pertama, penting untuk diketahui bahwa opini maupun artikel sama-sama pendapat atau anggapan seorang penulis terhadap suatu persoalan. Keduanya merupakan jenis tulisan nonfiksi yang didasarkan pada data dan fakta. Bukan karangan atau khayalan. Menitikberatkan pada kekuatan interpretasi bukan imajinasi.

Dalam penulisan opini, selain harus meyertakan data yang faktual (sesuai kenyataan), tetapi pendapat pribadi lebih diutamakan. Maka biasanya, diperlukan keahlian dalam berkomentar serta ketajaman dalam menganalisis suatu persoalan. Keahlian Ini tidak terlalu "diperlukan" bagi penulis artikel. Sebab, dalam artikel, pendapat si penulis diungkapkan dengan cara merujuk pada suatu teori atau pendapat yang telah diungkapkan oleh orang lain. Dalam hal penulisan artikel, dibutuhkan lebih banyak referensi.

Pada umumnya, karakter tulisan opini itu lugas (tidak berbelit-belit). Hal yang diangkat merupakan masalah aktual, yang sedang hangat dibicarakan, baik lingkupnya lokal, regional, nasional, maupun internasional. Tulisan opini lebih rentan perdebatan, karena analisisnya kadang belum teruji. Ini berbeda dengan artikel yang dalam penulisannya dituntut lebih sistematis, empiris, serta jelas rujukannya. Maka tak heran jika karya ilmiah sering disebut sebagai artikel, sedang opini identiknya dengan tulisan-tulisan di surat kabar.

Jenis penulisan opini biasanya bersifat persuasif. Artinya, arah tulisannya lebih berisi ajakan agar pembaca dapat mengikuti apa yang dikemukakan dalam gagasannya. Meskipun ajakannya tersirat, tetapi mencolok. Ini pula yang membedakannya dengan artikel. Jenis artikel lebih mengajak pembaca untuk memahami tentang apa yang ditemukan dan tidak memiliki kalimat persuasif sebagaimana opini.

Itulah sekelumit penjelasan mengenai jenis tulisan opini ditinjau dari perbedaannya dengan artikel. Jika masih belum paham, besok kita diskusikan. Pesan saya, jangan sampai lantaran kesulitan membedakannya, justru membuat enggan untuk belajar menulis.

Baihaqi Annizar

Wednesday, November 15, 2017

Teknik Penulisan Artikel


Secara umum, tulisan cukup dikategorisasikan ke dalam dua macam. Pertama berita, kedua wacana. Dalam berita ada banyak ragamnya, begitu pula dengan wacana, meliputi: artikel, opini, kolom, esai, dan masih banyak penyebutan lainnya. Dalam pengertian sehari-hari, artikel, opini, kolom, bahkan juga esai kerap dianggap sama dan bisa saling dipertukarkan tempatnya. Ada pula yang mengangap semua tulisan di media cetak (koran, majalah, tabloid, buletin, jurnal, dan news letter) sebagai artikel. Hal ini mungkin merujuk pada KBBI yang mengartikan artikel sebagai: karya tulis lengkap, misalnya laporan berita atau esai di majalah, surat kabar, dsb.

Dalam dunia jurnalistik, kategorisasi tersebut lebih diperjelas. Artinya, pembedaan jenis tulisan akan lebih kentara. Adapun untuk jenis tulisan artikel biasanya diartikan sebagai salah satu bentuk tulisan nonfiksi (berdasarkan data dan fakta) dan diberi sedikit analisis serta pendapat oleh penulisnya. Biasanya, artikel hanya menyangkut satu pokok permasalahan, dengan sudut pandang hanya dari satu disiplin ilmu.

Perbedaan artikel dengan opini

Opini dibedakan dengan artikel karena dalam opini, pendapat pribadi (buah pikiran) si penulis lebih diutamakan (baca: Teknik Penulisan Opini). Sementara dalam artikel, pendapat pribadi si penulis biasanya dikemukakan dalam bentuk analisis atau data dan fakta tandingan--yang berbeda dengan data dan fakta yang dijadikan bahan tulisan. Dengan adanya analisis serta data dan fakta tandingan itu, pembaca artikel diharapkan bisa mengambil kesimpulan sendiri.

Struktur dan komponen artikel

Artikel tidak berbentuk "piramida terbalik" sebagaimana struktur dalam berita, melainkan berbentuk "balok"; sama besar yang memanjang dari atas ke bawah. Bentuk demikian dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa dalam artikel, bagian yang paling atas, sama pentingnya dengan yang di tengah maupun yang di bawah. Adapun komponen dalam sebuah tulisan—termasuk artikel—selalu terdiri dari judul (bisa dengan atau tanpa anak judul), nama penulis (bisa di atas bisa di bawah, bisa tidak ada), lead (kepala tulisan), body (tubuh/inti tulisan), dan ending.

Metode penulisan artikel

Artikel paling mudah ditulis dengan metode induksi atau deduksi. Dalam metode induksi, penulis berangkat dari sebuah contoh khusus, misalnya kasus korupsi untuk membuat kesimpulan yang bersifat umum tentang gejala korupsi. Dalam metode deduksi, penulis menggunakan cara kebalikan dari induksi, yakni menggunakan sebuah gejala umum untuk membuat kesimpulan terhadap contoh khusus. Misalnya, penulis menunjukkan bagaimana amburadulnya pengaturan lalu lintas di suatu tempat, lalu gejala umum itu digunakan untuk menyimpulkan bahwa sebuah contoh kecelakaan lalu lintas merupakan akibat dari gejala umum tersebut.

Apakah dalam penulisan artikel harus menggunakan metode induksi atau deduksi? Tidak harus! Bahkan sebenarnya tidak pernah ada pedoman baku bagaimana seharusnya sebuah artikel ditulis. Selain metode induktif--deduktif, bisa pula digunakan metode tesis, antitesis, dan sintesis. Bisa pula dengan metode pengajuan pertanyaan 5W + 1H yang tentunya diulas berbada dengan gaya penulisan berita.

Pentingnya data dan fakta

Data dan fakta merupakan materi yang paling penting dalam sebuah artikel. Sebab tanpa data dan fakta yang kuat, maka artikel akan berubah menjadi opini. Misalnya, ketika terjadi sebuah kasus pelacuran mahasiswa (ayam kampus) di UIN Walisongo, maka seorang penulis artikel yang baik akan segera membuka file tantang fenomena pelacuran yang melibatkan kalangan mahasiswa; sudah terjadi di mana saja, pelakunya dan korbannya mayoritas berlatar belakang seperti apa, penanganan pihak kampus ataupun negara setelah ketahuan bagaimana, dll.

Dengan data-data tersebut, si penulis artikel bisa membuat analisis sederhana dan menyimpulkan, apakah kasus pelacuran mahasiswa yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir ini meningkat atau menurun? Kalau meningkat mengapa? Kalau menurun mengapa? Sebab tekanan utama pada penulisan artikel adalah pada pertanyaan "mengapa" dan "bagaimana".

Bagaimana jika hanya menggunakan pernyataan umum?

Tidak boleh! Sebab artikel demikian akan mengaburkan data yang seharusnya ada dalam tulisan tersebut. Misalnya kita menyebut bahwa: “Akhir-akhir ini telah terjadi penggundulan hutan dan perusakan alam secara membabibuta oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dst.” Pernyataan tersebut sangat umum dan dangkal karena tidak disertai dengan fakta dan data. Beda kalau misalnya kita sebutkan bahwa: “Tahun ini sekian juta hektar hutan primer telah ditebang habis oleh pengusaha HPH di Provinsi A, B, C, dan D. Dibanding dengan tahun lalu, angka penebangan ini telah naik empat kali lipat dst.

Tetapi yang terpenting dari sekadar mengetahui semua jenis tulisan beserta teknik-tekniknya, adalah mau memulai untuk belajar. Karena sejatinya, belajar menulis adalah menulis itu sendiri.

Baihaqi Annizar

Saturday, November 11, 2017

Gerakan Mahasiswa, Dulu dan Sekarang


Oleh: Baihaqi Annizar

Lain dulu lain sekarang. Ditilik dari sejarahnya, gerakan mahasiswa dari masa ke masa penuh dengan dinamika dan fluktuasi. Bahkan sekarang, degradasi gerakan mahasiswa kian menukik disegala lini. Organisasi-organisasi kemahasiswaan yang aktif mengawal isu-isu kemanusiaan, sudah tidak lagi diminati. Orator-orator muda yang garang melantangkan suara rakyat, kini sudah jarang ditemui. Ribuan mahasiswa yang turun ke jalan menyuarakan aspirasi masyarakat, kini bisa dihitung jari. Apakah ini yang disebut dengan dampak negatif arus globalisasi. Atau justru ini merupakan gaya pemuda masa kini yang miskin hati nurani.

Pertanyaanya sekarang, dimanakah budaya intelektual para pemuda yang berhasil menggagas kebangkitan nasional (1908)? Dimana semangat juang kaum muda yang pernah berhasil merebut kemerdekaan (1945)? Mana kegarangan teriakan mahasiswa yang telah meruntuhkan Kerajaan 32 tahun Soeharto (1998)? Kemanakah para penerus cita-cita bangsa di zaman ini? Jawabannya mungkin bisa kita lihat di mall-mall yang dipenuhi kaum muda. Di pinggiran jalan dengan sekumpulan klub motornya, di kafe dengan budaya bebasnya, atau di konser musik yang berdesak-desakan. Mungkin tidak semua, namun itulah kenyatannya.

Tantangan

Dampak negatif globalisasi munghujam deras dalam alur pikiran pemuda masa kini. Arus modernisasi, terlebih budaya westernisasi kian sulit diantisipasi. Gaung hedonisme sudah tidak bisa dibendung lagi. Antibodi idealitas dan semangat antikemapanan dianggap tidak relevan lagi. Mayoritas generasi muda lebih senang berhura-hura, dengan mengerdilkan intelektualnya. Keseharian mereka hanya diisi dengan budaya non akademis, tidak mau belajar, malas bergelut dengan dunia diskusi apalagi turun aksi berdemonstrasi. Akibatnya, terjerumus dalam manuver modernisasi yang membuatnya menjadi kaum pragmatis.

Belum lagi masalah yang berkaitan dengan sistem birokrasi kampus. Banyak kebijakan yang secara terstuktur dan masif mengekang kebebasan mahasiswa. Ketentuan maksimal lima tahun masa studi disinyalir membatasi ruang gerak berorganisasi. Apalagi dengan adanya sistem administrasi Uang Kuliah Tunggal (UKT)disebagian perguruan tinggiyang mengharuskan empat tahun lulus. Ketidakmampuan perguruan tinggi membangun kapasitas keilmuan yang secara kritis mampu memberikan banyak perspektif epistemis, berpengaruh pada kualitas mahasiswa yang dihasilkannya.

Perguruan tinggi hanya sekadar menjadi mesin pabrik yang melahirkan produk massal bernama sarjana, yang bahan mentahnya adalah mahasiswa. Perguruan tinggi juga hanya menjadi konsumen yang mengikuti selera pasar dalam menciptakan produk-produknya. Dalam konteks lain, perguruan tinggi kemudian menjadi kelompok oportunis yang dibungkus oleh legitimasi ilmiah yang demikian canggih. Sistem ini membuat kaum cendikiawan yang sejatinya memiliki nalar kritis kini seakan dibungkam. Akibatnya mahasiswa hanya dituntut lulus cepat tanpa diimbangi dengan modal intelektual yang memadai.

Hal diatas dampaknya bisa kita lihat faktanya secara langsung. Banyak mahasiswa yang setelah lulus kembali ke kampung halamannya tetapi tidak memiliki ruang aktualisasi dikarenakan miskin pengalaman. Para sarjana muda yang gugup bermasyarakat, bagaimana mau turut andil dalam memajukan bangsa. Para sarjana tidak punya kreatifitas sehingga menciptakan atau bahkan sekadar mencari pekerjaan (pengangguran). Para sarjana yang  hanya menjadi buruh-buruh yang tidak punya kuasa apa-apa setelah mereka terjun ke dunia kerja.

Transformasi Paradigma                  
                                                                
Jika hal ini terus membudaya, mahasiswa ataupun para sarjana justru turut andil memperburuk keadaan bangsa Indonesia. Bukannya menyelesaikan masalah, mereka justru bagian dari masalah. Hal ini harus segera diantisipasi dengan bertransformasi pola pikir atau paradigma. Arti transformasi disini bukan berarti mereduksi semua metode gerakan kemahasiswaan yang dulu sudah berkembang, akan tetapi lebih ditekankan pada persoalan bagaimana mengemas gerakan mahasiswa yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Setiap masa memiliki zamannya masing-masing, memiliki sarana pembelajaran dan aktualisasi masing-masing, tentunya juga memiliki cara menjawab tantangan zaman dan masa depan tersendiri. Jika dahulu musuhnya kolonialisasi, sekarang adalah globalisasi. Dalam perspektif idealis, mahasiswa merupakan aset masa depan bangsa, karena mereka adalah kelompok minoritas dari masyarakatnya yang terpelajar. Mereka adalah manusia yang dididik agar menjadi intelektual yang kontributif, mampu memahami permasalahan di sekitarnya, kemudian menganalisis serta memformulasikan solusi masalah tersebut dalam bentuk nyata.

Bentuk nyata dari perjuangan melawan tirani sangatlah beragam. Salah satunya dengan turun aksi ke jalanan melakukan demonstrasi. Selagi negara ini masih menggunakan sistem demokrasi, maka demonstrasi (menyampaikan pendapat dimuka umum) hukumnya legal dan dilindungi Undang-Undang Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Duham). Untuk menjawab kebutuhan zaman, tentunya cara konvensional (demonstrasi) ini harus diimbangi dengan hal lain yang tidak kalah pentingnya. Salah satunya yakni mengkritisi lewat budaya literasi (tulisan), di publis sehingga bisa dibaca oleh masyarakat seantero dunia.

Dalam perspektif lain, mahasiswa selain mempunyai tanggung jawab sosial (agent of social control), juga memiliki tanggung jawab personal (iron stock) yaitu orang yang digadang-gadang menjadi pemimpin negeri ini. Keduanya hasus balance, berjalan seimbang. Selain mengadvokasi kaum marginal, mahasiswa juga mempunyai tanggung jawab menyelesaikan tugas kuliah. Lebih dari itu, mahasiswa idealnya harus memiliki prestasi unggul, seperti melakukan penelitian, mampu menelurkan karya-karya menawan, bisa menghadirkan gagasan-gagasan cemerlang untuk kemanusian dan peradaban Indonesia yang lebih maju.


Pernah dipublikasikan di Buletin Kosmopolit, media milik Lembaga Kajian dan Penerbitan (LKaP) PMII Rayon Abdurrahman Wahid.

Tuesday, October 31, 2017

Teknik Lobi dan Reportase


Tidak setiap kejadian bisa dijadikan berita jurnalistik. Ada ukuran-ukuran tertentu yang harus dipenuhi agar suatu peristiwa dalam masyarakat dapat dimuat menjadi berita. Tidak ada gunanya membuat berita kalau tidak bernilai dan mengundang ketertarikan bagi pembaca.
Secara umum, suatu peristiwa disebut layak atau bernilai berita jika memenuhi satu atau beberapa unsur di bawah ini,
-     Penting; mempengaruhi kehidupan orang banyak atau berdampak pada kehidupan pembaca
-     Aktual; kejadian menyangkut hal yang baru terjadi
-     Dekat; kejadian dekat dengan pembaca,kedekatan bisa bersifat geografis, kultural, atau emosional.
-     Ketenaran; menyangkut hal-hal yang terkenal atau dikenal pembaca
-     Manusiawi (human interest); kejadian yang memberi sentuhan emosional bagi pembaca

Teknik Lobi
-     Secara umum, lobi merupakan kegiatan tahap awal yang dilakukan sebelum melakukan wawancara. Adapun wawancara adalah salah satu cara untuk memperoleh data jurnalistik.
-     Menurut KBBI, lobi adalah kegiatan yg dilakukan seseorang untuk mempengaruhi orang lain. 

-     Melobi berarti melakukan pendekatan secara resmi. Sedangkan pelobian merupakan proses, cara, perbuatan menghubungi atau melakukan pendekatan untuk mempengaruhi keputusan sejumlah orang; usaha untuk mempengaruhi pihak lain dalam memutuskan suatu perkara, biasanya dengan berunding.

Ada beberapa elemen yang sudah memang sering terlihat dan lihai melakukan teknik lobi.
-     Golongan masyarakat yang memiliki wawasan dan pengetahuan cukup luas dengan reputasi baik pada kecakapannya di bidang tersebut.
-     Anggota organisasi yang memiliki kontak yang paling penting dengan pihak-pihak legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.
-     Tokoh masyarakat/ LSM yang sudah dikenal.
-     Pembuat undang-undang, pejabat pemerintahan, pimpinan partai politik, dan lain sebagainya.
-     Kalangan jurnalis (wartawan, reporter, redaktur) yang berpengaruh dan memiliki kekuatan untuk membentuk opini

Strategi melakukan lobi dan teknik melobi
Perlunya langkah cerdas dan penuh pertimbangan menjadi landasan utama melakukan lobi, sehingga rencana lobi bisa berjalan dengan baik. Diantara strategi lobi ialah;
-     Kenali objek yang dituju, sehingga mengetahui seluk-beluk objek yang akan dituju. Hal ini sangat perlu karena teknik yang akan dipergunakan tergantung dari siapa yang akan dilobi. Untuk mencapai keberhasilan yang optimal, maka pelobi harus memahami atau mengenal dengan baik sifat, sikap dan pandangan bahkan mungkin perilaku orang yang akan dilobi.
-     Persiapan diri, segala sesuatu harus dipersiapkan baik mental dan kepercayaan diri agar tidak gugup ketika melakukan lobi. Kesan pertama memiliki dampak yang signifikan ke depannya, maksudnya ialah bahwa kesan pertama harus mempunyai pesan yang baik antara dua belah pihak yang sedang melakukan lobi.
-     Memperhatikan situasi dan kondisi. Situasi dan kondisi yang ada atau melingkupi suasana lobbying harus diperhatikan oleh pelobi, demikian pula perubahan-perubahan yang terjadi.  Hal ini terutama sangat penting dalam penggunaan cara menyampaikan pesan.

Cara-cara melobi
1.  Tidak langsung
Lobi bisa dilakukan dengan cara tidak langsung  hal ini mengandung pengertian tidak harus satu pihak atau satu orang yang berkepentingan menghubungi mendekati sendiri pihak lain yang mau dilobi. Pendekatan itu bisa dilakukan dengan perantara pihak lain (terutama yang dianggap punya akses atau mempunyai hubungan yang dekat dengan pihak yang dilobi). Dalam hal seperti ini maka satu hal yang sangat penting diperhatikan oleh pihak yang melobi adalah kepercayaan atau kredibilitas pihak ketiga yang dijadikan perantara atau penghubung tersebut.
2.  Langsung
Berbeda dengan cara tidak langsung maka disini pihak yang berkepentingan (berusaha) harus bisa bertemu atau berkomunikasi secara langsung dengan pihak yang dilobi dengan kata lain pihak-pihak yang terlibat bertemu atau berkomunikasi secara langsung tidak menggunakan perantara atau pihak ketiga.

Sifat dalam melobi
1.  Terbuka
Yang dimaksud dengan cara terbuka adalah lobi yang dilakukan tanpa ketakutan diketahui orang lain. Lobi yang dilakukan secara terbuka memang tidak harus berarti dengan sengaja diekspos atau diberitahukan kepada khalayak,  tetapi kalaupun diketahui masyarakat bukan merupakan masalah.
2.  Tertutup
Yang dimaksud lobi dengan cara tertutup adalah apabila lobi dilakukan secara diam- diam agar tidak diketahui oleh pihak lain apalagi masyarakat. Lobi dengan cara ini biasanya bersifat perorangan yaitu yang dilakukan secara pribadi atau oleh seseorang pada orang tertentu. Lobi cara ini dilakukan karena apabila sampai diketahui oleh pihak lain maka bisa berakibat negatif atau merugikan pihak yang melakukan lobi tersebut maupun pihak yang dilobi.

Teknik Reportase
-     Reportase (dalam konteks jurnalistik) adalah proses pengumpulan data untuk menyusun berita.
-     Teknik reportase adalah cara wartawan memperoleh bahan berita untuk kemudian ditulis dan dipublikasikan melalui medianya.
-     Reportase dapat dikatakan sebagai kegiatan jurnalistik dalam meliput langsung peristiwa atau kejadian di lapangan.
-     Dalam kerangka kerja jurnalistik, reportase merupakan tahapan setelah perencanaan pemberitaan melalui rapat redaksi atau rapat pendalaman isu. Setelah reportase, tahapan selanjutnya adalah penulisan, penyuntingan atau pengeditan, dan publikasi atau penyebarluasan berita.
PENTING
-     Menurut Agung Sedayu (wartawan Tempo), reportase adalah observasi yang mengandalkan seluruh panca indera menangkap nuansa dan detail dari obyek yang diliput. Bisa bercerita tentang deskripsi tokoh, deskripsi suatu lokasi/bangunan/tempat, dan bisa juga deskripsi sebuah proses.
-     Reportase bisa layaknya daging dalam cerita, sehingga tulisan lebih hidup. Sekaligus membuktikan kalau tulisan tidak sekedar berdasarkan kata orang dan dokumen, tapi kita sendiri telah mengalami/melihatnya langsung.

Ada tiga cara yang dapat dilakukan wartawan dalam mengumpulkan bahan berita (data jurnalistik):
1.  Observasi:
Teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung oleh wartawan terhadap objek berita atau peristiwa/fakta yang sedang terjadi. Melalui panca inderanya, wartawan harus mampu menangkap fakta objektif dari sebuah peristiwa.
2.  Wawancara:
Wartawan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada nara sumber untuk menggali informasi yang dibutuhkan untuk penulisan berita. Nara sumber merupakan pihak yang berhubungan langsung dengan fakta, atau pihak independen yang berkompeten mengomentari sebuah fakta.
3.  Riset data:
Wartawan menelusuri atau mengumpulkan data non verbal seperti arsip, buku, hasil penelitian, dan referensi lain terkait dengan berita yang akan ditulis. Data tertulis dapat mendukung gagasan berita sehingga memperkuat bobot laporan.

Teknik Wawancara
-     Model wawancara, bisa langsung (tatap muka) atau tak langsung (telepon, email, pesan tertulis).
-     Enam pertanyaan penting untuk menggali informasi berita; 5 W + 1 H.

Cara Wawancara Langsung
Sebelum wawancara pastikan dulu apa tujuan wawancara: apakah untuk menggali informasi? memverifikasi informasi? melakukan konfirmasi? atau mencari pengakuan?
-     Jika tujuannya menggali: Korek dan gali informasi sebanyak dan sedalam mungkin. Jangan takut melontarkan pertanyaan bodoh selama untuk memahami topik yang ingin ditulis.
-     Bila untuk verifikasi, bekali diri dengan informasi awal yang hendak diverifikasi/dicocokkan.
-     Jika hendak konfirmasi, mesti fokus dan memiliki cukup amunisi dan data telah matang sehingga sumber tidak bisa berkelit/mementahkannya.
Dalam wawancara, kita adalah pengendalinya. Jangan sampai justru sebaliknya, kita yang dikendalikan narasumber.

Tips Wawancara
1.  Persiapan sebelum wawancara (membuat outline wawancara, menguasai materi wawancara, menentukan narasumber, membuat janji dengan nara sumber)
2.  Bekali diri dengan perangkat wawancara (catatan/rekaman)
3.  Taat pada norma yang berlaku (mengenali norma dan adat istiadat setempat, berpenampilan sopan, dan mampu beradaptasi)
4.  Buat sumber merasa senyaman mungkin. Bisa sambil ngopi/merokok, sesuai kegemaran sumber.
5.  Pertanyaan fokus (pertanyaan harus fokus atau to the point ke pokok masalah, ringkas)
6.  Pertanyaan tidak introgatif atau memojokka, juga jangan terkesan menggurui
7.  Cermati jawaban dan kembangkan. Biarkan sumber bercerita asal masih dalam jalur informasi yang kita butuhkan, jangan menyela jika tak perlu.
8.  Tetap Fokus pada poin yang ingin didapat. Dan ingat, Anda pengendalinya.
9.  Kenali karakter narasumber (jika nara sumber irit bicara, wartawan harus bisa memancing agar ia buka mulut. Jika narasumber banyak bicara, wartawan harus bisa mengarahkan agar pembicaraan nara sumber bisa fokus)
10.  Menjalin hubungan baik dengan narasumber (di waktu luang, sempatkan berbicara mengenai hal-hal yang bersifat pribadi. Menjalin keakraban dengan nara sumber akan membuat proses wawancara menjadi cair dan nara sumber lebih terbuka dalam menyampaikan informasi)

Catatan
Buat outline.
Outline akan membimbing kita dalam penggalian data dan bagaimana tulisan kelak akan disusun. Outline berisi: angle, latar belakang, daftar narasumber dan pertanyaan, daftar reportase yang diperlukan, dan daftar riset.
Outline juga mencegah kita tersesat di dalam rimba informasi dalam proses penggalian info dan data. Hingga kita tetap setia pada anggle dan lebih efektif berkerja.



Baihaqi Annizar
Disadur dari berbagai sumberber

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More