Saturday, January 24, 2015

HADITS DHOIF DARI SEGI TERPUTUSNYA SANAD



HADITS DHOIF DARI SEGI TERPUTUSNYA SANAD
Makalah Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Ulumul Hadits
Dosen Pengampu: Drs. Ikhrom M.Ag
 
Direvisi oleh,
Baihaqi An Nizar  (133111013)
                                    
FAKULTAS LMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) WALISONGO
SEMARANG
2013

I.          PENDAHULUAN
Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Berdasarkan sistematika pembagiannya, hadits dapat dilihat dari berbagai aspek, salah satunya adalah dilihat dari segi  kualitasnya.
       Dilihat dari segi kualitasnya, hadits dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu hadits shahih, hadits hasan,dan hadits dha’if. Hadist dha’if merupakan tingkatan hadist yang tergolong lemah.
Berdasarkan sistematika pembagiaannya, hadits dha’if dapat dilihat dari segi terputusnya sanad dan dari segi selain terputusnaya sanad. Dalam makalah ini pemakalah hanya akan membahas pembagian hadits dha’if dari segi terputusnya sanad.  
II.       RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud hadist dhaif?
2.      Apa saja macam-macam hadist dha’if dilihat dari segi terputusnya sanad beserta alasan terputusnya sanad yang menjadikan kedhaifan hadits tersebut?
3.      Bagaimana urutan hierarkis antara masing-masing hadist tersebut dilihat dari tingkat kedhaifannya?
III.    PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hadist Dhaif
Yang dinamakan hadist dhaif, yaitu hadist yang tidak bersambung sanadnya atau dalam sanadnya itu ada orang yang bercacat.[1] Yang dimaksud  orang yang bercacat disini adalah rawi yang bukan Islam, belum baligh, berubah akalnya, buruk hafalannya, dituduh dusta, biasa lalai, fasik (keluar dari batas agama), tetapi tidak sampai kepada batas kufur.
Disamping itu, hadits dhaif  juga bisa disebut sebagai hadits yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadits maqbul (yang dapat diterima). Adapun syarat-syarat hadits maqbul ialah rawinya  adil, rawinya dhabit meskipun tidak sempurna, sanadnya bersambung, tidak dapat suatu kerancuan, tidak terdapat ‘illat yang merusak, dan pada saat dibutuhkan hadits yang bersangkutan menguntungkan (tidak mencelakakan).

B.      Hadits Dhaif Berdasarkan Terputusnya Sanad
Maksud dari sanad terputus adalah apabila dalam periwayatan terdapat perawi yang gugur dari rentetan sanad. Gugurnya perawi dalam sanad dapat berbeda-beda tempatnya. Ada yang gugur dari awal, di tengah dan di akhir. Bisa juga gugurnya dibeberapa tempat secara berurutan atau tidak berurutan.
Hadits dhoif berdasarkan terputusnya sanad terbagi menjadi tujuh bagian yaitu:[2]
a)      Hadits Mauquf
Hadis mauquf adalah adalah hadis yang disandarkan kepada sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir.[3]
Contoh hadits mauquf :
قَالَ يَزِيْدُ بْنُ حَارِثَةَ : لَا اِيْمَانَ لِمَنْ لَا حَيَاءَ لَهُ
Yazid bin Haris berkata: Tidaklah beriman seseorang yang tidak mempunyai malu[4]
           Disamping itu, sahabat yang menafsirkan sabda Nabi atau firman Allah, termasuklah kepada mauquf.[5]
b)     Hadits Maqthu’
Hadis maqthu’ adalah hadis yang disandarkan  kepada tabiin atau orang yang sebawahnya, baik perkataan atau perbuatan.[6]
Contoh hadits Maqtu’ :
مِنْ تَمَامِ الْحَجِّ ضَرْبُ اْلجِمَالِ
قاله الاعمش
Haji yang sempurna ialah dengan mengendarai unta.” Ini adalah perkataan dari salah seorang tabi’in bernama A’masy.
c)      Hadits Muallaq
 Mu’allaq menurut bahasa adalah terikat atau tergantung. Sedangkan menurut istilah, hadis mu’allaq adalah hadis yang seorang rawinya atau lebih gugur dari awal sanad secara berurutan.
Contoh hadits muallaq :
قَالَ الْبُخَارى : قالَتْ عَائشة رضي الله عَنْهَا : كَانَ النَّبِىُّ يَذْكُرُ اللهَ على كُلِّ اَحْوالِهِ
Buchari berkata : Aisyah telah berkata : adalah Nabi selalu mengingat Allah pada segala keadaanya”. (Riwayat Buchari)
     Disini Bukhari tidak menyebutkan rawi sebelum Aisyah. Antara Buchari dengan Aisyah ada beberapa orang yang tidak disebutkan namanya, sebab itu hadits tersebut dinamakan Hadits Mu’allaq.
d)     Hadits Mu’dhal
Adapun menurut istilah muhaditsin, hadis mu’dhal adalah hadis yang putus sanadnya dua orang atau lebih secara berurutan.[7]
Contoh dari hadits Mu’dhal adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam kitab “Ma’rifat Ulumil Hadits” dengan sanadnya yang terhubung kepada al-Qo’nabi dari Malik bahwa telah sampai kepadanya bahwa Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam bersabda :
لِلْمَمْلُوكِ طَعَامُهُ وَكِسْوَتُهُ بالمعروف وَلا يُكَلَّفُ مِنَ الْعَمَلِ إِلا مَا يُطِيقُ
Hamba sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaiannya secara ma’ruf (yang sesuai) dan tidak boleh dibebani pekerjaan, kecuali yang disanggupinya saja
Al-Hakim berkata, “Hadis ini mu’dhal dari Malik dalam kitab Al-Muwatha.”
     Hadis ini yang kita dapatkan bersambung sanadnya pada kita, selain Al-Muwatha’, diriwayatkan dari Malik bin Anas dari Muhammad bin ‘Ajlan, dari bapaknya, dari Abu Hurairah. Letak ke-mu’dhalan-nya karena gugurnya dua perawi dari sanadnya, yaitu Muhammad bin ‘Ajlan dan bapaknya. Kedua rawi tersebut gugur secara berurutan.[8]
e)      Hadits Mursal
Secara etimologi mursal berarti ‘yang dilepaskan’. Menurut istilah, hadis mursal adalah hadits yang dimarfu’kan (diangkat) oleh seorang tabi’i kepada Rasulullah saw, baik berupa sabda, perbuatan dan taqrir, baik itu Tabi’i kecil ataupun besar.
     Hadits Mursal adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seorang perawi sesudah tabi’i. Maksud dari defenisi diatas dapat dipahami bahwa seorang tabi’i mengatakan Rasulullah saw berkata demikian, den sebagainya, sementara Tabi’i tersebut jelas tidak bertemu dengan Rasulullah saw. Dalam hal ini Tabi’i tersebut menghilangkan sahabat sebagai generasi perantara antara Rasulullah SAW dengan tabi’i.
Oleh karena itu, ditinjau dari segi siapa yang menggugurkan dan segi sifat-sifat pengguguran hadis, hadis ini terbagi pada mursal jali, mursal shahabi, dan mursal khafi.
1.      Mursal Jali, yaitu bila pengguguran yang telah dilakukan oleh rawi (tabiin) sangat jelas untuk diketahui, bahwa orang yang menggugurkan itu tidak hidup sezaman/semasa dengan orang yang digugurkan yang mempunyai berita.
2.      Mursal Shahabi, yaitu pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan, karena pada saat itu sahabat tersebut masih kecil atau terakhir masuknya ke dalam agama Islam.
3.      Mursal Khafi, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh tabiin yang hidup sezaman dengan shahabi tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah hadispun darinya.
Contoh hadits mursal :
قال سَعِيدٌ بْنُ الْمُسَيّبِ و هو مِن التّابعينَ : قال رسول الله : بَيْنَنا وَ بَيْنَ الْمُنَافِقِيْنَ شُهُود الْعِشَاءِ و الصُّبْحِ لا يَسْتَطِيْعُونهُ
Sa’id bin Musayyab berkata... : “Perbedaan antara kita dengan orang-orang munafik ialah bahwa orang-orang munafik itu tidak suka (malas) mengerjakan sembahyang ‘Isya dan Subuh”.
f)       Hadits Mudallas
Hadis mudallas adalah hadis yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadis tersebut tidak bernoda.[9] Dengan kata lain bahwa hadits mudallas adalah hadis yang diriwayatkan dengan tidak menyebutkan nama orang yang meriwayatkannya dan menukar namanya dengan orang lain. Rawi yang berbuat demikian disebut mudallis. Hadis yang diriwayatkan oleh mudallis disebut hadis mudallas, dan perbuatannya  disebut dengan tadlis.[10]
Macam-macam tadlis sebagai berikut :
1.      Tadlis Isnad, yaitu bila seorang rawi yang meriwayatkan suatu hadis dari orang yang pernah bertemu dengan dia, tetapi rawi tersebut tidak pernah mendengar hadis darinya. Agar dianggap rawi tersebut pernah mendengarnya maka ia menggunakan lafadz ‘an fulanin atau anna fulanan yaqulu.
Contoh hadits mudallas Isnad :
روى النعمان بن راشد عن الزهزي عن عروة عن عائشة ان رسول الله صلى الله عليه وسلم
لم يضرب امرأة  قط ولا خادما الا يجاهد فى سبيل الله 
Diriwayatkan oleh nu’man ibn rasyid, dari zuhri dari urwah dari aisyah, bahwasannya rasulullah SAW bersabda tidak pernah sekalikali memukul seorang perempuan dan juga tidak seorang pelayan, melainkan jika ia berjihad dijalan Allah
Keterangan
Kalau diuraikan secara seder hana, maka sanadnya adalah:  a. Al-Nu’man, b. al-Zuhri, c. Urwah, d. Aisyah
Dengan kajian sederhana dari susunan sanad tersebut, maka dapat disimpulakan bahwa zuhri mendengar riwayat diatas dari urwah, karena memang biasa zuhri meriwayatkan darinya. Padahal anggapan itu salah, sebab imam hatim berkata, “zuhri tidak pernah mendengar hadits diatas dari urwah….” hal ini dapat disimpulkan bahwa antara zuhri dan urwah ada seorang yang tidak disebutkan oleh zuhri. Oleh karena itu hadits diatas disebut mudallas, tetapi karena samarnya terjadi pada sandaran sanad hadits maka disebut mudallas isnad.
2.      Tadlis Syuyukh, yaitu bila seorang rawi meriwayatkan hadis yang didengarkan dari sang guru dengan menyebutkan nama kauniyah-nya, nama keturunannya, atau dengan menyifati guru tersebut dengan sifat-sifat yang tidak/belum dikenal banyak orang.
Contoh Hadits mudallas syuyukh
روا ابو داود عن ابن جريج اخبرني بعض بنى ابو رافعي عن اكرمة عن ابن عباس قال طلق ابو يزيد- ابو ركانة واخواته-ام ركانة ونكح امرأة من مزينة
Diriwayatkan oleh abu daud dari ibn juraij memberitakan kepadaku sebagian bani abu rafi’ dari ikrimah dari ibnu abbas berkata: abu yazid mentalak ( abu rukanah dan saudar-saudaranya) atau rukanah dan menikahi seorang wanita dari kabilah muzinah.
Ibnu juraij nama aslinya adalah abdul malik bin abdul aziz bin juraij, ia tsiqoh tapi disifati tadlis sekalipun ia meriwayatkan hadits ini dengan ungkapan tegas tetapi ia menyembunyikan nama syaikhnya yaitu bani abu rafi’. Para ulama’ berbeda pendapat tentang syaikhnya ini, pendapat yang shahih adalah Muhammad ibn ubaidillah bin abu rafi’. Gelar tarjih-nya adalah matruk (dusta).
3.      Tadlis Taswiyah (tajwid), yaitu seorang rawi meriwayatkan hadis dari gurunya yang tsiqah (dipercaya), yang oleh guru tersebut diterima dari gurunya yang lemah, dan guru yang lemah ini menerima dari seorang guru yang tsiqah pula, tetapi si mudallis tersebut dalam meriwayatkannya tanpa menyabutkan rawa-rawi yang lemah.
Contoh hadits mudallas taswiyah :
Diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dalam kitab Al-‘Ilal, dia berkata,”Aku mendengar bapakku – lalu ia menyebutkan hadits yang diriwayatkan Ishaq bin Rahawaih dari Baqiyyah [Baqiyyah bin Al-Walid dikenal sebagai salah seorang perawi yang banyak melakukan tadlis], (ia mengatakan) telah menceritakan kepadaku Abu Wahb Al-Asady dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar sebuah hadits : Janganlah engkau memuji keislaman seseorang hingga engkau mengetahui simpul pendapatnya.
Bapakku berkata : “Hadits ini mempunyai masalah yang jarang orang memahaminya. Hadits ini diriwayatkan oleh ‘Ubaidillah bin ‘Amru dari Ishaq bin Abi Farwah dari Ibnu ‘Umar dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Dan ‘Ubaidillah bin ‘Amru ini gelarnya adalah Abu Wahb dan dia seorang asady (dari Kabilah Asad). Maka Baqiyyah sengaja menyebutkan namanya hanya dengan gelar dan penisbatannya kepada Bani Asad agar orang-orang tidak mengetahuinya. Sehingga apabila dia meninggalkan Ishaq bin Abi Farwah, ia tidak dapat dilacak.”
g)      Hadits Munqathi’
Hadis munqathi’, yaitu hadis yang tidak disebutkan seorang rawinya sebelum sahabat.[11]
Macam-Macam Pengguguran (Inqita’)
1.      Perawi yang meriwayatkan Hadits jelas dapat diketahui tidak sezaman hidupnya dengan guru yang memberikan Hadits padanya.
2.      Dengan samar-samar yang hanya diketahui oleh orang yang mempunyai keahlian saja. Diketahui dengan jalan lain dengan adanya kelebihan seorang rawi atau lebih dalam Hadits riwayat orang lain.
Contoh hadits munqathi’ :
مَنْهوْمانِ لا يَشْبَعانِ طالِبُ الْعِلْمِ و طالِبُ الدّنْيا
رواه البيهقى و قال انه منقطع
"Dua macam manusia yang tidak akan kenyang (puas) selama-lamanya, ialah penuntut ilmu dan penuntut dunia”. (Riwayat Baihaqi, katanya Hadits Munqathi’). Kalau sekiranya dalam sanad hadits itu tidak disebutkan seorang rawinya sebelum sahabat. Maka hadits itu dinamai hadits munqathi’.

C.    Urutan Hierarkis Antara Masing-Masing Hadits Tersebut Dilihat Dari Tingkat Kedhaifannya
      Karena sebab-sebab kedhaifan hadis itu berbeda-beda kekuatan dan pengaruhnya, maka tingkatan hadis dhaif itu dengan sendirinya berbeda-beda. Ada yang kadar kelemahannya kecil sehingga hampir-hampir dihukumi sebagai hadis hasan dan ada yang terlalu dhaif.[12]
Ilustrasi sanad : Pencatat Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabi'in) > penutur 1(Para sahabat) > Rasulullah SAW
·         Hadits Mauquf
·         Hadits Mursal. Bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW (contoh: seorang tabi'in (penutur2) mengatakan "Rasulullah berkata" tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan kepadanya).
·         Hadits Maqthu’
·         Hadits Munqati' . Bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3.
·         Hadits Mu'dhal bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
·         Hadits Mu'allaq bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (Contoh: "Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...." tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah).
·         Hadits Mudallas
IV.    PENUTUP
Simpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, kesimpulan yang dapat diambil ialah sebagai berikut :
·         Hadits dhaif ialah hadits yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadits maqbul (yang dapat diterima).
·         Hadits dhoif berdasarkan terputusnya sanad terbagi menjadi tujuh bagian yaitu :
1.      Hadits Mauquf
2.      Hadits Maqthu’
3.      Hadits Mu’allaq
4.      Hadits Mu’dhal
5.      Hadits Mursal
6.      Hadits Mudallas
7.      Hadits Munqathi’
·         Karena sebab-sebab kedhaifan hadis itu berbeda-beda kekuatan dan pengaruhnya, maka tingkatan hadis dhaif itu dengan sendirinya berbeda-beda. Ada yang kadar kelemahannya kecil sehingga hampir-hampir dihukumi sebagai hadis hasan dan ada yang terlalu dhaif.
Saran
            Demikianlah makalah yang dapat kami buat, pemakalah menyadari dalam penulisan makalah ini banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini sangat pemakalah harapkan. Berikutnya besar harapan pemakalah semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz Mahmud dan Mahmud Junus. Ilmu Musthalah Hadist. Jakarta: P.T Djadjamurni. 1958.
Mudasir. Ilmu Hadits. Pustaka Setia.
Nuruddin. Ulumul Hadits. Bandung : PT Remaja Posdakarya. 2012.
Suyadi, Agus. Ulumul Hadits. Bandung : PT Shantika. 2008.
Umi Sumbulah. Buku Ajar Ulumul Hadits I. UIN Malang




[1] Mahmud Aziz dan Mahmud Junus, Ilmu Musthalah Hadist, Jakarta : P.T Djadjamurni, 1958, hlm. 30
[2] Umi Sumbulah, Buku Ajar Ulumul Hadits I, UIN Malang, hal. 45-46
[3] Agus Suyadi, Ulumul Hadits, Bandung : PT Shantika, 2008, hlm.155
[4] Mahmud Aziz dan Mahmud Junus, Ilmu Musthalah Hadist, Jakarta : P.T Djadjamurni, 1958, hlm. 34
[5] Ibid. hlm. 35
[6] Agus Suyadi, Ulumul Hadits, Bandung : PT Shantika, 2008, hlm.156

[7] Ibid. hlm. 152
[8] Al-Qaththan. hlm. 137.
[9] Rahman. hlm. 215
[10] Agus Suyadi, Ulumul Hadits, Bandung : PT Shantika, 2008, hlm.154
[11] Mahmud Aziz dan Mahmud Junus, Ilmu Musthalah Hadist, Jakarta : P.T Djadjamurni, 1958,  hlm. 38
[12] Nuruddin, Ulumul Hadits, Bandung : PT Remaja Posdakarya, 2012. Hlm. 294

7 komentar:

izin simpan untuk bahan rujukan akhi, syukron jazakallah

Terima kasih penjelasannya mas. Kalau bisa ditambah lagi penjelasan seputar derajat hadits mulai dari mutawatir, shahih, hasan, dan lain lain agar lebih mantap buat para pembaca. Baarakallahu fiik

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh 🙏
Saya izin simpan makalahnya untuk memenuhi tugas
Terimakasih 🙏😊

Assalamu'alaikum wr.wb izin save untk referensi studi hadist
barakallahu fika...

This comment has been removed by the author.

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More