Saturday, December 5, 2015

Es Teh atau Teh Es?

Maaf tidak punya foto teh es,
jadinya minta di mbah google.


***

Saat orang ke sebuah warung atau kantin, pasti ada yang memesan es teh. Tetapi adakah yang pernah berfikir, apakah penyebutannya itu sudah benar? Padahal kita mengenal istilah teh manis, teh tawar, teh hangat. Lalu kenapa es teh, bukankah seharusnya teh es?

Siapa yang tidak tau es teh? pasti semua orang sudah pernah menikmatinya. Ya, es teh. salah satu jenis minuman yang sudah sangat familiar ditelinga kita. Minuman ini digemari oleh berbagai kalangan, mulai dari kaum miskin hingga kaya, dari mulai anak-anak sampai dewasa, bahkan orang tua sekalipun, banyak yang menyukainya. Lebih dari itu, es teh ternyata tidak hanya populer di wilayah lokal Indonesia, namun juga terkenal di berbagai negara di dunia. Di Inggris, misalnya, es teh (ice tea) sudah ada sejak abad ke-17.

Terlepas dari itu semua, pada intinya, es teh merupakan minuman favorit yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Saya sepakat akan hal itu. Tetapi tidak untuk masalah penyebutannya. Sebagaimana judul yang saya usung dalam tulisan (atau sebut aja coretan) ini, “Es teh atau teh es?”. Nampaknya kita harus mengoreksi dengan seksama, dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, he he. Mengapa disebut es teh, bukan teh es? bukannya kita mengenal istilah teh manis, teh pahit, teh tawar, teh panas, teh hangat, dan teh-teh lainnya?

Dari beberapa contoh di atas, susunan kata-katanya didahului dengan kata benda (teh), baru kemudian diikuti kata sifat (manis, pahit, tawar, panas, hangat). Ini merupakan susunan kata yang lumrah dalam bahasa Indonesia. Namun anehnya, susunan kata itu tidak berguna tatkala menyebut istilah es teh. Pertanyaannya sekarang, apakah kita harus mengubah rumus susunan kata dalam bahasa Indonesia? Atau kita ubah sebutan yang telah menjadi tradisi dalam masyarakat? Saya pribadi lebih sepakat untuk mengubah kebiasaan menyebut es teh dengan teh es.

Kalau anda tidak sepakat dengan saya, maka silahkan buat rumus baru dalam penyusunan kata-kata bahasa Indonesia!

Mengutip dari perkataan Andre Moller, penyusun Kamus Indonesia-Swedia, sebutan es teh tidaklah tepat. Karena es teh ini menandakan satu ‘keluarga’ dengan es cendol, es cincau, dan (mungkin) masih ‘tetangga’ dengan es dawet hitam manis khas Kota Purworejo. Singkatnya, es teh ini artinya bukan sejenis teh, melainkan sejenis es. Berbeda ketika kita menyebutnya dengan istilah teh es, berarti termasuk ke dalam jenis teh, seperti; teh hangat, teh manis, wa akhowatuha.

Di sisi lain, saya berkhusnudzon bahwa penyebutan es teh yang populer sekarang ini merupakan efek dari kolonialisme.  Sebagaimana telah kita pelajari sewaktu duduk di bangku Sekolah Dasar mengenai sejarah, Indonesia pernah dijajah oleh Kolonial Belanda. Yang masih tersisa dari penjajahan itu adalah bangunan-bangunan tua. Tidak hanya itu, bahasa belanda yang diserap ke dalam bahasa Indonesia juga ada. Salah satunya yaitu kata “Ijethee” (Ije dan Teh= Es dan Teh) yang diartikan (sekarang) dengan es teh. mungkin pengaruh inilah kata es teh tidak disebut teh es.

Westernisasi, menurut saya, juga sama berperannya. Dimana orang saat ini—utamanya kalangan muda—suka bergaya kebarat-baratan. Terlebih dibidang budaya dan bahasa. Mayoritas bilang, kalau berbahasa ala orang barat, misalnya berbicara semi Inggris, dikatakan keren.  Ini justeru berimbas pada percampuradukan bahasa yang akan berdampak buruk untuk kemaslahatan bersama. Saya kira, penyebutan es teh adalah satu contoh konkretnya. Kenapa? Karena bahasa Inggrisnya adalah ice tea. Wajar bila menyebut ‘es teh’ bukan ‘teh es’.

Pada intinya, saya mengajak kalian semua untuk bersama-sama mencintai budaya Indonesia, karena hal itu juga merupakan perintah agama. Sebagaimana disebutkan bahwa: Hubbul wathon minal Iman (cinta tanah air sebagian dari iman). So.., mari kita cintai budaya Indonesia, dimulai dari hal-hal kecil seperti menyebut kata. Mari kita populerkan kata “TEH ES” jangan “ES TEH”.

Selamat memesan TEH ES. Saya mau menikmati segelas KOPI ES dulu. (@baihaqi_annizar)

***
Kata senior, belajar menulis adalah menulis itu sendiri. Ketika pengen pandai menulis, maka biasakan untuk menulis. Tetapi hal itu hanya sebatas bongkahan kalimat yang sulit untuk direalisasikan, sampai saya mendapat gagasan bagus dari orang yang tak begitu jenius. Adalah Fahmi, PU LPM Edukasi, yang mengaku-ngaku ‘satu angkatan satu jiwa’ (padahal lebih tua dan beda jiwa, he he) mengajak saya dan dua makhluk lainnya (Agita & Aam) untuk bermain #WritingChallange. Di minggu perdana ini tema yang diusung adalah “Teh”.



3 komentar:

Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

Ada warung sebelah rumah jualan teh, kopi, air kolam, sungai, hujan...
Saya suka pesen HUJAN ES, saya tau warung sebelah rumah setingkat dewa bisa mengendalikan es :v

Iya, kdng sy pikir jg kalau es teh itu es yg jenis teh atau teh yg beku ;) ternyata teh es memng benar

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More