***
Saat orang ke sebuah
warung atau kantin, pasti ada yang memesan es teh. Tetapi adakah yang pernah
berfikir, apakah penyebutannya itu sudah benar? Padahal kita mengenal istilah
teh manis, teh tawar, teh hangat. Lalu kenapa es teh, bukankah seharusnya teh
es?
Siapa yang tidak tau es teh? pasti semua orang sudah pernah
menikmatinya. Ya, es teh. salah satu jenis minuman yang sudah sangat familiar
ditelinga kita. Minuman ini digemari oleh berbagai kalangan, mulai dari kaum
miskin hingga kaya, dari mulai anak-anak sampai dewasa, bahkan orang tua
sekalipun, banyak yang menyukainya. Lebih dari itu, es teh ternyata tidak hanya
populer di wilayah lokal Indonesia, namun juga terkenal di berbagai negara di
dunia. Di Inggris, misalnya, es teh (ice tea) sudah ada sejak abad ke-17.
Terlepas dari itu semua, pada intinya, es teh merupakan
minuman favorit yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Saya sepakat akan
hal itu. Tetapi tidak untuk masalah penyebutannya. Sebagaimana judul yang saya
usung dalam tulisan (atau sebut aja coretan) ini, “Es teh atau teh es?”.
Nampaknya kita harus mengoreksi dengan seksama, dan dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya, he he. Mengapa disebut es teh, bukan teh es? bukannya kita
mengenal istilah teh manis, teh pahit, teh tawar, teh panas, teh hangat, dan
teh-teh lainnya?
Dari beberapa contoh di atas, susunan kata-katanya didahului
dengan kata benda (teh), baru kemudian diikuti kata sifat (manis, pahit, tawar,
panas, hangat). Ini merupakan susunan kata yang lumrah dalam bahasa Indonesia.
Namun anehnya, susunan kata itu tidak berguna tatkala menyebut istilah es teh. Pertanyaannya
sekarang, apakah kita harus mengubah rumus susunan kata dalam bahasa Indonesia?
Atau kita ubah sebutan yang telah menjadi tradisi dalam masyarakat? Saya
pribadi lebih sepakat untuk mengubah kebiasaan menyebut es teh dengan teh es.
Kalau anda tidak sepakat dengan saya, maka silahkan buat
rumus baru dalam penyusunan kata-kata bahasa Indonesia!
Mengutip dari perkataan Andre Moller, penyusun Kamus
Indonesia-Swedia, sebutan es teh tidaklah tepat. Karena es teh ini menandakan satu
‘keluarga’ dengan es cendol, es cincau, dan (mungkin) masih ‘tetangga’ dengan
es dawet hitam manis khas Kota Purworejo. Singkatnya, es teh ini artinya bukan
sejenis teh, melainkan sejenis es. Berbeda ketika kita menyebutnya dengan
istilah teh es, berarti termasuk ke dalam jenis teh, seperti; teh hangat, teh
manis, wa akhowatuha.
Di sisi lain, saya berkhusnudzon bahwa penyebutan es teh
yang populer sekarang ini merupakan efek dari kolonialisme. Sebagaimana telah kita pelajari sewaktu duduk
di bangku Sekolah Dasar mengenai sejarah, Indonesia pernah dijajah oleh
Kolonial Belanda. Yang masih tersisa dari penjajahan itu adalah
bangunan-bangunan tua. Tidak hanya itu, bahasa belanda yang diserap ke dalam
bahasa Indonesia juga ada. Salah satunya yaitu kata “Ijethee” (Ije dan Teh= Es
dan Teh) yang diartikan (sekarang) dengan es teh. mungkin pengaruh inilah kata
es teh tidak disebut teh es.
Westernisasi, menurut saya, juga sama berperannya. Dimana
orang saat ini—utamanya kalangan muda—suka bergaya kebarat-baratan. Terlebih
dibidang budaya dan bahasa. Mayoritas bilang, kalau berbahasa ala orang barat,
misalnya berbicara semi Inggris, dikatakan keren. Ini justeru berimbas pada percampuradukan
bahasa yang akan berdampak buruk untuk kemaslahatan bersama. Saya kira, penyebutan es
teh adalah satu contoh konkretnya. Kenapa? Karena bahasa Inggrisnya adalah ice
tea. Wajar bila menyebut ‘es teh’ bukan ‘teh es’.
Pada intinya, saya mengajak kalian semua untuk bersama-sama
mencintai budaya Indonesia, karena hal itu juga merupakan perintah agama.
Sebagaimana disebutkan bahwa: Hubbul wathon minal Iman (cinta tanah air
sebagian dari iman). So.., mari kita cintai budaya Indonesia, dimulai dari
hal-hal kecil seperti menyebut kata. Mari kita populerkan kata “TEH ES” jangan
“ES TEH”.
Selamat memesan TEH ES. Saya mau menikmati segelas KOPI ES
dulu. (@baihaqi_annizar)
***
Kata senior, belajar menulis adalah menulis itu sendiri. Ketika pengen pandai menulis, maka biasakan untuk menulis. Tetapi hal itu hanya sebatas bongkahan kalimat yang sulit untuk direalisasikan, sampai saya mendapat gagasan bagus dari orang yang tak begitu jenius. Adalah Fahmi, PU LPM Edukasi, yang mengaku-ngaku ‘satu angkatan satu jiwa’ (padahal lebih tua dan beda jiwa, he he) mengajak saya dan dua makhluk lainnya (Agita & Aam) untuk bermain #WritingChallange. Di minggu perdana ini tema yang diusung adalah “Teh”.
***
Kata senior, belajar menulis adalah menulis itu sendiri. Ketika pengen pandai menulis, maka biasakan untuk menulis. Tetapi hal itu hanya sebatas bongkahan kalimat yang sulit untuk direalisasikan, sampai saya mendapat gagasan bagus dari orang yang tak begitu jenius. Adalah Fahmi, PU LPM Edukasi, yang mengaku-ngaku ‘satu angkatan satu jiwa’ (padahal lebih tua dan beda jiwa, he he) mengajak saya dan dua makhluk lainnya (Agita & Aam) untuk bermain #WritingChallange. Di minggu perdana ini tema yang diusung adalah “Teh”.
3 komentar:
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)
Ada warung sebelah rumah jualan teh, kopi, air kolam, sungai, hujan...
Saya suka pesen HUJAN ES, saya tau warung sebelah rumah setingkat dewa bisa mengendalikan es :v
Iya, kdng sy pikir jg kalau es teh itu es yg jenis teh atau teh yg beku ;) ternyata teh es memng benar
Post a Comment