Sunday, March 15, 2015

Hubungan Agama dan Kebudayaan



HUBUNGAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN
Makalah Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu: Aang Kunaepi, M.Ag.

Disusun Oleh;
Aeni Rahmawati         (133111002)
Shofatun Rokhmah     (133111005)
Alam Rezki                 (133111030)
Diedit oleh;
Baihaqi                        (133111013)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) WALISONGO
SEMARANG
2014
I.            PENDAHULUAN
            Agama dan kebudayaan adalah dua hal yang sangat dekat di masyarakat. Bahkan banyak yang salah mengartikan bahwa agama dan kebudayaan adalah satu kesatuan yang utuh. Dalam kaidah, sebenarnya agama dan kebudayaan mempunyai kedudukan masing-masing dan tidak dapat disatukan, karena agamalah yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada kebudayaan. Namun keduanya mempunyai hubungan yang erat dalam kehidupan masyarakat. Geertz mengakatan bahwa wahyu membentuk suatu struktur psikologis dalam benak manusia yang membentuk pandangan hidupnya, yang menjadi sarana individu atau kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku mereka. Tetapi juga wahyu bukan saja menghasilkan budaya immaterial, tetapi juga dalam bentuk seni suara, ukiran, bangunan.
    Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif. Demi terjaganya esistensi dan kesucian nilai – nilai agama sekaligus memberi pengertian, disini akan diulas mengenai Apa itu Agama dan Apa itu Budaya, yang tersusun dalam bentuk makalah dengan judul “Hubungan Agama dan Budaya”.
II.         RUMUSAN MASALAH
1.        Apa pengertian agama dan kebudayaan?
2.        Mengapa agama-bukan wahyu bisa disebut bagian dari kebudayaan?
3.        Mengapa agama samawi tidak bisa dikatakan bagian dari kebudayaan?
4.        Bagaimana hubungan antara agama dengan kebudayaan?
III.    TUJUAN
1.      Dapat memahami pengertian agama dan kebudayaan.
2.      Dapat menjelaskan alasan agama-bukan wahyu bisa disebut bagian dari kebudayaan.
3.      Dapat menjelaskan lasan agama samawi tidak bisa dikatakan bagian dari kebudayaan.
4.      Dapat mengetahui hubungan agama dengan budaya.
IV.             PEMBAHASAN
1.       Pengertian Agama dan Kebudayaan
          Kata agama berasal dari bahasa sansekerta yaitu berasal dari kata a (tidak) dan gama (kacau), yang bila digabungkan   menjadi sesuatu yang tidak kacau. Dan agama ini bertujuan untuk memelihara atau mengatur hubungan seseorang atau sekelompok orang terhadap realitas tertinggi yaitu Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata agama berarti prinsip kepercayaan kepada Tuhan.[1] Agama diucapkan  oleh orang barat dengan religios (bahasa latin), religion ( bahasa Inggris, Perancis, Jerman ) dan religie ( bahasa Belanda ). Istilah ini bukanya tidak mengandung arti yang dalam melainkan mempunyai latarbelakang pengertian yang mendalam daripada pengertian “Agama” yang telah disebutkan diatas. Berikut ini adalah  penjelasan dari nama-nama lain dari agama yang ada di atas :[2]
a.       Religie (religion) menurut pujangga kristen, Saint Augustinus, berasal dari kata re dan eligare yang berarti memilih kembali dari jalan yang sesat ke jalan Tuhan.
b.      Religie, menurut Lactantius, berasal dari kata re dan ligare yang artinya menghubungkan kembali sesuatu yang telah putus. Yang dimaksud ialah menghubungkan diantara Tuhan dan manusia yang telah terputus karena dosa-dosanya.
c.       Religie berasal dari re dan ligere yang berarti membaca berulang-ulang bacaan-bacaan suci, dengan maksud agar jiwa si pembaca terpengaruh oleh kesuciannya. Demikian pendapat dari Cicero.
          Agama ini muncul dari perasaan ketakjuban manusia terhadap realitas alam yang ada. Seperti air yang bisa melepaskan dahaga seseorang, namun terkadang bisa membawa malapetaka seperti banjir, angin yang memberikan kesejukan, namun terkadang mendatangkan kerusakan seperti angin topan atau tornado,  kemudian mereka percaya bahwa ada suatu kekuatan tertentu. Mereka mencoba untuk mencari keselamatan dari ketidakseimbangan yang mereka rasakan, yang dapat mendatangkan keselamatan bagi mereka. Jadi, secara umum, agama adalah upaya manusia untuk mengenal dan menyembah Ilahi yang dipercayai dapat memberi keselamatan serta kesejahteraan hidup dan kehidupan kepada manusia. Upaya tersebut dilakukan dengan berbagai ritual secara pribadi dan bersama yang ditujukan kepada kekuatan besar yang mereka percayai sebagai Tuhan.
          Kemudian mengenai pengertian budaya atau kebudayaan menurut Koentjara Ningrat[3] ialah berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.
Di dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa: “budaya“ adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.[4] Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu, dll). Sedang ahli sejarah mengartikan kebudayaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi melihat kebudayaan sebagai tata hidup,  way of life, dan kelakuan.
          Menurut Ki Hadjar Dewantoro Kebudayaan adalah "sesuatu" yang berkembang secara kontinyu, konvergen, dan konsentris. Jadi
Kebudayaan bukanlah sesuatu yang statis, baku atau mutlak. Kebudayaan berkembang seiring dengan perkembangan evolusi batin maupun fisik manusia secara kolektif. Jadi dapat dikatakan secara singkat bahwa kebudayaan adalah hasil cipta, rasa, karsa manusia yang dilakukan dalam keseharian.



2.       Alasan Agama-Bukan Wahyu Merupakan Bagian dari Kebudayaan
Agama budaya atau bisa disebut dengan agama ardhi (bumi) adalah produk akal. Ajaran-ajaranya dihasilkan oleh pemikiran akal. Sumber dalam agama budaya ini adalah masyarakat,ia tidak memiliki kitab suci, yang mengandung dan mengajarkan doktrin. Tetapi sekalipun agama memiliki kitab suci, yang ditulis oleh orang yang dipandang dan menganggap dirinya berwenanang atas agama itu, kitab suci itu mengalami perubahan dalam perjalanan sejarahnya.
Adapun ciri-cirinya yaitu
1)        Tumbuh secara evolusi dalam masyarakat penganutnya, tidak dipasstikan waktu tertentu kelahiranya.
2)        Tidak  disampaikan oleh utusan Tuhan, tetapi oleh pendeta atau mungkin oleh para filosof.
3)        Umumya tidak memiliki kitab suci, kalaupun ada, kitabnya mengalami perubahan dalam perjalanan sejarah agama.
4)        Ajaranya berubah dengan perubahan akal masyarakat yang menganut, atau oleh filosofinya.
5)        Konsep ketuhananya: dinamisme, animisme, poiteisme, paling tinggi monoteisme nisbi.
6)        Kebeneran prinsip-prinsip ajaranya tidak universal, yaitu tidak berlaku bagi setiap manusia, masa, dan keadaan.[5]
Dari pengertian diatas kemudian kita akan menjelaskan mengapa agama yang bukan wahyu merupakan bagian dari kebudayaan dan sebaliknya.
Dengan akalnya, manusia berkelana dan berpetualang mencari tuhannya. Dalam perjalanan itulah akal menemukan dinamo (yang membentuk kepercayaan dinamisme), menemukan anime (yang membentuk kepercayaan animisme). Dari animisme akal melanjutkan jalanya kepada politeisme. Politeisme masih tidak memuaskanya. Melalui henoteisme, akal mengarah dengan tenaganya sendiri kepada monoteisme.
Konsep dinamisme, animisme, politeisme, adalah kufur, yaitu mengingkari Tuhan yang maha Esa. Usaha akal mencari konsep ketuhanan diberi petunjuk oleh wahyu melalui nabi dan rosul, sehingga membawa  akal kepada monoteisme. Tetapi konsepsi-konsepsi ketuhanan yang satu yang diajarkan oleh nabi dan rosul itu, dipembelakanganya, oleh turunan berikutnya dirusakan oleh pemikiran akal, sehingga terjadilah syirik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan ada dua macam evolusi konsepsi ketuhanan, yang membawa dua jenis sejarah agama. Yang pertama konsepsi akal, yang kedua naqal. Konsepsi akal membentuk agama, yang diistilahkan dengan agama budaya, sedangkan konsep naqal diistilahkan dengan agama langit.[6]
Agama budaya menggunakan konsepsi akal karena agama itu tumbuh dalam kehidupan manusia. Dan cara berpikir masyarakat menghadapi kehidupan melahirkan cara berlaku  dan berbuat dalam kehidupan yang luas ini, cara berlaku  dan berbuat itu meliputi:
1)        Hubungan manusia dengan manusia, antara manusia dan masyarakat (sosial).
2)        Hubungan manusia dengan benda (ekonomi).
3)        Hubungan manusia dengan kekuasaan (politik).
4)        Hubungan manusia dengan alam kerja (ilmu dan teknik).
5)        Hubungan manusia dengan ciptaan bentuk-bentuk yang menyenangkan (seni).
6)        Hubungan manusia dengan hakikat dan nilai-nilai (filsafat).
7)        Hubungan manusia dengan yang kudus khususnya (khususnya yang diistilahkan agama).
Agama itu tumbuh dalam kehidupan manusia. Kehidupan diisi oleh kebudayaan. Maka agama adalah sebagian dari pada kebudayaan, seperi pula sosial,  ekonomi, politik, ilmu dan teknik, seni dan filsafat. Agama ini disebut oleh ilmu : natural religion, agama alam.
Berdasarkan data-data yang dapat di teliti atau diamati, agama itu timbul dalam kebudayaan maka antropologi memasukan agama kedalam kebudayaan sebagai salah satu curtural universalnya.[7]
Menurut Clifford Geertz seorang tokoh terkemuka didalam antropologi Inggris, mengatakan bahwa agama adalah sistem budaya. Apa artinya Geerts mengatakan seperti itu? Geerts memberikan jawabanya didalam suatu kalimat tunggal yang penuh berisi. Agama adalah:
1). Sebuah sistem simbol yang berperan; 2). Membangun suasana hati dan motivasi yang kuat, pervasif dan tahan lama didalam diri manusia dengan cara; 3). Merumuskan konsepsi tatanan kehidupan yang umum; dan 4). Membungkus konsepsi konsepsi ini dengan suatu aura faktualitas semacam itu sehingga 5) suasana hati dan motivasi tampak realistik secara unik.[8]
Yang pertama dimaksud oleh Geerts dengan “sistem simbol”  adalah segala sesuatu yang membawa dan menyampaikan suatu ide kepada orang: suatu objek seperti roda dua orang budha, suatu peristiwa seperti penyaliban, suatu ritual seperti bar mitzwah, atau sekedar tindakan tapa kata, seperti gerak isyarat kasihan atau kerendahan hati. 
Kedua, ketika dikatakan bahwa simbol-simbol ini “Membangun suasana hati dan motivasi yang kuat, pervasif, dan tahan lama”. Motivasi memiliki tujuan, dan ia di bimbing oleh serangkaian nilai yang abadi apa yang memiliki arti bagi orang, apa yang mereka anggap baik dan benar. Disini motivasinya adalah peran moral, perkara memilih yang baik diatas yang jahat bagi dirinya. Orang-orang Yahudi ingin melihat Jerusalem dan kaum Muslimin pergi ke Mekkah, semua ini juga menetapkan sesuatu agar dapat mencapai tujuan mereka, yakni untuk mendapatkan  pengalaman yang secara moral di dalam suatu tempat yang sakral didalam tradisi mereka.
Ketiga, konsep tentang tatanan kehidupan yang umum, Geertz sekedar bermaksud bahwa agama mencoba untuk memberi penjelasan yang puncak tentang dunia. Maksudnya adalah untuk memberi suatu arti yang mutlak, suatu tujuan peranan yang besar pada dunia.
Keempat dan kelima “membungkus konsepsi-konsepsi ini dengann suatu aura faktualitas semacam itu sehingga suasana hati dan motivasi tampak realistik  secara unik”. [9]
3.       Alasan Agama Samawi Bukan Merupakan Bagian dari Kebudayaan
Agama samawi ialah ajaran Allah yang disampaikan kepada para Rasul-nya, yaitu agama Islam. Agama Samawi atau Sama’i, ialah agama Wahyu, dan wahyu yang Allah turunkan itu tidak lansung diturunkan kepada masyarakat, akan tetapi melalui Rasul atau utusan Allah.
Adapun ciri-cirinya yaitu:
1)        Secara pasti dapat ditentukan lahirnya, dan bukan tumbuh dari masyarakat, melinkan diturunkan kepada masyarakat.
2)        Disampaikan oleh manusia yang dipilih Allah sebagai utusan-Nya. Utusan itu bukan menciptakan agama, melainkan menyampaikanya.
3)        Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia.
4)        Ajaranya serba tetap, walaupun  tafsiranya dapat berubah sesuai dengan kecerdasan dan kepekaan manusia.
5)        Konsep ketuhananya adalah: Monotheisme mutlak (Tauhid).
6)        Kebeneranya adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusia, masa, dan keadaan.[10]
Dari ciri-ciri tersebut dapat dikatakan bahwa agama samawi bukanlah hasil pemikiran ataupun diambil dari kebudayaan manusia, melainkan murni ajaran dari Tuhan yang bersifat mutlak. Oleh karenanya lingkup kebudayaan ataupun yang lain tidak boleh mengatasnamakan bahwa ajaran samawi itu berasal dari mereka.
4.      Hubungan Antara Agama dengan Kebudayaan
Seperti halnya kebudayaan, agama sangat menekankan makna dan signifikasi sebuah tindakan. Karena itu sesungguhnya terdapat hubungan yang sangat erat antara kebudayaan dan agama bahkan sulit dipahami kalau perkembangan sebuah kebudayaan dilepaskan dari pengaruh agama. Sesunguhnya tidak ada satupun kebudayaan yang seluruhnya didasarkan pada agama. Untuk sebagian kebudayaan juga terus ditantang oleh ilmu pengetahuan, moralita, serta pemikiran kritis.
Meskipun tidak dapat disamakan, agama dan kebudayaan dapat saling mempengaruhi. Agama mempengaruhi sistem kepercayaan serta praktik-praktik kehidupan. Sebaliknya kebudayaan pun dapat mempengaruhi agama, khususnya dalam hal bagaimana agama diinterprestasikan atau bagaimana ritual-ritualnya harus dipraktikkan. Tidak ada agama yang bebas budaya dan apa yang disebut Sang –Illahi tidak akan mendapatkan makna manusiawi yang tegas tanpa mediasi budaya, dalam masyarakat Indonesia saling mempengarui antara agama dan kebudayaan sangat terasa. Praktik inkulturasi dalam upacara keagamaan hampir umum dalam semua agama.
Agama yang digerakkan budaya timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif. Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya.
Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling merusak, kuduanya justru saling mendukung dan mempengruhi. Ada paradigma yang mengatakan bahwa ” Manusia yang beragma pasti berbudaya tetapi manusia yang berbudaya belum tentu beragama”.
Jadi agama dan kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan karena kebudayaan bukanlah sesuatu yang mati, tapi berkembang terus mengikuti perkembangan jaman. Demikian pula agama, selalu bisa berkembang di berbagai kebudayaan dan peradaban dunia.
V.         KESIMPULAN
            Masyarakat, agama dan kebudayaan sangat erat berkaitan satu sama lain. Saat budaya atau agama diartikan sesuatu yang terlahir di dunia yang manusia mau tidak mau harus menerima warisan tersebut.  Berbeda ketika sebuah kebudayaan dan agama dinilai sebagai sebuah proses tentunya akan bergerak kedepan menjadi sebuah pegangan, merubah suatu keadaan yang sebelumnya menjadi lebih baik.
            Ketika  agama dilihat dengan kacamata agama maka agama akan memerlukan kebudayaan. Maksudnya agama (islam)  telah mengatur segala masalah dari yang paling kecil contohnya buang hajat hingga masalah yang ruwet yaitu pembagian harta waris dll. Sehingga disini diperlukan sebuah kebudayaan agar agama (islam) akan tercemin dengan kebiasaan masyarakat yang mencerminkan masyarakat yang beragama, berkeinginan kuat untuk maju dan mempunyai keyakinan yang sakral yang membedakan dengan masyarakat lainnya yang tidak menjadikan agama untuk dibiasakan dalam setiap kegiatan sehari-hari atau diamalkan sehingga akan menjadi akhlak yang baik dan menjadi kebudayaan masyarakat tersebut.
            Sedangkan jika agama dilihat dari kebudayaan maka kita lihat agama sebagai keyakinan yang hidup yang ada dalam masyarakat  manusia dan bukan agama yang suci dalam (Al-Qur’an dan Hadits) Sebuah keyakinan hidup dalam masyarakat maka agama akan bercorak local, yaitu local sesuai dengan kebudayaan masyarakat tersebut.
VI.      PENUTUP
          Demikian pembahasan makalah kami dengan topik “Hubungan Agama dengan Kebudayaan”, untuk menyempurnakan tulisan ini maka saran dan kritik yang membangun kami harapkan. Semoga materi yang kami sampaikan ini bermanfaat dan dapat kita terapkan dalam kehidupan kita. Amiinn.

DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.
Gazalba, Sidi, Asas Agama Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1985.
l. pals, Daniel, Seven Theoris of Religion, Yogyakarta, 2001.
Prijono, Prasaran Mengenai Kebudayaan,  Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Suharso, Kamus Besar Bahasa Indonesa, Semarang: Widya Karya, 2005.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Yatim, Badri. 1999. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.



[1] Suharso, Kamus Besar Bahasa Indonesa, (Semarang: Widya Karya, 2005), Hal 19.
[2] Abu Ahmadi, Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), Hal 3.
[3] Prijono, Prasaran Mengenai Kebudayaan,  (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), Hal 1.
[4] Suharso, Kamus Besar Bahasa Indonesia,  (Semarang: Widya Karya, 2005), Hal 94.
[5] Sidi Gazalba, Asas Agama Islam. (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1985), Hal 40.
[6] Ibid, Hal. 42.
[7] Ibid, Hal. 47.
[8] Daniel l. pals., Seven Theoris of Religion, (Yogyakarta, 2001), Hal. 414.
[9] Ibid, Hal. 417.
[10] Abu Ahmadi, Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Hal. 6.

6 komentar:

Ijin kopy, buat tugas sekolah. Sangat bermanfaat, terimakasih

ijin copy buat tuags sekolah

Mohon maaf saya ingin meminta izin meng copy uraian nya untuk tugas sekolah saya terima kasih

Assalamu'alaikum kak, izin copas untuk tugas sekolah saya. jazakallah khair...

Assalamualaikum kak,
Mohon maaf sebelumnya saya mau izin copas buat tugas sekolah

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More