Sunday, March 15, 2015

Fitrah Manusia



FITRAH MANUSIA
Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Ilmu Pendidikan Islam
Yang Diampu Oleh: Dr. Darmuin, M.Ag.


Diedit Oleh,
Baihaqi (133111013)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) WALISONGO
SEMARANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
                        Akal adalah salah satu potensi rohani yang dimiliki oleh manusia. Di samping akal manusia mempunyai potensi rohani lain yang disebut dengan fitrah. Secara fitri, Allah SWT sebagai  sang khalik telah menciptakan manusia sebagai suatu makhluk yang istimewa, yaitu makhluk yang memiliki berbagai macam kelebihan dibandingkan dengan makhluk-makhluk yang lainnya, baik itu kelebihan dari segi jasmani maupun rohani.
             Dalam struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam psikologi disebut potensialitas atau disposisi, dan menurut aliran behaviourisme disebut prepotence reflexes (kemampuan dasar yang dapat berkembang). Oleh sebab itu, untuk mengatur fitrah atau potensi yang ada dan agar dapat menggunakannya secara optimal, manusia dirasa perlu mengetahui hakekat dari fitrah itu sendiri.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian fitrah manusia?
2.      Apa saja macam-macam fitrah manusia?
3.      Apa faktor yang memengaruhi fitrah manusia?
4.      Bagaimana fitrah manusia dari perspektif beberapa agama?
C.    Landasan Teori
            Dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 30 dijelaskan, bahwa: Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan kecenderungan asli) itulah fitrah Allah yang Allah menciptakan manusia diatas fitrah itu tak ada perubahan atas fitrah ciptaannya. Itulah agama yang lurus namun kebanyakan mereka tidak mengetahuinya.
            Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa fitrah adalah suatu perangkat yang diberikan oleh Allah yaitu kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkarya yang disebut dengan potensialitas dan manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling tinggi, yaitu memiliki struktur jasmaniah dan rohaniah yang membedakannya dengan makhluk lain.
            Rasulullah SAW menegaskan dengan sabdanya, bahwa: Tidak ada orang yang dilahirkan (di dunia) kecuali dalam keadaan fitrah. Maka orang tualah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. Sebagaimana binatang ternak yang telah melahirkan anak-anaknya, apakah engkau membersihkan unta yang termasuk binatang ternah? Kemudian Abu Hurairah RA mengatakan: bacalah jika kalian semua menghendakinya; (tetaplah atas) fitrah Allah SWT yang menciptakan manusia menurut fitrah itu. (HR. Bukhari)
            Menurut Shanminan Zain (1986), bahwa fitrah adalah potensi laten atau kekuatan yang terpendam yang ada dalam diri manusia dibawah sejak lahir. Menurut Al Auzal (1976), fitrah adalah kesucian dalam jasmani dan rohani. Sedangkan menurut Ramayulis, fitrah adalah kemampuan dasar bagi perkembangan manusia yang dianugrahkan oleh Allah SWT. yang tidak ternilai harganya dan harus dikembangkan agar manusia dapat mencapai tingkat kesempurnaan.
            Secara lebih komprehensif, Muhammad bin Asyur, seperti dikutip Quraish Shihab mendefinisikan fitrah (makhluk) adalah bentuk lain dari sistem yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk. Sedangkan fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada manusia yang berkaitan dengan kemampuan jasmani dan akalnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Fitrah Manusia
            Ditinjau dari segi bahasa, kata fitrah terambil dari akar kata al-fathr yang berarti belahan. Dan dari makna ini, lahir makna-makna lain, seperti “penciptaan” dan “kejadian”. Dengan demikian, secara sederhana, fitrah manusia berarti kejadiannya sejak semula atau bawaannya sejak lahir.[1]
Dari pernyataan tersebut, bahwasannya fitrah merupakan karakter atau sifat tertentu yang telah dimiliki oleh manusia sejak dalam kandungan ibunya. Dengan kata lain, sesungguhnya telah memiliki potensi jauh sebelum ia diahirkan. Dimana penciptaan potensi tidak diciptakan pada waktu masa kanak-kanak, hanya saja pada masa ini merupakan masa pengenalan potensi atau masa penggalian potensi dari dalam individu dan setelah itu potensi selanjutnya akan diarahkan dan dikembangkan sesuai dengan potensinya.
            Setelah diketahui arti etimologis  fitrah, maka dapat dibuat uraian definisi mengenai makna fitrah secara terminologi yaitu sifat dasar atau karakter manusia yang telah ditanamkan dalam diri manusia sejak berada dalam kandungan oleh Allah untuk menghadapi kehidupan dan sebagai sarana untuk mengenal_Nya.
            Selain dari definisi yang telah di uraikan,di dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 30 juga di sebutkan kata fitrah,sebagai berikut:
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ  
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (islam), (sesuai) fitrah Allah di sebabkan Diatelah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu.tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (itulah) agama yang lurus,tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
            Ayat di atas menjelaskan tentang hubungan makna fitrah dengan agama Allah. Hubungan fitrah dengan agama Allah tidak bertentangan akan tetapi saling melengakapi.
Di samping itu,dalil-dalil lain yang dapat diinterprestasikan untuk mengartikan fitrah yang mengandung kecenderungan yang netral, ialah yang artinya sebagai berikut:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu  tidaklah kamu mengetahui sesuatu apapun dan ia menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan, dan hati. (Al Qur’an Al Karim surat An-Nahl ayat 78).
            Dalam suatu hadis sahih yang di riwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim yang terjemahannya sebagai berikut:
“Tidak ada seorang anakpun yang dilahirkan, kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah (beragama Islam) maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi”. (H.R Muslim dari Abu Hurairah).
Dari hadis tersebut,di jelaskan  bahwa setiap anak lahir dalam keadaan  fitrah. Kedua orang tuanyalah yang memungkinkan ia menjadi yahudi, nasrani, atau majusi. Hadis itu mengisyaratkan bahwa sejak lahir manusia sudah di bekali potensi yang di sebut fitrah. Fitrah adalah istilah dari bahasa arab yang berarti tabiat suci/baik yang khusus di ciptakan oleh Tuhan untuk manusia.
Selain dalil-dalil dari Al-Qur’an di sebutkan juga beberapa pendapat tentang pengertian fitrah menurut beberapa ahli.Menurut Dr. Moh. Fadhil Al-Djamaly, firman Allah di atas menjadi petunjuk bahwa kita harus melakukan usaha pendidikan aspek eksternal. Dan dengan kemampuan yang ada dalam diri manusia yang menumbuhkan dan mengembangkan keterbukaan diri terhadap pengaruh eksternal yang bersumber dari fitrah itulah maka pendidikan secara operasional adalah bersifat hidayah (menunjukkan).
            Menurut Al-Auza’iy, fitrah adalah kesucian dalam jasmani dan rohani.[2] Pendapat ini di dukung dengan adanya hadist nabi yang terjemahannya sebagai berikut:
“Lima macam dalam kategori kesucian yaitu khitanan, memotong rambut, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak”. (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah).[3]
            Sedangkan pengertian fitrah menurut Al Ghazali adalah suatu sifat dari dasar manusia yang di bekali sejak lahirnya dengan memiliki keistimewaan sebagai berikut[4]:
1.      Beriman kepada Allah
2.      Kemampuan dan kesediaan untuk menerima kebaikan dan keburukan atas dasar kemampuan untuk menerima pendidikan dan pengajaran.
3.      Dorongan ingin tau untuk mencari hakikat kebenaran yang merupakan daya untuk berpikir.
4.      Dorongan biologis yang berupa syahwat dan insting
5.      Kekuatan-kekuatan lain dan sifat-sifat manusia yang dapat di kembangkan dan di sempurnakan.
Secara umum pemaknaan fitrah dalam al Qur’an dapat dikelompokkan setidaknya dalam empat makna: [5]
1.      Proses penciptaan langit dan bumi.
2.      Proses penciptaan manusia.
3.      Pengaturan alam semesta dan isinya secara serasi dan seimbang.
4.      Pemaknaan pada agama Allah sebagai acuan dasa dan pedoman bagi manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa fitrah merupakan semua bentuk potensi yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada manusia semenjak proses penciptaannya di alam rahim guna kelangsungan hidupnya di atas dunia yang perlu dikembangkan untuk mencapai perkembangan yang sempurna melalui bimbingan dan latihan.
B.     Macam-Macam Fitrah
Sebagai mana telah dijelaskan diatas bahwa fitrah mengacu kepada potensi yang dimiliki manusia. Potensi itu diantaranya yaitu,
1.      Potensi beragama
Perasaan keagamaan adalah naluri yang dibawa sejak lahir bersama ketika manusia dilahirkan. Manusia memerlukan keimanan kepada zat  tertinggi yang Maha Unggul di luar dirinya dan dan diluar dari alam benda yang dihayati olehnya. Naluri beragama mulai tumbuh apabila manusia dihadapkan pada persoalan persoalan yang melingkupinya.
Akal akan menyadari kekerdilannya dan mengakui akan kudratnya yang terbatas. Akal akan insaf bahwa kesempurnaan ilmu hanyalah bagi pencipta alam jagat raya ini, yaitu Allah. Islam bertujuan merealisasikn penghambaan sang hamba kepada Tuhannya saja. Memberantas perhambaan sesame hamba Tuhan. Insan dibawa menyembah kehadirat Allah penciptanya dengan tulus ikhlas tersisih dari syirik atau sebarang penyekutuannya.
2.      Kecenderungan moral
Kecenderungan moral erat kaitannya dengan potensi beragama. Ia mampu untuk membedakan yang baik dan buruk. Atau yang memiliki hati yang dapat mengarahkan kehendak dan akal. Apabila dipandang dari pengertian fitrah seperti di atas, maka kecenderungan moral itu bisa mengarah kepada dua hal sebagaimana terdapat dalam surat Asy-Syam ayat 7 yang artinya sebagai berikut:
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)  dan ketakwaannya.
3.       Manusia bersifat luwes, lentur (fleksible).
 Manusia mampu dibentuk dan diubah. Ia mampu menguasai ilmu pengetahuan, menghayati adatadat, nilai, tendeni atau aliran baru. Atau meninggalkan adat, nilai dan aliran lama, dengan cara interaksi social baik dengan lingkungan yang bersifat alam atau kebudayaan. Allah berfirman tentang bagaimana sifat manusia yang mudah lentur, terdapat dalam surat Al Insan ayat 3 yang artinya sebagai berikut:
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.
4.      Kecenderungan bermasyarakat
Manusia juga memiliki kecendrungan bersosial dan bermasyarakat.
Menurut Ibnu Taimiyah, dalam diri manusia setidaknya terdapat tiga potensi (fitrah), yaitu:
a.       Daya intelektual (quwwat al-‘aql), yaitu potensi dasar yang memungkinkan manusia dapat membedakan nilai baik dan buruk. Dengan daya intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan meng-Esakan Tuhannya.
b.      Daya ofensif (quwwat al-syahwat), yaitu potensi dasar yang mampu menginduksi obyek-obyek yang menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah secara serasi dan seimbang.
c.       Daya defensif (quwwat al-ghadhab) yaitu potensi dasar yang dapat menghindarkan manusia dari segala perbuatan yang membahayakan dirinya. Namun demikian, diantara ketiga potensi tersebut, di samping agama – potensi akal menduduki posisi sentral sebagai alat kendali (kontrol) dua potensi lainnya. Dengan demikian, akan teraktualisasikannya seluruh potensi yang ada secara maksimal, sebagaimana yang disinyalir oleh Allah dalam kitab dan ajaran-ajaranNya. Penginkaran dan pemalsuan manusia akan posisi potensi yang dimilikinya itulah yang akan menyebabkannya melakukan perbuatan amoral.
Menurut Ibnu Taimiyah membagi fitrah manusia kepada dua bentuk, yaitu:
a)      Fitrah al gharizat
Merupakan potensi dalam diri manusia yang dibawanya sejak lahir. Bentuk fitrah ini berupa nafsu, akal, dan hati nurani. Fitrah (potensi) ini dapat dikembangkan melalui jalan pendidikan.
b)      Fitrah al munazalat
Merupakan potensi luar manusia. Adapun fitrah ini adalah wahu ilahi yang diturunkan Allah untuk membimbing dan mengarahkan fitrah al gharizat berkembang sesuai dengan fitrahnya yang hanif. Semakin tinggi interaksi antara kedua fitrah tersebut, maka akan semakin tinggi pula kualitas manusia.
Dari semua penjelasan mengenai potensi manusia, tampak jelas bahwa lingkungan sebagai faktor eksternal. Lingkungan ikut mempengaruhi dinamika dan arah pertumbuhan  fitrah manusia. Semakin baik penempaan fitrah yang dimiliki manusia, maka akan semakin baiklah kepribadiannya. Demikian pula sebaliknya, penempaan dan pembinaan fitrah yang dimiliki tidak pada fitrahnya maka manusia akan tergelincir dari tujuan hidupnya. Untuk itu salah satu pembinaan fitrah dengan pendidikan.
C.    Faktor yang Memengaruhi Fitrah
Aspek-aspek fitrah merupakan komponen dasar bersifat dinamis, responsive terhadap pengaruh linkungan sekitar, termasuk pengaruh pendidikan. Komponen- komponen dasar tersebut meliputi :
1.      Bakat, merupakan suatu kemampuan pembawaan yang potensial mengacu kepada perkembangan kemampuan akademis (ilmiah) dan keahlian (profesionla) dalam berbagai bidang kehidupan. Bakat ini berpangkal pada kemampuan kopmisi (daya cipta), konasi (kehendak), dan emosi yang disebut dengan tri kotomi (tiga kekuatan kemampuan rohani manusia). Masing-masing kekuatan rohani berperan.
2.      Insting (ghorizah), adalah kemampuan berbuat atau bertingkah tanpa melalui proses belajar. Kemampuan insting tersebut merupakan pembawaan sejak lahir juga. Dalam psikologi pendidikan kemampuan ini termasuk kapabilitas yaitu kemampuan berbuat sesuatu dengan melalui proses belajar. Jenis-jenis tingkah laku manusia :
a.       Melarikan diri karena perasaan takut
b.      Menolak Karena jijik
c.       Ingin tahu karena takjub sesuatu
d.      Melawan karena kemarahan
e.      Menonjolkan diri karena adanya harga diri.
3.      Nafsu dan dorongan-dorongannya. Nafsu dalam kajian tasawuf dibagi menjadi 4 poin :
a.       Nafsu Mutmainnah yang mendorong kepada taat kepada allah;
b.      Nafsu Lawwamah yang mendorog kearah perbuatan merendahkan orang lain;
c.       Nafsu Amarah yang mendorong kearah perbuatan yang merusak;
d.      Nafsu Birahi yang mendorong kearah perbuatan seksual.
4.      Karakter atau tabiat manusia merupakan kemampuan psikologi yang dibawa sejak kelahirannya. Karakter ini berkaitan dengan tingkah laku moral dan social serta etis seseorang. Karakter terbentuk kekuatan dalam diri manusia, bukan terbentuk dari dunia luar. Karakter erat hubungannya degan personalits (kepriadian seseorang). Oleh karena itu tidak bisa dibedakan dengan jelas.
5.      Hereditas atau keturunan merupakan factor kemampuan dasar yang mengandung cirri-ciri psikologis dan fisiologis yang diturunkan atau diwariskan oleh orang tua baik dalam garis yang telah jauh.
6.      Intuisi adalah kemampuan psikologis manusia untuk menerima ilham tuhan. Intuisi menggerakkan hati nurani manusia yang membimbingnya kearah perbuatan dalam situasi khusus diluar kesadaran akal pikirannya. Namun mengandung makna yang bersifat konstruktif bagi kehidupannya. Intuisi biasanya diberikan tuhan kepada orang yang bersih jiwanya. Intuisi lebih banyak dirasakan sebagai getaran hati nurani yang untuk berbuat sesuatu yang amat khusus.
D.    Fitrah Manusia dari Perspektif Beberapa Agama
1.    Agama Islam
Manusia pertama yang dihidupkan di atas muka bumi ini oleh Allah SWT ialah Adam AS. Dalam  Islam,  manusia  dikatakan  berasal  daripada  tanah  dan roh  di  mana  unsur  jasad  dan  roh  telah  disatukan  untuk memberi nyawa kepada Adam AS. Zuriat bagi keturunan Adam AS pula bermula daripada nutfah. Nutfah bermaksud percantuman air mani lelaki di dalam rahim wanita. Iaitu  percantuman daripada ovum dan sperma dimana dalam berjuta-juta sperma  lelaki,  sperma yang terkuat sahaja akan dapat memasuki ke dalam ovum wanita.  Proses  ini  juga  juga  di  kenali  sebagai  survival  of the  fittest. Dengan demikian dari pendapat di atas, dapat di ketahui bahwa agama islam lebih menekankan pada proses penciptaan manusia. 
2.    Agama Hindu
Dalam  agama  Hindu  pada  umumnya,  konsep  yang dipakai adalah monoteisme.  Konsep tersebut dikenal sebagai filsafat Adwaita Wedanta yang bererti "tak ada duanya". Konsep ketuhanan dalam agama monoteistik lainnya, Adwaita Wedanta menganggap  bahawa Tuhan merupakan  pusat  segala  kehidupan di  alam  semesta, dan  dalam  agama Hindu, Tuhan dikenal dengan sebutan Brahman. Brahman merupakan  pencipta  sekaligus  pelebur alam semesta. Brahman berada dimana-mana dan  mengisi  seluruh alam semesta.  Brahman  merupakan  asal  mula  dari  segala  sesuatu yang ada di dunia.  Segala  sesuatu  yang  ada  di  alam  semesta  tunduk kepada Brahman tanpa kecuali. Menurut pendapat dari agama hindhu, fitrah lebih menekankan pada proses pengaturan alam semesta dan Tuhan (Brahman) yang mengaturnya.
3.    Agama Budha:
Konsep  tentang  kejadian  bumi  dan  manusia  menurut Buddha Dhamma agak unik.   Di alam semesta ini bukan  hanya ada bumi ini. Telah banyak bumi yang muncul dan hancur (kiamat).  Manusia  yang  muncul  pertama  kali  di  bumi  kita  ini tidak  seorang,  tetapi  banyak,  dan  mereka  muncul bukan kerana kemahuan satu makhluk tertentu. Di  dalam  Agama  Sutta,  Digha  Nikaya,  Sutta  Pitaka, Tipitaka, dapat dibaca bahawa bumi kita ini semuanya terdiri dari air dan gelap gelita.
4.    Buddha
Makhluk-makhlukpun tidak dibedakan lelaki atau perempuan. Namun, mereka  memiliki tubuh yang bercahaya dan hidup melayang-layang di angkasa. Setelah waktu  lama sekali, tanah dengan sarinya muncul  dari  dalam  air  dan  rasanya  seperti  madu tawon mumi. Makhluk-makhluk yang serakah (tamak) mulai mencicipi tanah itu, dan tergiur akan sari tersebut. Makhluk-makhluk yang lain juga mengikuti. Akibat  kelakuannya itu, maka cahaya tubuh mereka lenyap, dan tampaklah matahari, bulan, bintang.
Setelah  masa  yang  lama sekali,  tubuh  mereka memadat dan bentuknya ada yang indah dan ada yang buruk sesuai dengan takaran mereka makan sari tanah. Mereka  yang  indah memandang rendah kepada orang yang bentuk tubuhnya jelek. Lama kelamaan  sari  tanah pun lenyap dan muncullah tumbuhan dari tanah. Sementara mereka sombong dan bongkak, tumbuhan ini lenyap dan muncul tumbuhan menjalar, dan demikian  seterusnya  setelah tumbuhan menjalar lenyap, muncullah tanaman padi. Setelah waktu yang lama  sesuai dengan takaran mereka makan, maka tubuh mereka lebih memadat dan perbedaan bentuknya tampak lebih jelas. Dari kaca mata agama budha,lebih menjelaskan tentang proses kejadian langit dan bumi serta proses kejadian manusia.
5.    Agama Kristianai:
Kejadian manusia (Adam) menurut Pentateuch (Torah) Dalam Kitab Genesis,  didapati  manusia  bukan  ciptaan Tuhan yang pertama. Jika dirujuk teliti di dalam Kitab Genesis, didapati manusia bukan ciptaan Tuhan yang pertama. Secara umum, proses  kejadian makhluk sebagaimana yang  diuraikan dalam Kitab Genesis merangkumi enam hari. 
Hari pertama Tuhan mencipta siang dan malam. Hari kedua tuhan mencipta air. Hari ketiga Tuhan mencipta tumbuhan. Hari keempat Tuhan mencipta makhluk-makhluk di daratan dan juga di lautan. Hari kelima Tuhan mencipta bintang di angkasa. Pada hari  keenam, Tuhan mencipta manusia sebagaimana yang diungkapkan di dalam Genesis (1:26): “The God said, “Let Us make humankind in our image, according to our  likeness  and let them have dominion over the fish of the sea and over the birds of  the air and over  the cattle and over all the wild animals of  the earth and over every creeping things that creeps upon earth”. Sedangkan pendapat dari agama kristiani, lebih menekankan pada penciptaan manusia.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Fitrah merupakan semua bentuk potensi yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada manusia semenjak proses penciptaannya di alam rahim guna kelangsungan hidupnya di atas dunia yang perlu dikembangkan untuk mencapai perkembangan yang sempurna melalui bimbingan dan latihan.
B.      Saran
Sesungguhnya setiap orang mempunyai potensi yang berbeda, tinggal bagaimana diri kita mengaplikasikan potensi tersebut agar menjadi hal yang bermanfaat bagi perkembangan diri kita dan lingkungan sekitar.


                [1] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudlu’l atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1996), cet. III, hlm. 284.
                [2] Ibnu Abdillah Muhammad bin Ahmad Anshori Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qutubi, (Cairo: Darus Sa’ab), hlm. 5106.
                [3]  Muhaimin dan Abdul  Mujib,  Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung:  Trigenda Karya,  1993), hlm.  13.
                [4]  Imam Banawi, Segi-Segi Pendidikan Islam, (Surabaya:  Al Ikhlas, 1987), hlm. 216-217.
                [5] Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikira Pendidikan Islam, (Jakarta: Media Pratama,2001), hlm. 73.

1 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More