BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada
dasarnya Fitrah manusia telah mengenal Allah, baik dalam pengertian awam (umum)
maupun dalam arti khosh (khusus).
Yang dimaksud mengenal Allah ialah pengenalan eksistensi Allah atau iman kepada
Allah yang masih bersifat sangat mendasar. Dengan kata lain, tauhid merupakan
keyakinan yang paling dasar untuk diajarkan kepada setiap manusia sebelum lebih
jauh menjalar pada aspek-aspek lain dalam beragama.
Menurut
M. Husaini, Keesaan Allah (tauhid) adalah mempercayai satu realitas. Dalam
pengertian ini merujuk kepada mempercayai keesaan Allah.[1]
Seorang Muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar
Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar. Serta merupakan
salah satu syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan
tuntunan Rasulullah SAW.
Dalam
menapaki hidup seorang yang mengaku Muslim tentu ia sudah memiliki pedoman
hidup yakni al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu menjadi sangat berguna sekali
apabila setiap Muslim memahami pedoman manusia yang telah diturunkan oleh Allah
SWT tersebut. Allah telah menciptakan manusia sebaik-baik manusia, sebagaimana
ditegaskan dalam surah at-Tiin ayat 4.
Pengakuan
Keesaan seorang Muslim kepada Tuhannya, akan berdampak positif. Begitupun
sebaliknya, jika seseorang tak mengakui adanya Keesaan Allah maka ia akan
terjerumus ke dalam jurang kehinaan. Islam sangat memberikan kebebasan dalam
berkarya, akan tetapi tetap dibatasi aturan syariat. Dalam Islam ketuhanan
hanya dikenal ahad (tunggal) sehingga ketika seseorang yang mengaku muslim maka
ia harus memahami ketauhidannya terhadap Allah SWT.
Sekarang
dunia sudah berkembang, atau dikenal dengan dunia modern ini. Banyak masyarakat
yang menuhankan sesuatu yang tidak pantas. Menuhankan disini maksudnya adalah
mengharapkan kepada sesuatu yang tidak berhak untuk disembah. Untuk itu, pada
kesempatan kali ini penulis akan mengulas tentang bagaimana penuhanan seseorang
kepada selain Allah karena minimnya dasar ketauhidan yang dimiliki.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan paparan
pada latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam pembahasan
ini adalah:
1.
Bagaimana pengertian dan ruang lingkup tauhid ?
2.
Bagaimana fenomena korupsi yang ada ?
3.
Bagaimana Pengaruh Ketauhidan terhadap Fenomena Korupsi
di Indonesia ?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Secara
teoritis
Secara teoritis,
tujuan dari penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai khazanah
pengetahun Islam yang dapat dijadikan bahan baca,
rujukan, atau referensi tambahan dalam kegiatan.
2.
Secara praktis
Hasil yang akan
diperoleh nanti secara praktis diharapkan bermanfaat bagi penulis sendiri,
masyarakat, maupun lembaga terkait, yaitu:
a.
Bagi penulis, adalah mengembangkan pemahaman penulis
dalam menambah pengetahuan khususnya dalam memahami ketauhidan.
b.
Bagi masyarakat, dengan adanya tulisan ini nanti
diharapkan masyarakat bisa memahami ketauhidan secara menyeluruh
c.
Bagi lembaga terkait, berguna sebagai bahan masukan dan
sumbangan pemikiran agar di dalam memimpin umat terarah, terkontrol, terbimbing
lebih baik terutama dalam membentuk generasi rabbani.
D.
Ruang
Lingkup Pengkajian
Adapun
ruang lingkup pengkajian karya tulis ini adalah lebih kepada kajian kepustaakan
baik yang bersumber dari buku, artikel, dan lain-lain yang mendukung dalam hal
penulisan karya tulis ini.
E.
Sistematika
Penulisan
Sistematika
penulisan pada makalah ini cenderung fokus kepada nilai-nilai ketauhidan dalam surah
al-Ikhlas:1-4 yang diuraikan atau pun diterapkan dengan kondisi sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tauhid dan Ruang Lingkupnya
Dari segi bahasa
‘mentauhidkan sesuatu’ berarti ‘menjadikan sesuatu itu esa’. Dari segi syari’
tauhid ialah ‘mengesakan Allah didalam perkara-perkara yang Allah sendiri
tetapkan melalui Nabi-nabi-Nya yaitu dari segi Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ Was Sifat’. Dalam al-Qur’an dijelaskan:
ôs)s9ur
$uZ÷Wyèt/
Îû
Èe@à2
7p¨Bé&
»wqߧ
Âcr&
(#rßç6ôã$#
©!$#
(#qç7Ï^tGô_$#ur
|Nqäó»©Ü9$#
( 4 ...
“dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut...” (QS.
An-Nahl 16:36)
Menurut
Syaikh Muhammad Abduh, Ilmu Tauhid ialah Ilmu yang membahas tentang wujud
Allah, sifat-sifat yang wajib, jaiz dan mustahil bagi Allah. Juga membahas
tentang Rasul-rasul Allah untuk menetapkan risalahnya, apa yang wajib atas
dirinya, hal-hal yang jaiz serta yang terlarang (mustahil).[2]
Sedangkan menurut Ibnu
Khaldun menjelaskan, Ilmu Tauhid merupakan ilmu yang berisi alasan-alasan
mempertahankan kepercayaan dengan menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan, baik
dalil naqli, aqli maupun wijdani (perasaan halus), dengan pokok pembahasan
tentang ke-esaan Allah yang merupakan asas pokok ajaran Islam.[3]
Ulama membagi ketauhidan menjadi beberapa peringkat, yaitu sebagai berikut[4]:
1. Tauhid
dalam Zat Allah
Maksudnya ialah bahwa
Allah SWT adalah Esa, tidak ada yang menyamai-Nya, dan tak ada padanan
bagi-Nya.[5]
Sebagaiman Allah SWT berfirman dalam surah al-Ikhlas:1-4, yang artinya:
(1). Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha
Esa. (2). Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (3).
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, (4). Dan tidak ada seorangpun
yang setara dengan Dia.”
Jelaslah ayat di atas menjadikan bahwa Allah SWT Maha Tunggal tidak ada yang menyamainya.
Jelaslah ayat di atas menjadikan bahwa Allah SWT Maha Tunggal tidak ada yang menyamainya.
2.
Tauhid dalam Penciptaan
Yang dimaksud dengan
hal ini adalah “pencipta yang sebenarnya” dalam wujud alam semesta ini selain
Allah, dan tidak ada pelaku yang bertindak sendiri dan merdeka sepenuhnya
selain Allah. Bahwa Allah SWT menciptakan alam semesta ini baik binatang, bumi,
gunung, manusia, hewan, malaikat, jin, petir, tumbuh-tumbuhan, dan segala yang
ada di alam semesta ini.
3. Tauhid
dalam Hal Rububiyah.
Maksudnya adalah bahwa
alam raya ini diatur oleh pengelola (mudabbir), pengendali tunggal, tak
disekutui oleh siapa dan apapun dalam pengeleolaan-Nya.
4. Tauhid
dalam Penetapan Hukum dan Perundang-Undangan
Bahwa kehidupan sosial
manusia memerlukan penetapan hukum dan perundang-undangan yang mengatur segala
hal masyarakat dalam setiap kondisinya. Oleh karena itu tak seorang berakal pun
meragukan hal tersebut. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali Hanya (menyembah) nama-nama
yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu
keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah.
dia Telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang
lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Yusuf: 40).
5. Tauhid
dalam Hal Ketaatan
Maksudnya adalah
tiadanya siapapun yang wajib ditaati secara mutlak kecuali Allah SWT. Dialah
satu-satunya yang wajib dipatuhi perintah-perintah-Nya. Sebagaiman firman Allah
SWT.
(#qà)¨?$$sù
©!$#
$tB
÷Läê÷èsÜtFó$#
(#qãèyJó$#ur
(#qãèÏÛr&ur
(#qà)ÏÿRr&ur
#Zöyz
öNà6Å¡àÿRX{
3 `tBur
s-qã
£xä©
¾ÏmÅ¡øÿtR
y7Í´¯»s9'ré'sù
ãNèd
tbqßsÎ=øÿçRùQ$#
ÇÊÏÈ
“Maka
bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah
dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. dan Barangsiapa yang dipelihara
dari kekikiran dirinya, Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung. ”(QS.
At-Thaghobun:16)
6. Tauhid
dalam Hal Kekuasaan Pemerintahan
Tak seorang pun yang
waras akalnya meragukan bahwa adanya pemerintahan yang menguasai Negara
merupakan kebutuhan alami demi menjaga ketertiban masyarakat, memajukan
kebudayaan dan peradaban, serta menjelaskan setiap individu tentang kewajiban,
tugas dan hak masing-masing.
7. Tauhid
dalam Ibadah
Maksudnya adalah
ditujukannya ibadah hanya kepada Allah SWT semata. Hal ini merupakan yang disepakati
oleh seluru kaum Muslimin. Tak seorang pun berbeda pendapat, baik di masa lalu
maupun sekarang. Seorang tidak dapat disebut sebagai Muslim sebelum mengakui
pokok yang sangat penting ini.
B.
Fenomena Korupsi
Korupsi
bukanlah hal yang baru kita dengar dalam kehidupan sosial bermasyarakat, dimana
sangat mencerminkan mentalitas serta karakter kita yang disebabkan oleh banyak faktor.[6]
Bahkan mungkin telah ada sejak awal sejarah manusia kecuali pada masa yang
sangat primitif dimana secara konsep perilaku
belum dikenal meskipun gejalanya bisa saja sudah ada.
Korupsi
secara historis merupakan konsep dan perilaku menyimpang secara hukum, ketika
secara sosial, budaya, dan politik telah terjadi pemisahan antara kepentingan
pribadi dengan kepentingan publik, yang diikuti dengan perasaan berhak atas
keistimewaan (dengan dukungan diam-diam dari rakyat) maka terdapat
kecenderungan untuk melihat bahwa pemanfaatan berbagai sumber daya finansial
dan non finasial untuk kepentingan pribadi sebagai hal yang wajar
Mengutip
pernyataan perdana Menteri Malaysia bahwa ia menyatakan Negara-Negara Islam
ternyata merupakan Negara yang paling banyak melakukan korupsi. Sulitnya
membrantas korupsi membuat pemerintahan bobrok yang akhirnya berdampak pada
kemiskinan. Korupsi adalah suatu jenis perampasan terhadap harta kekayaan
rakyat dan negara dengan cara memanfaatkan
jabatan demi memperkaya diri.
Hal ini terjadi
seperti di Negara tercinta Indonesia. Dibantah atau tidak, korupsi memang
dirasakan keberadaannya oleh masyarakat. Ibarat penyakit, korupsi telah
menyebar luas ke seantero negeri. Terlepas dari
itu semua, korupsi apa pun jenisnya merupakan perbuatan yang haram. Nabi saw.
menegaskan: “Barang siapa yang merampok
dan merampas, atau mendorong perampasan, bukanlah dari golongan kami (yakni
bukan dari umat Muhammad saw.)” (HR Thabrani dan al- Hakim).
C. Dasar Ketauhidan dan Relevansinya dengan
Fenomena Korupsi
Di
dalam Al-Qur’an term ketauhidan banyak disinggung sebagaimana yang ada berikut
ini:[7]
1. Allah
Maha Esa: An-nisa: 171.
“Wahai ahli kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu,dan
janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al
Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan)
kalimat-Nyayang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh
dari-Nya.. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah
kamu mengatakan: “(Tuhan itu) tiga”, berhentilah (dari Ucapan itu). (itu) lebih
baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari
mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya.
cukuplah Allah menjadi Pemelihara.”
2. Tamsil
tentang keesaan Allah: ar-Ruum:28
“Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. apakah ada
diantara hamba-sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam
(memiliki) rezeki yang Telah kami berikan kepadamu; Maka kamu sama dengan
mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu, kamu takut kepada mereka
sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? Demikianlah kami jelaskan
ayat-ayat bagi kaum yang berakal.”
Sahabat Ibnu Abbas
r.a. menceritakan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki
dari kalangan kabilah Quraisy yang telah membeli seorang sahaya wanita
penyanyi. Juwaibir mengetengahkan sebuah hadis melalui sahabat Ibnu Abbas r.a.
yang menceritakan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Nadhr bin Harits;
ia membeli seorang sahaya perempuan penyanyi. Nadhr adalah orang yang paling
tidak suka mendengar orang masuk Islam, setiap ia mendengar ada orang mau masuk
Islam, pastilah ia mengajak orang itu kepada penyanyinya, lalu ia memerintahkan
kepada penyanyinya, “Berilah ia makan dan minum, kemudian sajikanlah
nyanyian-nyanyianmu kepadanya. Hal ini lebih baik daripada apa yang diserukan
Muhammad kepadamu, yaitu salat, puasa dan kamu berani mengorbankan jiwamu demi
membela agamanya.”
3.
Ayat paling utama dalam hal Tauhid (keesaan Allah):
al-Ikhlas 1-4
ö@è%
uqèd
ª!$#
îymr&
ÇÊÈ ª!$#
ßyJ¢Á9$#
ÇËÈ öNs9
ô$Î#t
öNs9ur
ôs9qã
ÇÌÈ öNs9ur
`ä3t
¼ã&©!
#·qàÿà2
7ymr&
ÇÍÈ
(1).
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. (2). Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (3). Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan, (4). dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Asbabun Nuzul ayat
ini adalah: Dalam suatu riwayat dikemukkan bahwa kaum musyirikn meminta
penjelasan tentang-tentang sifat-sifat Allah kepada Rasulullah SAW, dengan
berkata “jelaskan kami sifat-sifat Rabb-mu” sebagaimana diriwayatkan oleh
at-Tirmidzi, al-Hakim da Ibnu Khuzaimah, dari Abul ‘Aliyah yang bersumber dari
Ubay bin Ka’ab diriwayatkan pula at-Thabarani dan Ibn Jarir, yang bersumber dari
Jabir bin Abdillah. Kemudian turunlah surah al-Ikhlas:1-4.
Dalam riwayat lain
dikemukakan bahwa beberap orang Yahudi di antaranya Ka’ab bin al-Asyraf dan
Hayy bin Akhtab, menghadap Nabi SAW, meraka berkata “Hai Muhammad, lukiskan
sifat-sifat Rabb yang mengutusmu. Kemudian turunlah surah al-Ikhlas:1-4
(diriwayatkan oleh ibn Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas, diriwayatkan
pula oleh ibn jarir yang bersumber dari qatadah. Dan diriwayatkan pula oleh
ibnul mundzi ryang bersumber dari sa’id bin jubai. Berdasarkan ini dapatlah
ditegaskan bahwa surat ini Madaniyah.[8]
Penuhanan selain Allah
Tauhid
dalam ibadah, serta pembebasan diri dari belenggu kemusyrikan dan keberhalaan,
merupakan hal terpenting di antara ajarang-ajaran agama samawi. Sangat sulit memberikan
uraian tentang akar-akar keberhalaan ataupun menuhankan sesuatu yang tidak
layak, asal penyimpangan akidah ini, serta pertumbuhannya di kalangan manusia.
Apalagi permasalahan yang kini di Indonesia komplit sekali. Ketauhidan dalam
segala sesuatu adalah hanya kepada Allah lah semua batasan hakiki, tidak dapat
ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu ketika dalam diri seseorang hanya satu
kesatuan dengan Rabbnya maka ia tidak akan melakukan penyimpangan dari aturan
agama.
Berbicara
tentang penerapan ketauhidan, dalam tulisan ini penulis menyoroti karakter
manusia yang menuhankan materi semata, artinya demi mencari materi ataupun
akibat takut dengan atasan menyebabkan seseorang lalai dengan aturan yang telah
disyariatkan oleh agama, salah satunya adalah korupsi.
Korupsi ialah menyalahgunakan atau menggelapkan uang/ harta kekayaan umum (negara, rakyat atau orang banyak) untuk kepentingan pribadi. Praktik korupsi biasanya dilakukan oleh pejabat yang memegang suatu jabatan pemerintah.
Korupsi ialah menyalahgunakan atau menggelapkan uang/ harta kekayaan umum (negara, rakyat atau orang banyak) untuk kepentingan pribadi. Praktik korupsi biasanya dilakukan oleh pejabat yang memegang suatu jabatan pemerintah.
Banyak
persoalan yang terjadi di tubuh bangsa ini akibat lemahnya Tauhid dan kuatnya
ke-syirikan di tengah-tengah kita. Korupsi yang telah menggoyahkan negeri ini
misalnya, jelas-jelas merupakan fenomena lemahnya Tauhid para pelakunya.
Buktinya, para koruptor lebih takut kepada makhluk daripada Allah Azza wa
Jalla. Para koruptor itu lebih takut kepada ancaman hukuman dunia daripada
adzab Allah di akhirat. Para koruptor itu lebih takut kepada pengawasan dan
penyadapan aparat daripada pengawasan Allah, kemudian pencatatan para malaikat
Allah yang tak pernah berhenti sekejap pun!
Seandainya
Tauhid kita kuat dan benar, maka sebesar apapun peluang untuk melakukan
kemaksiatan di hadapan kita tak akan menggoyahkan hati, karena di hati ini
telah terhunjam rasa takut yang jauh lebih besar hanya kepada Allah. Dalam
pikiran kita selalu terbayang betapa beratnya saat-saat pertanggungjawaban di
hadapan Allah nanti. Jiwa ini selalu mengingat betapa mengerikannya siksa Allah
di dalam neraka Jahannam, wana’udzu
billahi min dzalik.
Meskipun meyakini adanya
Tuhan adalah masalah fitri yang tertanam dalam diri setiap manusia, namun
karena kecintaan mereka kepada dunia yang berlebihan sehingga mereka disibukkan
dengannya, mengakibatkan mereka lupa kepada Sang Pencipta dan kepada jati diri
mereka sendiri, yang pada gilirannya cahaya fitrah mereka redup atau bahkan
padam.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan yang telah dibahas pada bab-bab di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa “Penerapkan Aspek Ketauhidan Dalam Konsep Pendidikan Islam
(Telaah Surah Al-Ikhlas 1-4)” adalah sebagai berikut:
1. Dalam
beribadah hanya kepada Allah SWT semata;
2. Menuhankan
sesuatu selain Allah berarti telah menduakan-Nya;
3. Terjadinya
gejala sosial pemerintahan menyebabkan terjadinya penyelewenangan kekuasaan
diantaranya terjadi korupsi;
4. Terjadinya
korupsi dikarenakan kurangnya ketauhidan dalam diri seseorang.
B.
Saran
Berdasarkan
dari kesimpulan di atas, maka penulis menyampaikan saran sebagai berikut: Dengan
adanya makalah ini dapat memberikan kontribusi buat perkembangan ilmu
pengetahuan di masa akan datang. Penulis harapkan lebih mengenal ketauhidan
secara utuh sehingga senantiasa taat dalam menjalankan aturan agama.
Dengan
berakhirnya makalah yang dibuat ini, kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini terdapat kesalahan dan kekurangan, untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini dan
berikutnya. Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi para pemakalah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Online
A.
Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam),
Jakarta: PT Bulan Bintang, 1962.
A.
Nasir, Sahilun, Pemikiran Kalam (Teologi
Islam), Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Dahlan,
H. A. A dan M. Zaka Al-Fairisi, Asbabul
Nuzul (Latar Belakang Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an), Bandung: CV
Diponegoro.
file:///d:/kalam/sosial_budaya%20dan%20korupsi%20_%20budaya%20korupsi%20dalam%20pengaruh%20kehidupan%20sosial%20bermasyarakat.htm.
Husaini
Beheshti, Muhammad, Metafisika Al-Qur’an:
Menangkap Intisari Tauhid, Bandung: Mizan Media Utama, 2003.
N.
A. Baiquni, dkk., Indeks Al-Qur’an: Cara Mencari Ayat Al-Qur’an, Surabaya:
Arkola, 1996.
Qaradhawi,
Yusuf, Allah Sang Wujud: Hakikat atas Entitas Ciptaan-Nya, Surabaya.
Risalah Gusti, 2004.
Shihab,
M. Quraisy, Tafsir
Al-Qur’an Al-Karim Tafsir Atas Surat-Surat Pendek Berdasarkan Turunnya Wahyu,
Bandung: Pustaka Hidayah, 1997.
Subhani,
Syaikh Ja’far, Tauhid dan Syirik,
Bandung: Anggoya IKAPI, 1996.
[1] Muhammad Husaini Beheshti, Metafisika Al-Qur’an: Menangkap Intisari
Tauhid, (Bandung: Mizan Media Utama, 2003), hlm. 75.
[2] Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta:
Rajawali Pers, 2010), hlm. 1.
[3] A. Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1962), hlm.
3.
[4] Syaikh Ja’far Subhani, Tauhid dan Syirik (Bandung: Anggoya IKAPI, 1996), hlm. 14-29.
[5]
Ja’far Subhani, Tauhid dan Syirik, hlm. 14.
[6]file:///d:/kalam/sosial_budaya%20dan%20korupsi%20_%20budaya%20korupsi%20dalam%20pengaruh%20kehidupan%20sosial%20bermasyarakat.htm,
diakses 25 juni 2014.
[7] N. A. Baiquni, dkk., Indeks Al-Qur’an: Cara Mencari Ayat
Al-Qur’an, (Surabaya: Arkola, 1996), hlm. 76.
[8] H. A. A Dahlan dan M. Zaka
Al-Fairisi, Asbabul Nuzul (Latar Belakang
Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an), (Bandung: CV Diponegoro), hlm. 689-690.
0 komentar:
Post a Comment