Sunday, March 15, 2015

Fenomena Korupsi di Indonesia




BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada dasarnya Fitrah manusia telah mengenal Allah, baik dalam pengertian awam (umum) maupun dalam arti khosh (khusus). Yang dimaksud mengenal Allah ialah pengenalan eksistensi Allah atau iman kepada Allah yang masih bersifat sangat mendasar. Dengan kata lain, tauhid merupakan keyakinan yang paling dasar untuk diajarkan kepada setiap manusia sebelum lebih jauh menjalar pada aspek-aspek lain dalam beragama.
Menurut M. Husaini, Keesaan Allah (tauhid) adalah mempercayai satu realitas. Dalam pengertian ini merujuk kepada mempercayai keesaan Allah.[1] Seorang Muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar. Serta merupakan salah satu syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
Dalam menapaki hidup seorang yang mengaku Muslim tentu ia sudah memiliki pedoman hidup yakni al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu menjadi sangat berguna sekali apabila setiap Muslim memahami pedoman manusia yang telah diturunkan oleh Allah SWT tersebut. Allah telah menciptakan manusia sebaik-baik manusia, sebagaimana ditegaskan dalam surah at-Tiin ayat 4.
Pengakuan Keesaan seorang Muslim kepada Tuhannya, akan berdampak positif. Begitupun sebaliknya, jika seseorang tak mengakui adanya Keesaan Allah maka ia akan terjerumus ke dalam jurang kehinaan. Islam sangat memberikan kebebasan dalam berkarya, akan tetapi tetap dibatasi aturan syariat. Dalam Islam ketuhanan hanya dikenal ahad (tunggal) sehingga ketika seseorang yang mengaku muslim maka ia harus memahami ketauhidannya terhadap Allah SWT.
Sekarang dunia sudah berkembang, atau dikenal dengan dunia modern ini. Banyak masyarakat yang menuhankan sesuatu yang tidak pantas. Menuhankan disini maksudnya adalah mengharapkan kepada sesuatu yang tidak berhak untuk disembah. Untuk itu, pada kesempatan kali ini penulis akan mengulas tentang bagaimana penuhanan seseorang kepada selain Allah karena minimnya dasar ketauhidan yang dimiliki.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan pada latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah:
1.      Bagaimana pengertian dan ruang lingkup tauhid ?
2.      Bagaimana fenomena korupsi yang ada ?
3.      Bagaimana Pengaruh Ketauhidan terhadap Fenomena Korupsi di Indonesia ?
C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Secara teoritis
Secara teoritis, tujuan dari penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai khazanah pengetahun Islam yang dapat dijadikan bahan baca, rujukan, atau referensi tambahan dalam kegiatan.
2.      Secara praktis
Hasil yang akan diperoleh nanti secara praktis diharapkan bermanfaat bagi penulis sendiri, masyarakat, maupun lembaga terkait, yaitu:
a.       Bagi penulis, adalah mengembangkan pemahaman penulis dalam menambah pengetahuan khususnya dalam memahami ketauhidan.
b.      Bagi masyarakat, dengan adanya tulisan ini nanti diharapkan masyarakat bisa memahami ketauhidan secara menyeluruh
c.       Bagi lembaga terkait, berguna sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran agar di dalam memimpin umat terarah, terkontrol, terbimbing lebih baik terutama dalam membentuk generasi rabbani.
D.    Ruang Lingkup Pengkajian
Adapun ruang lingkup pengkajian karya tulis ini adalah lebih kepada kajian kepustaakan baik yang bersumber dari buku, artikel, dan lain-lain yang mendukung dalam hal penulisan karya tulis ini.
E.     Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini cenderung fokus kepada nilai-nilai ketauhidan dalam surah al-Ikhlas:1-4 yang diuraikan atau pun diterapkan dengan kondisi sekarang.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tauhid dan Ruang Lingkupnya
Dari segi bahasa ‘mentauhidkan sesuatu’ berarti ‘menjadikan sesuatu itu esa’. Dari segi syari’ tauhid ialah ‘mengesakan Allah didalam perkara-perkara yang Allah sendiri tetapkan melalui Nabi-nabi-Nya yaitu dari segi Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ Was Sifat’. Dalam al-Qur’an dijelaskan:
ôs)s9ur $uZ÷Wyèt/ Îû Èe@à2 7p¨Bé& »wqߧ Âcr& (#rßç6ôã$# ©!$# (#qç7Ï^tGô_$#ur |Nqäó»©Ü9$# ( 4 ...
dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut...” (QS. An-Nahl 16:36)
Menurut Syaikh Muhammad Abduh, Ilmu Tauhid ialah Ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib, jaiz dan mustahil bagi Allah. Juga membahas tentang Rasul-rasul Allah untuk menetapkan risalahnya, apa yang wajib atas dirinya, hal-hal yang jaiz serta yang terlarang (mustahil).[2]
Sedangkan menurut Ibnu Khaldun menjelaskan, Ilmu Tauhid merupakan ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan dengan menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan, baik dalil naqli, aqli maupun wijdani (perasaan halus), dengan pokok pembahasan tentang ke-esaan Allah yang merupakan asas pokok ajaran Islam.[3] Ulama membagi ketauhidan menjadi beberapa peringkat, yaitu sebagai berikut[4]:
1.      Tauhid dalam Zat Allah
Maksudnya ialah bahwa Allah SWT adalah Esa, tidak ada yang menyamai-Nya, dan tak ada padanan bagi-Nya.[5] Sebagaiman Allah SWT berfirman dalam surah al-Ikhlas:1-4, yang artinya:
 (1). Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. (2). Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (3). Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, (4). Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Jelaslah ayat di atas menjadikan bahwa Allah SWT Maha Tunggal tidak ada yang menyamainya.
2.      Tauhid dalam Penciptaan
Yang dimaksud dengan hal ini adalah “pencipta yang sebenarnya” dalam wujud alam semesta ini selain Allah, dan tidak ada pelaku yang bertindak sendiri dan merdeka sepenuhnya selain Allah. Bahwa Allah SWT menciptakan alam semesta ini baik binatang, bumi, gunung, manusia, hewan, malaikat, jin, petir, tumbuh-tumbuhan, dan segala yang ada di alam semesta ini.
3.      Tauhid dalam Hal Rububiyah.
Maksudnya adalah bahwa alam raya ini diatur oleh pengelola (mudabbir), pengendali tunggal, tak disekutui oleh siapa dan apapun dalam pengeleolaan-Nya.
4.      Tauhid dalam Penetapan Hukum dan Perundang-Undangan
Bahwa kehidupan sosial manusia memerlukan penetapan hukum dan perundang-undangan yang mengatur segala hal masyarakat dalam setiap kondisinya. Oleh karena itu tak seorang berakal pun meragukan hal tersebut. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali Hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. dia Telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Yusuf: 40).
5.      Tauhid dalam Hal Ketaatan
Maksudnya adalah tiadanya siapapun yang wajib ditaati secara mutlak kecuali Allah SWT. Dialah satu-satunya yang wajib dipatuhi perintah-perintah-Nya. Sebagaiman firman Allah SWT.
(#qà)¨?$$sù ©!$# $tB ÷Läê÷èsÜtFó$# (#qãèyJó$#ur (#qãèÏÛr&ur (#qà)ÏÿRr&ur #ZŽöyz öNà6Å¡àÿRX{ 3 `tBur s-qム£xä© ¾ÏmÅ¡øÿtR y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßsÎ=øÿçRùQ$# ÇÊÏÈ  
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. dan Barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung. ”(QS. At-Thaghobun:16)
6.      Tauhid dalam Hal Kekuasaan Pemerintahan
Tak seorang pun yang waras akalnya meragukan bahwa adanya pemerintahan yang menguasai Negara merupakan kebutuhan alami demi menjaga ketertiban masyarakat, memajukan kebudayaan dan peradaban, serta menjelaskan setiap individu tentang kewajiban, tugas dan hak masing-masing.
7.      Tauhid dalam Ibadah
Maksudnya adalah ditujukannya ibadah hanya kepada Allah SWT semata. Hal ini merupakan yang disepakati oleh seluru kaum Muslimin. Tak seorang pun berbeda pendapat, baik di masa lalu maupun sekarang. Seorang tidak dapat disebut sebagai Muslim sebelum mengakui pokok yang sangat penting ini.
B.     Fenomena Korupsi
Korupsi bukanlah hal yang baru kita dengar dalam kehidupan sosial bermasyarakat, dimana sangat mencerminkan mentalitas serta karakter kita yang disebabkan oleh banyak faktor.[6] Bahkan mungkin telah ada sejak awal sejarah manusia kecuali pada masa yang sangat primitif dimana secara konsep perilaku belum dikenal meskipun gejalanya bisa saja sudah ada.
Korupsi secara historis merupakan konsep dan perilaku menyimpang secara hukum, ketika secara sosial, budaya, dan politik telah terjadi pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan publik, yang diikuti dengan perasaan berhak atas keistimewaan (dengan dukungan diam-diam dari rakyat) maka terdapat kecenderungan untuk melihat bahwa pemanfaatan berbagai sumber daya finansial dan non finasial untuk kepentingan pribadi sebagai hal yang wajar
Mengutip pernyataan perdana Menteri Malaysia bahwa ia menyatakan Negara-Negara Islam ternyata merupakan Negara yang paling banyak melakukan korupsi. Sulitnya membrantas korupsi membuat pemerintahan bobrok yang akhirnya berdampak pada kemiskinan. Korupsi adalah suatu jenis perampasan terhadap harta kekayaan rakyat dan negara dengan cara memanfaatkan jabatan demi memperkaya diri.
Hal ini terjadi seperti di Negara tercinta Indonesia. Dibantah atau tidak, korupsi memang dirasakan keberadaannya oleh masyarakat. Ibarat penyakit, korupsi telah menyebar luas ke seantero negeri. Terlepas dari itu semua, korupsi apa pun jenisnya merupakan perbuatan yang haram. Nabi saw. menegaskan: “Barang siapa yang merampok dan merampas, atau mendorong perampasan, bukanlah dari golongan kami (yakni bukan dari umat Muhammad saw.)” (HR Thabrani dan al- Hakim).
C.    Dasar Ketauhidan dan Relevansinya dengan Fenomena Korupsi
Di dalam Al-Qur’an term ketauhidan banyak disinggung sebagaimana yang ada berikut ini:[7]
1.      Allah Maha Esa: An-nisa: 171.
“Wahai ahli kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu,dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nyayang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya.. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: “(Tuhan itu) tiga”, berhentilah (dari Ucapan itu). (itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. cukuplah Allah menjadi Pemelihara.”
2.      Tamsil tentang keesaan Allah: ar-Ruum:28
“Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. apakah ada diantara hamba-sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang Telah kami berikan kepadamu; Maka kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu, kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? Demikianlah kami jelaskan ayat-ayat bagi kaum yang berakal.”
Sahabat Ibnu Abbas r.a. menceritakan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki dari kalangan kabilah Quraisy yang telah membeli seorang sahaya wanita penyanyi. Juwaibir mengetengahkan sebuah hadis melalui sahabat Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Nadhr bin Harits; ia membeli seorang sahaya perempuan penyanyi. Nadhr adalah orang yang paling tidak suka mendengar orang masuk Islam, setiap ia mendengar ada orang mau masuk Islam, pastilah ia mengajak orang itu kepada penyanyinya, lalu ia memerintahkan kepada penyanyinya, “Berilah ia makan dan minum, kemudian sajikanlah nyanyian-nyanyianmu kepadanya. Hal ini lebih baik daripada apa yang diserukan Muhammad kepadamu, yaitu salat, puasa dan kamu berani mengorbankan jiwamu demi membela agamanya.”
3.      Ayat paling utama dalam hal Tauhid (keesaan Allah): al-Ikhlas 1-4
ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ   ª!$# ßyJ¢Á9$# ÇËÈ   öNs9 ô$Î#tƒ öNs9ur ôs9qムÇÌÈ   öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! #·qàÿà2 7ymr& ÇÍÈ  
(1). Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. (2). Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (3). Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, (4). dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Asbabun Nuzul ayat ini adalah: Dalam suatu riwayat dikemukkan bahwa kaum musyirikn meminta penjelasan tentang-tentang sifat-sifat Allah kepada Rasulullah SAW, dengan berkata “jelaskan kami sifat-sifat Rabb-mu” sebagaimana diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, al-Hakim da Ibnu Khuzaimah, dari Abul ‘Aliyah yang bersumber dari Ubay bin Ka’ab diriwayatkan pula at-Thabarani dan Ibn Jarir, yang bersumber dari Jabir bin Abdillah. Kemudian turunlah surah al-Ikhlas:1-4.
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa beberap orang Yahudi di antaranya Ka’ab bin al-Asyraf dan Hayy bin Akhtab, menghadap Nabi SAW, meraka berkata “Hai Muhammad, lukiskan sifat-sifat Rabb yang mengutusmu. Kemudian turunlah surah al-Ikhlas:1-4 (diriwayatkan oleh ibn Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas, diriwayatkan pula oleh ibn jarir yang bersumber dari qatadah. Dan diriwayatkan pula oleh ibnul mundzi ryang bersumber dari sa’id bin jubai. Berdasarkan ini dapatlah ditegaskan bahwa surat ini Madaniyah.[8]
Penuhanan selain Allah
Tauhid dalam ibadah, serta pembebasan diri dari belenggu kemusyrikan dan keberhalaan, merupakan hal terpenting di antara ajarang-ajaran agama samawi. Sangat sulit memberikan uraian tentang akar-akar keberhalaan ataupun menuhankan sesuatu yang tidak layak, asal penyimpangan akidah ini, serta pertumbuhannya di kalangan manusia. Apalagi permasalahan yang kini di Indonesia komplit sekali. Ketauhidan dalam segala sesuatu adalah hanya kepada Allah lah semua batasan hakiki, tidak dapat ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu ketika dalam diri seseorang hanya satu kesatuan dengan Rabbnya maka ia tidak akan melakukan penyimpangan dari aturan agama.
Berbicara tentang penerapan ketauhidan, dalam tulisan ini penulis menyoroti karakter manusia yang menuhankan materi semata, artinya demi mencari materi ataupun akibat takut dengan atasan menyebabkan seseorang lalai dengan aturan yang telah disyariatkan oleh agama, salah satunya adalah korupsi.
Korupsi ialah menyalahgunakan atau menggelapkan uang/ harta kekayaan umum (negara, rakyat atau orang banyak) untuk kepentingan pribadi. Praktik korupsi biasanya dilakukan oleh pejabat yang memegang suatu jabatan pemerintah.
Banyak persoalan yang terjadi di tubuh bangsa ini akibat lemahnya Tauhid dan kuatnya ke-syirikan di tengah-tengah kita. Korupsi yang telah menggoyahkan negeri ini misalnya, jelas-jelas merupakan fenomena lemahnya Tauhid para pelakunya. Buktinya, para koruptor lebih takut kepada makhluk daripada Allah Azza wa Jalla. Para koruptor itu lebih takut kepada ancaman hukuman dunia daripada adzab Allah di akhirat. Para koruptor itu lebih takut kepada pengawasan dan penyadapan aparat daripada pengawasan Allah, kemudian pencatatan para malaikat Allah yang tak pernah berhenti sekejap pun!
Seandainya Tauhid kita kuat dan benar, maka sebesar apapun peluang untuk melakukan kemaksiatan di hadapan kita tak akan menggoyahkan hati, karena di hati ini telah terhunjam rasa takut yang jauh lebih besar hanya kepada Allah. Dalam pikiran kita selalu terbayang betapa beratnya saat-saat pertanggungjawaban di hadapan Allah nanti. Jiwa ini selalu mengingat betapa mengerikannya siksa Allah di dalam neraka Jahannam, wana’udzu billahi min dzalik.
Meskipun meyakini adanya Tuhan adalah masalah fitri yang tertanam dalam diri setiap manusia, namun karena kecintaan mereka kepada dunia yang berlebihan sehingga mereka disibukkan dengannya, mengakibatkan mereka lupa kepada Sang Pencipta dan kepada jati diri mereka sendiri, yang pada gilirannya cahaya fitrah mereka redup atau bahkan padam.
                                      
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas pada bab-bab di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa “Penerapkan Aspek Ketauhidan Dalam Konsep Pendidikan Islam (Telaah Surah Al-Ikhlas 1-4)” adalah sebagai berikut:
1.      Dalam beribadah hanya kepada Allah SWT semata;
2.      Menuhankan sesuatu selain Allah berarti telah menduakan-Nya;
3.      Terjadinya gejala sosial pemerintahan menyebabkan terjadinya penyelewenangan kekuasaan diantaranya terjadi korupsi;
4.      Terjadinya korupsi dikarenakan kurangnya ketauhidan dalam diri seseorang.
B.     Saran
Berdasarkan dari kesimpulan di atas, maka penulis menyampaikan saran sebagai berikut: Dengan adanya makalah ini dapat memberikan kontribusi buat perkembangan ilmu pengetahuan di masa akan datang. Penulis harapkan lebih mengenal ketauhidan secara utuh sehingga senantiasa taat dalam menjalankan aturan agama.
Dengan berakhirnya makalah yang dibuat ini, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan dan kekurangan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi para pemakalah.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Online
A. Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), Jakarta: PT Bulan Bintang, 1962.
A. Nasir, Sahilun, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Dahlan, H. A. A dan M. Zaka Al-Fairisi, Asbabul Nuzul (Latar Belakang Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an), Bandung: CV Diponegoro.
file:///d:/kalam/sosial_budaya%20dan%20korupsi%20_%20budaya%20korupsi%20dalam%20pengaruh%20kehidupan%20sosial%20bermasyarakat.htm.
Husaini Beheshti, Muhammad, Metafisika Al-Qur’an: Menangkap Intisari Tauhid, Bandung: Mizan Media Utama, 2003.
N. A. Baiquni, dkk., Indeks Al-Qur’an: Cara Mencari Ayat Al-Qur’an, Surabaya: Arkola, 1996.
Qaradhawi, Yusuf, Allah Sang Wujud: Hakikat atas Entitas Ciptaan-Nya, Surabaya. Risalah Gusti, 2004.
Shihab, M. Quraisy, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Tafsir Atas Surat-Surat Pendek Berdasarkan Turunnya Wahyu, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997.
Subhani, Syaikh Ja’far, Tauhid dan Syirik, Bandung: Anggoya IKAPI, 1996.



[1] Muhammad Husaini Beheshti, Metafisika Al-Qur’an: Menangkap Intisari Tauhid, (Bandung: Mizan Media Utama, 2003), hlm. 75.
[2] Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 1.
[3] A. Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1962), hlm. 3.
[4] Syaikh Ja’far Subhani, Tauhid dan Syirik (Bandung: Anggoya IKAPI, 1996), hlm. 14-29.
[5]  Ja’far Subhani, Tauhid dan Syirik, hlm. 14.

[6]file:///d:/kalam/sosial_budaya%20dan%20korupsi%20_%20budaya%20korupsi%20dalam%20pengaruh%20kehidupan%20sosial%20bermasyarakat.htm, diakses 25 juni 2014.
[7] N. A. Baiquni, dkk., Indeks Al-Qur’an: Cara Mencari Ayat Al-Qur’an, (Surabaya: Arkola, 1996), hlm. 76.
[8] H. A. A Dahlan dan M. Zaka Al-Fairisi, Asbabul Nuzul (Latar Belakang Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an), (Bandung: CV Diponegoro), hlm. 689-690.

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More