HADITS DHOIF DARI SEGI TERPUTUSNYA
SANAD
Makalah Disusun
guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Ulumul
Hadits
Dosen Pengampu:
Drs. Ikhrom M.Ag
Direvisi oleh,
Baihaqi An Nizar (133111013)
FAKULTAS LMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Hadits merupakan sumber hukum Islam
kedua setelah Al-Qur’an. Berdasarkan sistematika pembagiannya, hadits dapat
dilihat dari berbagai aspek, salah satunya adalah dilihat dari segi
kualitasnya.
Dilihat dari segi
kualitasnya, hadits dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu hadits
shahih, hadits hasan,dan hadits dha’if. Hadist dha’if merupakan tingkatan hadist yang tergolong
lemah.
Berdasarkan
sistematika pembagiaannya, hadits dha’if dapat dilihat dari segi terputusnya
sanad dan dari segi selain terputusnaya sanad. Dalam makalah ini pemakalah hanya akan membahas
pembagian hadits dha’if dari segi terputusnya sanad.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud hadist dhaif?
2. Apa saja macam-macam hadist dha’if
dilihat dari segi terputusnya sanad beserta alasan terputusnya sanad yang
menjadikan kedhaifan hadits tersebut?
3. Bagaimana urutan hierarkis antara
masing-masing hadist tersebut dilihat dari tingkat kedhaifannya?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hadist Dhaif
Yang dinamakan hadist dhaif, yaitu hadist yang tidak
bersambung sanadnya atau dalam sanadnya itu ada orang yang bercacat.[1]
Yang dimaksud orang yang bercacat disini
adalah rawi yang bukan Islam, belum baligh, berubah akalnya, buruk hafalannya,
dituduh dusta, biasa lalai, fasik (keluar dari batas agama), tetapi tidak
sampai kepada batas kufur.
Disamping itu, hadits dhaif
juga bisa disebut sebagai hadits yang kehilangan salah satu syaratnya
sebagai hadits maqbul (yang dapat diterima). Adapun syarat-syarat hadits maqbul
ialah rawinya adil, rawinya dhabit
meskipun tidak sempurna, sanadnya bersambung, tidak dapat suatu kerancuan,
tidak terdapat ‘illat yang merusak, dan pada saat dibutuhkan hadits yang
bersangkutan menguntungkan (tidak mencelakakan).
B. Hadits Dhaif Berdasarkan Terputusnya Sanad
Maksud
dari sanad terputus adalah apabila dalam periwayatan terdapat perawi yang gugur
dari rentetan sanad. Gugurnya perawi dalam sanad dapat berbeda-beda tempatnya.
Ada yang gugur dari awal, di tengah dan di akhir. Bisa juga gugurnya dibeberapa
tempat secara berurutan atau tidak berurutan.
Hadits dhoif berdasarkan terputusnya sanad terbagi menjadi
tujuh bagian yaitu:[2]
a)
Hadits
Mauquf
Hadis mauquf adalah adalah hadis
yang disandarkan kepada sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir.[3]
Contoh
hadits mauquf :
قَالَ
يَزِيْدُ بْنُ حَارِثَةَ : لَا اِيْمَانَ لِمَنْ لَا حَيَاءَ لَهُ
“Yazid bin Haris berkata: Tidaklah beriman
seseorang yang tidak mempunyai malu”[4]
Disamping
itu, sahabat yang menafsirkan sabda Nabi atau firman Allah, termasuklah kepada
mauquf.[5]
b)
Hadits
Maqthu’
Hadis maqthu’ adalah hadis yang
disandarkan kepada tabiin atau orang
yang sebawahnya, baik perkataan atau perbuatan.[6]
Contoh hadits Maqtu’ :
مِنْ
تَمَامِ الْحَجِّ ضَرْبُ اْلجِمَالِ
قاله
الاعمش
“Haji yang sempurna ialah dengan mengendarai
unta.” Ini adalah perkataan dari salah seorang tabi’in bernama A’masy.
c)
Hadits
Muallaq
Mu’allaq menurut bahasa adalah terikat atau
tergantung. Sedangkan menurut istilah, hadis mu’allaq adalah hadis yang seorang
rawinya atau lebih gugur dari awal sanad secara berurutan.
Contoh hadits muallaq :
قَالَ
الْبُخَارى : قالَتْ عَائشة رضي الله عَنْهَا : كَانَ النَّبِىُّ يَذْكُرُ اللهَ
على كُلِّ اَحْوالِهِ
“Buchari berkata : Aisyah telah berkata :
adalah Nabi selalu mengingat Allah pada segala keadaanya”. (Riwayat
Buchari)
Disini
Bukhari tidak menyebutkan rawi sebelum Aisyah. Antara Buchari dengan Aisyah ada beberapa
orang yang tidak disebutkan namanya, sebab itu hadits tersebut dinamakan Hadits
Mu’allaq.
d)
Hadits
Mu’dhal
Adapun menurut istilah muhaditsin,
hadis mu’dhal adalah hadis yang putus sanadnya dua orang atau lebih secara
berurutan.[7]
Contoh dari hadits Mu’dhal adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam kitab “Ma’rifat Ulumil Hadits”
dengan sanadnya yang terhubung kepada al-Qo’nabi dari Malik bahwa telah sampai
kepadanya bahwa Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah Sallallahu
‘Alahi Wasallam bersabda :
لِلْمَمْلُوكِ طَعَامُهُ وَكِسْوَتُهُ بالمعروف وَلا يُكَلَّفُ مِنَ
الْعَمَلِ إِلا مَا يُطِيقُ
“Hamba
sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaiannya secara ma’ruf (yang sesuai)
dan tidak boleh dibebani pekerjaan, kecuali yang disanggupinya saja”
Al-Hakim berkata, “Hadis ini mu’dhal dari Malik dalam kitab
Al-Muwatha.”
Hadis ini yang kita dapatkan bersambung
sanadnya pada kita, selain Al-Muwatha’, diriwayatkan dari Malik bin Anas dari
Muhammad bin ‘Ajlan, dari bapaknya, dari Abu Hurairah. Letak ke-mu’dhalan-nya
karena gugurnya dua perawi dari sanadnya, yaitu Muhammad bin ‘Ajlan dan
bapaknya. Kedua rawi tersebut gugur secara berurutan.[8]
e)
Hadits
Mursal
Secara etimologi mursal berarti
‘yang dilepaskan’. Menurut istilah, hadis mursal adalah hadits yang dimarfu’kan (diangkat) oleh seorang tabi’i kepada
Rasulullah saw, baik berupa sabda, perbuatan dan taqrir, baik itu Tabi’i kecil
ataupun besar.
Hadits Mursal adalah hadits yang gugur
dari akhir sanadnya, seorang perawi sesudah tabi’i. Maksud dari defenisi diatas dapat dipahami bahwa seorang tabi’i mengatakan
Rasulullah saw berkata demikian, den sebagainya, sementara Tabi’i tersebut
jelas tidak bertemu dengan Rasulullah saw. Dalam hal ini Tabi’i tersebut menghilangkan
sahabat sebagai generasi perantara
antara Rasulullah SAW
dengan tabi’i.
Oleh karena itu, ditinjau dari segi
siapa yang menggugurkan dan segi sifat-sifat pengguguran hadis, hadis ini
terbagi pada mursal jali, mursal shahabi, dan mursal khafi.
1.
Mursal
Jali, yaitu bila pengguguran yang telah
dilakukan oleh rawi (tabiin) sangat jelas untuk diketahui, bahwa orang yang
menggugurkan itu tidak hidup sezaman/semasa dengan orang yang digugurkan yang
mempunyai berita.
2.
Mursal
Shahabi, yaitu
pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi ia tidak
mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan, karena pada saat itu
sahabat tersebut masih kecil atau terakhir masuknya ke dalam agama Islam.
3.
Mursal
Khafi, yaitu
hadis yang diriwayatkan oleh tabiin yang hidup sezaman dengan shahabi tetapi ia
tidak pernah mendengar sebuah hadispun darinya.
Contoh hadits mursal :
قال سَعِيدٌ بْنُ الْمُسَيّبِ و هو مِن التّابعينَ : قال رسول
الله : بَيْنَنا وَ بَيْنَ الْمُنَافِقِيْنَ شُهُود الْعِشَاءِ و الصُّبْحِ لا
يَسْتَطِيْعُونهُ
Sa’id
bin Musayyab berkata... : “Perbedaan antara kita dengan orang-orang munafik
ialah bahwa orang-orang munafik itu tidak suka (malas) mengerjakan sembahyang
‘Isya dan Subuh”.
f)
Hadits
Mudallas
Hadis mudallas adalah hadis yang
diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadis tersebut tidak bernoda.[9]
Dengan kata lain bahwa hadits mudallas adalah hadis yang diriwayatkan dengan
tidak menyebutkan nama orang yang meriwayatkannya dan menukar namanya dengan
orang lain. Rawi yang berbuat demikian disebut mudallis. Hadis yang
diriwayatkan oleh mudallis disebut hadis mudallas, dan perbuatannya disebut dengan tadlis.[10]
Macam-macam tadlis sebagai berikut :
1.
Tadlis
Isnad, yaitu bila seorang rawi yang meriwayatkan suatu hadis dari orang yang
pernah bertemu dengan dia, tetapi rawi tersebut tidak pernah mendengar hadis
darinya. Agar dianggap rawi tersebut pernah mendengarnya maka ia menggunakan
lafadz ‘an fulanin atau anna fulanan yaqulu.
Contoh
hadits mudallas Isnad :
روى النعمان بن راشد عن الزهزي عن
عروة عن عائشة ان رسول الله صلى الله عليه وسلم
لم يضرب امرأة قط ولا خادما الا
يجاهد فى سبيل الله
“Diriwayatkan oleh nu’man ibn rasyid, dari
zuhri dari urwah dari aisyah, bahwasannya rasulullah SAW bersabda tidak pernah
sekalikali memukul seorang perempuan dan juga tidak seorang pelayan, melainkan
jika ia berjihad dijalan Allah”
Keterangan
Kalau diuraikan secara seder hana, maka sanadnya adalah: a.
Al-Nu’man, b. al-Zuhri, c. Urwah, d. Aisyah
Dengan
kajian sederhana dari susunan sanad tersebut, maka dapat disimpulakan bahwa
zuhri mendengar riwayat diatas dari urwah, karena memang biasa zuhri
meriwayatkan darinya. Padahal anggapan itu salah, sebab imam hatim berkata,
“zuhri tidak pernah mendengar hadits diatas dari urwah….” hal ini dapat
disimpulkan bahwa antara zuhri dan urwah ada seorang yang tidak disebutkan oleh
zuhri. Oleh karena itu hadits diatas disebut mudallas, tetapi
karena samarnya terjadi pada sandaran sanad hadits maka disebut mudallas isnad.
2.
Tadlis
Syuyukh, yaitu bila seorang rawi meriwayatkan hadis yang didengarkan dari sang
guru dengan menyebutkan nama kauniyah-nya, nama keturunannya, atau dengan menyifati
guru tersebut dengan sifat-sifat yang tidak/belum dikenal banyak orang.
Contoh Hadits mudallas syuyukh
روا
ابو داود عن ابن جريج اخبرني بعض بنى ابو رافعي عن اكرمة عن ابن عباس قال طلق ابو
يزيد- ابو ركانة واخواته-ام ركانة ونكح امرأة من مزينة
Diriwayatkan
oleh abu daud dari ibn juraij memberitakan kepadaku sebagian bani abu rafi’
dari ikrimah dari ibnu abbas berkata: abu yazid mentalak ( abu rukanah dan
saudar-saudaranya) atau rukanah dan menikahi seorang wanita dari kabilah
muzinah.
Ibnu juraij
nama aslinya adalah abdul malik bin abdul aziz bin juraij, ia tsiqoh tapi
disifati tadlis sekalipun ia meriwayatkan hadits ini dengan ungkapan tegas
tetapi ia menyembunyikan nama syaikhnya yaitu bani abu rafi’. Para ulama’
berbeda pendapat tentang syaikhnya ini, pendapat yang shahih adalah Muhammad
ibn ubaidillah bin abu rafi’. Gelar tarjih-nya adalah matruk (dusta).
3.
Tadlis
Taswiyah (tajwid), yaitu seorang rawi meriwayatkan hadis dari gurunya yang
tsiqah (dipercaya), yang oleh guru tersebut diterima dari gurunya yang lemah,
dan guru yang lemah ini menerima dari seorang guru yang tsiqah pula, tetapi si
mudallis tersebut dalam meriwayatkannya tanpa menyabutkan rawa-rawi yang lemah.
Contoh hadits mudallas taswiyah :
Diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dalam kitab Al-‘Ilal,
dia berkata,”Aku mendengar bapakku – lalu ia menyebutkan hadits yang
diriwayatkan Ishaq bin Rahawaih dari Baqiyyah [Baqiyyah bin Al-Walid dikenal
sebagai salah seorang perawi yang banyak melakukan tadlis], (ia mengatakan)
telah menceritakan kepadaku Abu Wahb Al-Asady dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar sebuah
hadits : “Janganlah engkau memuji keislaman seseorang hingga engkau
mengetahui simpul pendapatnya”.
Bapakku berkata : “Hadits ini
mempunyai masalah yang jarang orang memahaminya. Hadits ini diriwayatkan oleh
‘Ubaidillah bin ‘Amru dari Ishaq bin Abi Farwah dari Ibnu ‘Umar dari Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam. Dan ‘Ubaidillah bin ‘Amru ini gelarnya adalah
Abu Wahb dan dia seorang asady (dari Kabilah Asad). Maka Baqiyyah
sengaja menyebutkan namanya hanya dengan gelar dan penisbatannya kepada Bani
Asad agar orang-orang tidak mengetahuinya. Sehingga apabila dia meninggalkan
Ishaq bin Abi Farwah, ia tidak dapat dilacak.”
g)
Hadits
Munqathi’
Hadis munqathi’, yaitu hadis yang
tidak disebutkan seorang rawinya sebelum sahabat.[11]
Macam-Macam Pengguguran
(Inqita’)
1.
Perawi
yang meriwayatkan Hadits jelas dapat diketahui tidak sezaman hidupnya dengan
guru yang memberikan Hadits padanya.
2.
Dengan
samar-samar yang hanya diketahui oleh orang yang mempunyai keahlian saja. Diketahui
dengan jalan lain dengan adanya kelebihan seorang rawi atau lebih dalam Hadits
riwayat orang lain.
Contoh
hadits munqathi’ :
مَنْهوْمانِ
لا يَشْبَعانِ طالِبُ الْعِلْمِ و طالِبُ الدّنْيا
رواه
البيهقى و قال انه منقطع
"Dua macam manusia yang tidak akan kenyang (puas) selama-lamanya,
ialah penuntut ilmu dan penuntut dunia”. (Riwayat Baihaqi, katanya Hadits
Munqathi’). Kalau sekiranya dalam sanad hadits itu tidak disebutkan seorang
rawinya sebelum sahabat. Maka hadits itu dinamai hadits munqathi’.
C.
Urutan Hierarkis Antara Masing-Masing
Hadits Tersebut Dilihat Dari Tingkat Kedhaifannya
Karena
sebab-sebab kedhaifan hadis itu berbeda-beda kekuatan dan pengaruhnya, maka
tingkatan hadis dhaif itu dengan sendirinya berbeda-beda. Ada yang kadar
kelemahannya kecil sehingga hampir-hampir dihukumi sebagai hadis hasan dan ada
yang terlalu dhaif.[12]
Ilustrasi sanad : Pencatat
Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabi'in) > penutur
1(Para sahabat) > Rasulullah SAW
·
Hadits Mauquf
·
Hadits Mursal.
Bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in menisbatkan
langsung kepada Rasulullah SAW (contoh: seorang tabi'in (penutur2) mengatakan
"Rasulullah berkata" tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang
menuturkan kepadanya).
·
Hadits Maqthu’
·
Hadits Munqati'
. Bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3.
·
Hadits Mu'dhal
bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
·
Hadits Mu'allaq
bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (Contoh: "Seorang
pencatat hadits mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah
mengatakan...." tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga
Rasulullah).
·
Hadits Mudallas
IV.
PENUTUP
Simpulan
Dari
pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, kesimpulan yang dapat diambil
ialah sebagai berikut :
·
Hadits
dhaif ialah hadits yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadits maqbul
(yang dapat diterima).
·
Hadits
dhoif berdasarkan terputusnya sanad terbagi menjadi tujuh bagian yaitu :
1.
Hadits
Mauquf
2.
Hadits
Maqthu’
3.
Hadits
Mu’allaq
4.
Hadits
Mu’dhal
5.
Hadits
Mursal
6. Hadits Mudallas
7. Hadits Munqathi’
·
Karena
sebab-sebab kedhaifan hadis itu berbeda-beda kekuatan dan pengaruhnya, maka
tingkatan hadis dhaif itu dengan sendirinya berbeda-beda. Ada yang kadar
kelemahannya kecil sehingga hampir-hampir dihukumi sebagai hadis hasan dan ada
yang terlalu dhaif.
Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami
buat, pemakalah menyadari dalam penulisan makalah ini banyak kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan
makalah ini sangat pemakalah harapkan. Berikutnya besar harapan pemakalah
semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan
pemakalah pada khususnya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Mahmud dan Mahmud Junus. Ilmu Musthalah Hadist.
Jakarta: P.T Djadjamurni. 1958.
Mudasir. Ilmu Hadits. Pustaka
Setia.
Nuruddin. Ulumul Hadits. Bandung : PT
Remaja Posdakarya. 2012.
Suyadi, Agus. Ulumul Hadits. Bandung
: PT Shantika. 2008.
Umi Sumbulah. Buku Ajar Ulumul
Hadits I. UIN Malang
[1]
Mahmud Aziz dan
Mahmud Junus, Ilmu Musthalah Hadist, Jakarta : P.T Djadjamurni, 1958,
hlm. 30
[3] Agus Suyadi, Ulumul
Hadits, Bandung : PT Shantika, 2008, hlm.155
[4]
Mahmud Aziz dan
Mahmud Junus, Ilmu Musthalah Hadist, Jakarta : P.T Djadjamurni, 1958,
hlm. 34
[5] Ibid.
hlm. 35
[6] Agus Suyadi, Ulumul
Hadits, Bandung : PT Shantika, 2008, hlm.156
[7] Ibid. hlm. 152
[8] Al-Qaththan. hlm.
137.
[9] Rahman. hlm.
215
[10]
Agus Suyadi, Ulumul
Hadits, Bandung : PT Shantika, 2008, hlm.154
[11]
Mahmud Aziz dan
Mahmud Junus, Ilmu Musthalah Hadist, Jakarta : P.T Djadjamurni,
1958, hlm. 38
[12] Nuruddin, Ulumul
Hadits, Bandung : PT Remaja Posdakarya, 2012. Hlm. 294
0 komentar:
Post a Comment