"Bukanlah
bagian dari (syariat) Kami: orang yang tidak menyayangi yang lebih muda dan
orang yang tidak menghormati yang lebih tua..." (Kata Nabi begitu)
Perhatikan
pernyataan (Hadis Nabi) di atas. Kemudian, coba renungkan, lalu pahami
maksudnya. Sudah dipahami? Oke, saya juga akan mencoba menafsirkan dalil
tersebut, meskipun hanya sekadar interpretasi yang tak begitu jelas
tendensinya. Jadi begini. Sepemahaman saya, di situ dipaparkan bahwa
“menghormati senior dan menyayangi junior merupakan sebuah keharusan.” Bahkan
diawal kalimat ditegaskan, “yang tidak melakukan hal semacam itu, berarti ia tidak menjalankan syariat
Islam.”
***
Maaf
kalau pada kesempatan kali ini saya mengawali dengan dalil normatif. Ya,
itung-itung pencitraan, biar kelihatan Islami. Maklum, sebagai mahasiswa jurusan
Pendidikan Agama Islam (PAI) di UIN Walisongo, katanya, rasanya kurang etis
jika tidak turut andil dalam menyebarkan ajaran agama Islam. Agama yang hingga
kini masih menduduki peringkat nomor satu di Indonesia, jika dilihat dari aspek
kuantitas pemeluknya. Agama yang dari dulu hingga sekarang tetap menjadi kajian
menarik untuk diperbincangkan.
Bagaimana
tidak, dalam Islam satu dalil bisa multi tafsir atau banyak makna. Contoh kasus
masalah konsep negara dan agama dalam perspektif Islam. Kemaren siang saya baru
saja presentasi mengenai hal itu di kelas. Apakah hubungan negara dan agama?
Adakah keharusan untuk menjadikan suatu negara, yang penduduknya mayoritas
muslim, menjadi negara Islam? Atau, urusan agama dan negara merupakan hal yang
berbeda, sehingga jika kita menjadikan Indonesia sebagai negara sekuler, wajar
saja?
Pantas
saja, meskipun sama-sama pemeluk agama Islam, tetapi berbeda pandangan. Lihat
saja Ormas HTI (Hisbut Tahrir Indonesia) yang getol mengkampanyekan khilafah Islamiyah, menginginkan Indonesia
dijadikan sebagai negara Islam. Ada pula ormas yang kukuh mempertahankan NKRI,
Pancasila sebagai dasar negara, intinya meskipun Indonesia mayoritas
berpenduduk muslim, namun bukan berarti kemudian menjadikannya sebagai negara
Islam.
Mungkin
itulah alasan kenapa saya tetap bersyukur menjadi mahasiswa jurusan PAI. Karena
ternyata Islam tidak akan pernah habis dari pembahasan, selalu menarik untuk
didiskusikan. Bahkan, banyak orang yang (hingga kini) masih bingung untuk
menjelaskan, apa itu agama? Apa itu Islam? Lalu, kenapa hingga sekarang tetap
beragama Islam? Coba jawab pertanyaan itu, atau coba tanyakan teman
disebelahmu, apakah bisa menjawab pertanyaan tersebut dengan memuaskan.
Silahkan dicoba.
Tetapi,
di sini saya tidak akan membahas banyak mengenai hal itu, saya akan fokus pada
topik awal tulisan ini.
***
Senior
dan junior. Suatu yang tak kalah menariknya untuk dibicarakan, sebagaimana
Islam. Dua kata itu (senior & junior) tentunya sudah sangat familiar
ditelinga kita. Apalagi bagi kamu yang pernah mengikuti MOS sewaktu sekolah,
atau Ospek disaat awal masuk kuliah. Atau, bagi kamu yang pernah menjadi korban
pembulian oleh senior. Juga bagi orang yang aktif dalam sebuah organisasi,
islitah senior-junior bukan lagi suatu hal yang tabu tentunya.
Siapapun
itu, ketika ia pernah menjadi junior—selaku orang yang lebih muda—, suatu saat
pasti akan menjadi senior—orang yang lebih tua. Satu misal saya, disisi lain
saya menjadi junior tatkala berkumpul dengan orang-orang yang lebih dulu
berproses dalam sebuah organisasi. Tetapi kadang saya juga menjadi senior
ketika sedang bersama dedek-dedek gemes adik angkatan.
Maka
dari itu, perlu kiranya kita mengetahui tata cara memosisikan diri, bagaimana saat
menjadi senior dan seperti apa ketika menjadi junior. Dalam hal ini, saya akan flashback pada dalil awal yang telah
dipaparkan tadi. Prinsipnya ialah; yang muda (junior) harus menghormati yang
tua (senior), dan yang tua harus menyayangi yang muda. Itu saja, mudah kan
teorinya?
Tetapi
jangan sok menggampangkan. Meskipun itu hal yang klasik, sudah biasa
dibicarakan, namun banyak orang yang tak mampu mengaplikasikannya. Apalagi bagi
ia yang memiliki sifat egois, gengsi, sombong, waakhowatuha, hal semacam itu merupakan kesulitan yang luar biasa.
Karena junior merasa lebih pintar, maka ia cenderung menyepelekan seniornya,
misalnya. Dan banyak contoh lainnya.
Jadi,
itu tadi intinya, tak kira saya tidak perlu mengulanginya. Silahkan simpulkan
sendiri-sendiri, dan mari kita diskusikan. Karena saya percaya bahwa segala
sesuatu menarik untuk didiskusikan. Dari diskusi, kita akan tahu jawaban dari
sebuah pertanyaan. Dan pada hakikatnya, setiap jawaban adalah pertanyaan baru.
Begitulah pengetahuan yang saya dapatkan dari forum Kelompok Studi Tanda Tanya,
sebuah komunitas epistemik yang belajar mengenai filsafat. (@Baihaqi_Annizar)
0 komentar:
Post a Comment