Wednesday, March 16, 2016

Hormati Senior, Sayangi Junior



"Bukanlah bagian dari (syariat) Kami: orang yang tidak menyayangi yang lebih muda dan orang yang tidak menghormati yang lebih tua..." (Kata Nabi begitu)

Perhatikan pernyataan (Hadis Nabi) di atas. Kemudian, coba renungkan, lalu pahami maksudnya. Sudah dipahami? Oke, saya juga akan mencoba menafsirkan dalil tersebut, meskipun hanya sekadar interpretasi yang tak begitu jelas tendensinya. Jadi begini. Sepemahaman saya, di situ dipaparkan bahwa “menghormati senior dan menyayangi junior merupakan sebuah keharusan.” Bahkan diawal kalimat ditegaskan, “yang tidak melakukan hal semacam  itu, berarti ia tidak menjalankan syariat Islam.

***
Maaf kalau pada kesempatan kali ini saya mengawali dengan dalil normatif. Ya, itung-itung pencitraan, biar kelihatan Islami. Maklum, sebagai mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) di UIN Walisongo, katanya, rasanya kurang etis jika tidak turut andil dalam menyebarkan ajaran agama Islam. Agama yang hingga kini masih menduduki peringkat nomor satu di Indonesia, jika dilihat dari aspek kuantitas pemeluknya. Agama yang dari dulu hingga sekarang tetap menjadi kajian menarik untuk diperbincangkan.

Bagaimana tidak, dalam Islam satu dalil bisa multi tafsir atau banyak makna. Contoh kasus masalah konsep negara dan agama dalam perspektif Islam. Kemaren siang saya baru saja presentasi mengenai hal itu di kelas. Apakah hubungan negara dan agama? Adakah keharusan untuk menjadikan suatu negara, yang penduduknya mayoritas muslim, menjadi negara Islam? Atau, urusan agama dan negara merupakan hal yang berbeda, sehingga jika kita menjadikan Indonesia sebagai negara sekuler, wajar saja?

Pantas saja, meskipun sama-sama pemeluk agama Islam, tetapi berbeda pandangan. Lihat saja Ormas HTI (Hisbut Tahrir Indonesia) yang getol mengkampanyekan khilafah Islamiyah, menginginkan Indonesia dijadikan sebagai negara Islam. Ada pula ormas yang kukuh mempertahankan NKRI, Pancasila sebagai dasar negara, intinya meskipun Indonesia mayoritas berpenduduk muslim, namun bukan berarti kemudian menjadikannya sebagai negara Islam.

Mungkin itulah alasan kenapa saya tetap bersyukur menjadi mahasiswa jurusan PAI. Karena ternyata Islam tidak akan pernah habis dari pembahasan, selalu menarik untuk didiskusikan. Bahkan, banyak orang yang (hingga kini) masih bingung untuk menjelaskan, apa itu agama? Apa itu Islam? Lalu, kenapa hingga sekarang tetap beragama Islam? Coba jawab pertanyaan itu, atau coba tanyakan teman disebelahmu, apakah bisa menjawab pertanyaan tersebut dengan memuaskan. Silahkan dicoba.

Tetapi, di sini saya tidak akan membahas banyak mengenai hal itu, saya akan fokus pada topik awal tulisan ini.
***
Senior dan junior. Suatu yang tak kalah menariknya untuk dibicarakan, sebagaimana Islam. Dua kata itu (senior & junior) tentunya sudah sangat familiar ditelinga kita. Apalagi bagi kamu yang pernah mengikuti MOS sewaktu sekolah, atau Ospek disaat awal masuk kuliah. Atau, bagi kamu yang pernah menjadi korban pembulian oleh senior. Juga bagi orang yang aktif dalam sebuah organisasi, islitah senior-junior bukan lagi suatu hal yang tabu tentunya.

Siapapun itu, ketika ia pernah menjadi junior—selaku orang yang lebih muda—, suatu saat pasti akan menjadi senior—orang yang lebih tua. Satu misal saya, disisi lain saya menjadi junior tatkala berkumpul dengan orang-orang yang lebih dulu berproses dalam sebuah organisasi. Tetapi kadang saya juga menjadi senior ketika sedang bersama dedek-dedek gemes adik angkatan.

Maka dari itu, perlu kiranya kita mengetahui tata cara memosisikan diri, bagaimana saat menjadi senior dan seperti apa ketika menjadi junior. Dalam hal ini, saya akan flashback pada dalil awal yang telah dipaparkan tadi. Prinsipnya ialah; yang muda (junior) harus menghormati yang tua (senior), dan yang tua harus menyayangi yang muda. Itu saja, mudah kan teorinya?

Tetapi jangan sok menggampangkan. Meskipun itu hal yang klasik, sudah biasa dibicarakan, namun banyak orang yang tak mampu mengaplikasikannya. Apalagi bagi ia yang memiliki sifat egois, gengsi, sombong, waakhowatuha, hal semacam itu merupakan kesulitan yang luar biasa. Karena junior merasa lebih pintar, maka ia cenderung menyepelekan seniornya, misalnya. Dan banyak contoh lainnya.

Jadi, itu tadi intinya, tak kira saya tidak perlu mengulanginya. Silahkan simpulkan sendiri-sendiri, dan mari kita diskusikan. Karena saya percaya bahwa segala sesuatu menarik untuk didiskusikan. Dari diskusi, kita akan tahu jawaban dari sebuah pertanyaan. Dan pada hakikatnya, setiap jawaban adalah pertanyaan baru. Begitulah pengetahuan yang saya dapatkan dari forum Kelompok Studi Tanda Tanya, sebuah komunitas epistemik yang belajar mengenai filsafat. (@Baihaqi_Annizar)

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More