INTERRELASI
NILAI JAWA DAN ISLAM PADA ASPEK SASTRA
Makalah
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah:
Islam
dan Kebudayaan Jawa
Yang Diampu
Oleh: Ibnu Fikri, M.Si
Disusun
Oleh,
Maryam (103911029)
Tomy
Widiyanto (113411091)
Fajri Tri
Basuki (133111004)
Baihaqi (133111013)
M. Ainur
Rofiq (133111034)
Rifka Rosadi (133111000)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Sejarah Islam di Jawa telah berjalan cukup lama. Selama perjalanan
tersebut, banyak hal yang menarik dicermati, antara lain terjadinya dialog
budaya antara budaya asli Jawa dengan berbagai nilai yang datang dan
merasuk kedalam budayaJawa. Proses tersebut memunculkan berbagai varian
dialektika. Pada saat agama Hindu-Budha datang, memunculkan budaya Hindu-Budha
dengan corak khusus pengaruh budaya India. Demikian juga pada saat Islam
datang dan berinteraksi dengan budaya Jawa, melebur menjadi satu. Dalam hal
ini, ada dua corak yang tampak dipermukaan, yakni Islam mempengaruhi
nilai-nilai budaya Jawa dan Islam dipengaruhi oleh budaya Jawa.[1]
Sastra merupakan salah satu hasil dari interelasi nilai budaya Jawa
dan Islam. Keberadaan karya sastra dalam perspektif kebudayaan secara
langsung atau tidak langsung telah melahirkan berbagai kemungkinan yang dapat
dikatakan sebagai kekayaan semesta. Sastra sebagai istilah yang menunjuk
pada suatu ilmu dengan bahasan yang luas, yang meliputi teori sastra (membicarakan
pengertian dasar, unsur-unsur yang membentuk suatu karya sastra, jenis-jenis
dan perkembangan pemikiran sastra), sejarah sastra (membicarakan dinamika
tentang sastra, pertumbuhan atau perkembangan suatu karya sastra, tokoh-tokoh
dan ciri-ciri dari masing-masing tahap perkembangan suatu karya sastra).[2]
Sastra dalam masyarakat Jawa memiliki peranan cukup penting dalam
pembangunan peradaban. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya karya sastra baik
lisan maupun tulisan yang menyertai sejarah perjalanan peradaban
masyarakat Jawa. Sastra menjadi media yang dianggap penting dalam
mengajarkan dan menjaga nilai-nilai Jawa (kejawen) yang sempat
dipengaruhi oleh nilai-nilai atau ajaran animisme – dinamisme, Hindu dan
Budha.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa pengertian sastra dalam Islam dan budaya jawa?
B. Bagaimana periodisasi sastra Jawa?
C. Bagaimana interelasi nilai Jawa dan Islam dalam bidang sastra?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Sastra
Menurut Teeuw sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Jamil bahwa kata sastra
dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta yang berasal dari
akar kata 'sas' yang dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar,
memberi petunjuk. Akhiran 'tra' menunjuk pada alat, sarana sehingga sastra
berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk , buku intruksi atau
pengajaran. Biasanya kata sastra diberi awalan ‘su’ (menjadi susastra). Su
artinya baik, indah. Sehingga istilah susastra berarti pengajaran atau petunjuk
yang tertuang dalam dalam suatu tulisan yang berisi hal-hal yang baik dan
indah.[3]
Sedangkan sastra jawa secara praktis diartikan sebagai suatu bentuk aktivitas
tulis menulis dari para pujangga Jawa dalam mengungkapkan nilai-nilai dan
pandangan hidup dalam lingkup budaya jawa.Istilah sastra
dalam bahasa inggris juga dikenal sebagai literature yang menunjuk pada
karya tulis atau karya yang dicetak.
Berbicara tentang sastra takkan lepas dari fungsi sastra. Fungsi sastra
ialah mengungkap sebuah keindahan, nilai manfaat dan nilai moralitas. Suatu
karya sastra diaktakan memiliki keindahan karena sastra yang diungkap melalui
prosa, puisi, ataupun drama. Yang terpenting mengenai fungsi karya sastra
yaitu memiliki nilai hiburan dan nilai didaktik, dapat juga bernilai hiburan
dan mengajarkan pesan moral.
B. Periodisasi Sastra Jawa
Dalam perkembangan sastra Jawa, terdapat beberapa penggolongan hasil
karya sastra, diantaranya berdasar kaitannya dengan kurun waktu, yakni sastra
Jawa Kuno, Jawa baru dan Jawa modern. Ada pula pembabakan berdasar pada
kerajaan, yakni sastra zaman Hindu, zaman Majapahit, zaman Islam, zaman Mataram
dan sesudah Mataram. Sedangkan Pigeaud memperinci periodisasi sastra jawa
berdasar pengaruh kebudayaan, yaitu:[4]
1.
Periode pertama adalah
pra-Islam (900-1500M), dimana manuskrip-manuskrip Jawa kuno sebagian besar
ditulis di Jawa Timur. Periode ini sangat dipengaruhi oleh kebudayaan India.
Dari perkembangan kebudayaan Jawa ditemukan bukti bahwa kebudayaan Hindu sangat
berperan dalam pembentukan sastra Jawa Kuno, mulai dari pengenalan huruf sampai
pada sastra keagamaan, seperti Mahabrata dan Ramayana yang mengandung ajaran
moral.
2.
Periode
kedua adalah periode Jawa-Bali. Pada periode ini sastra Jawa berada dalam
lingkup pengaruh raja Hindu di Bali. Sastra jawa dipelihara dan dilestarikan di
Bali oleh orang-orang Hindu Majapahit yang lari ke Bali karena tidak mau
memeluk Islam.
3.
Periode ketiga adalah
era sastra pesisiran. Daerah-daerah pesisir utara Jawa yang menjadi pusat
perdagangan seperti Surabaya, Gresik, Jepara, Demak, Cirebon dan Banten
merupakan pusat munculnya sastra Jawa pesisiran.
Periodesasi sastra juga telah
dikenalkan pada era walisongo. Walisongo sebagai pelopor dakwah dengan seni dan
sastra budaya di Jawa. Walisongo adalah sejumlah guru besar atau ulama' yang
berjumlah sembilan yang diberi tugas untuk dakwah islamiyah di wilayah
tertentu. Walisongo mencapai sukses besar dalam syiar Islam di tanah Jawa ini.
Selain ahli dalam bidang keagamaan, Walisongo juga memasuki ranah-ranah seni
dan budaya masyarakat. Mereka gemar dengan kebudayaan dan sastra daerah.
Walisongo menciptakan syair-syair atau puisi dan tembang-tembang atau lagu
dengan memasukkan ajaran Islam di dalamnya dalam berdakwah.
C. Interelasi Nilai Jawa dan Islam dalam Bidang Sastra
Karya sastra yang berbentuk puisi merupakan karya sastra yang paling tua di
Indonesia. Tidak hanya di Nusantara, juga di Jawa karya sastra yang paling tua
adalah puisi (lama) yang lazim disebut mantra. Setelah itu muncul parikan dan
syair/wangsalan, yang di Jawa dikenal dengan ‘macapat’. Mantra dipakai
untuk berhubungan dengan religiositas manusia, terutama dalam berhubungan
dengan hal-hal yang gaib/supranatural (termasuk Tuhan). Mantra ini dibuat untuk
mempermudah manusia berhubungan dengan Yang Maha Kuasa. Agar seseorang mudah
dalam melaksanakan permohonannya kepada Tuhan, maka diucapkan
mantra-mantra. [5]
Selain mantra, karya sastra yang berbentuk puisi (puisi lama) yang dikenal
di Indonesia adalah pantun dan syair. Jenis-jenis puisi lama lainnya adalah
gurindam, talibun, tersina dan sebagainya yang memiliki struktur yang prinsip-prinsipnya
sama dengan struktur pantun dan syair.
Dalam tradisi jawa, karya sastra yang menyerupai pantun dan syair
adalah parikan dan wangsalan.[6] Parikan merupakan puisi
berupa pantun model jawa, yang hanya ada saran bunyi pada dua baris yang lazim
disebut sampiran. Sementara itu, wangsalan berupa dua baris pertama tidak hanya
merupakan saran bunyi, tetapi merupakan teka-teki yang akan terjawab pada
unsur-unsur isinya,contohnya :
Wangsalan :
Jenang sela (apu)
Wader kali sesonderan (sepat)
Apuran to
Yen wonten lepat kawula
Wangsalan sendiri memiliki banyak macamnya, diantaranya yaitu yang menjadi
satu dalam sebuah tembang
Sinom :
Jamang wakul kamandaka
Kawengku ing jinem wangi
Kayu malang munggen wangan
Sun wota sabudineki
Roning kacang wak mami
Yen tan panggih sira nglayung
oya mijil sing wiyat
Roning pisang leash ing wit
Edanira tan waras dening usada
Parikan :
Tjengkir wungu , wungune ketiban ndaru.
Wis pestimu, kowe pisah karo aku
Istilah interelasi secara sederhana disini
diartikan sebagai islam dijawakan sedangkan Jawa diislamkan. Keterkaitan antara Islam dengan karya sastra Jawa adalah keterkaitan yang
bersifat pembangunan moral. Islam mewarnai dan menjiwai karya-karya sastra Jawa
baru. Sedangkan puisi (tembang/sekar macapat) dipakai untuk sarana memberikan
berbagai petunjuk/nasehat yang secara subtansial merupakan petunjuk/nasehat
yang bersumber pada ajaran Islam. Hal ini terjadi karena para pujangga
tersebut jelas beragama Islam.[7]
Kualitas keislaman para pujangga saat itu tentunya berbeda dengan
kualitas saat sekarang ini,karena pengetahuan ajaran Islam saat itu (abad
18-19) belum banyak seperti sekarang ini, sehingga dalam menyampaikan
petunjuk/nasehat para pujangga melengkapi diri dari kekurangannya mengenai
pengetahuan ke-Islaman dengan mengambil hal-hal yang dianggap baik dan tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Sedangkandalam perkembangannya pujangga
keraton aktif dalam karya sastranya untuk tujuan politik keraton. Sementara
itu, kalangan rakyat banyak mengembangkan sastra yang bernuansa religius untuk
kepentingan pengenalan ajaran islam. Dan semua karya sastra jawa baru yang
sering digunakan pujangga keraton Surakarta (Sri Mangkunegara IV, R. Ngb.
Ranggawarsita, dan Susuhunan Pakubuwana IV) memakai puisi (tembang/macapat)
dalam menyusun karya -karya sastranya.[8]
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa munculnya
tembang/sekar macapat ini berbarengan dengan munculnya Islam di Jawa, yaitu
setelah jatuhnya kerajaan Hindu Majapahit.
Walaupun demikian, warna islam terlihat sekali
dalam substansinya, yaitu:
1. Unsur ketauhidan (upaya mendekatkan diri kepada
Tuhan Yang Maha Esa)
2.
Unsur
kebajikan (upaya memberikan petunjuk atau nasehat kepada siapapun)
Contoh karya-karya sastra pujangga yang menggunakan
puisi jawa baru :
1. Karya-karya sastra Sri Mangkunegara IV (serat-serat
piwulang)
a. Serat warganya (1784), memakai tembang dandanggula, berisi 10
bait.
b.
Serat
wirawiyata, memakai
tembang sinom (42 bait) dan tembang pangkur (14 bait),
c.
Serat
sriyatna,
memakai tembang dhandanggula (15 bait),
d. Serat
nayakawara,
memakai tembang pangkur (21 bait) dan tembang pangkur (12bait),
e. Serat
paliatma
(1793), memakai tembang mijil (11 bait) dan tembang pucung (11 bait),
f.
Serta
seloka tama
(1799), memakai tembang mijil (31 bait),
g. Serat
dharmalaksita
(1807), memakai tembang dhandanggula (12 bait), tembangkinanthi (18 bait) dan
tembang mijil (8 bait),
h.
Tembang
triparma,
memakai tembang dhandanggula (7 bait) dan tembang kinanthi (7 bait),
i.
Serat
wedhatama,
memakai tembang pucung (15 bait), gambuh (25 bait), pangkur(14 bait) dan sinom
(18 bait).
2. Karya-karya sastra R. Ngb. Ranggawarsita (tak-terkenal) :
a.
Serat
katalida,
memakai tembang sinom (2 bait)
b.
Serat
sabjati,
memakai tembang megathruh (19 bait)
c.
Serat
sandhatama,
memakai tembang gambuh (22 bait)
d.
Serat
wedharaga,
memakai tembang gambuh (38 bait)
3. Karya
sastra Susuhunan Pakubuwana IV :
a. Sastra wulangeh, yang memakai tembang-tembang dhandanggula (18
bait), kinanthi(16 bait), gambuh (17bait), pangkur (17 bait), maskumambang (34
bait), megatruh(17 bait), druma (12 bait), wirangrong (27 bait), pucung (23
bait), asmaradhana (28 bait), sinom (33 bait) dan girisa (12 bait).
Sedangkan corak yang mendominasi karya-karya sastra Jawa baru
diantaranya :
1. Masalah Jihad, dalam serat wirawiyata
(Mangkunegara IV) dengan implementasi, bagi setiap umat islam, sifat dan sikap
seperti yang dimiliki prajurit sangat diperlukan dalam menghadapiera
globalisasi yang akan membentuk
moral manusia,
yang akan melahirkan generasi yang handal dan memiliki kemampuan daya saing
tinggi.
2. Mendekatkan
diri pada Tuhan, dalam SeranayaKawara, dengan implementasi, mendekatkan
diri kepada Tuhan, apabila selalu mendekatkan diri kepada-Nya tentu akan
diberikan petunjuk-Nya.
3.
Memiliki
moral yang baik, dalam serat Selokatama, dengan implementasi, setiap
muslim hendaknya memiliki perilaku akhlakul karimah, karena dengan perilaku
tersebut seseorang akan terhindar dari perilaku yang jahat.[9]
Dalam sastra jawa yang
dipakai adalah satra pujangga keraton surakarta yang memiliki mentrumIslam,
yaitu mijil, kinanti, pucung, sinom, asmaradana, dhandhanggula, pangkur,
maskumambang, durma, gambuh, dan megatruh.Maksud dari keterkaitan antara Islam
dan karya sastra jawa adalah keterkaitan yang sifatnya imperative moral.
Pada zaman kontemporer karya-karya Jawa Islami sulit ditemukankarena kebanyakan pembuat puisi masih
enggan membuat puisi yang islami. kebanyakan mereka membuat karya-karya sastra yang
nJawani dari pada
islami. Selain itu, puisi Jawa yang islami belum dianggap ngetren, sehingga
kebanyakan mereka menyukai puisi yang njawani.Tetapi walaupun
demikian, masih ada penyair yang mengungkapkan ide-idenya lewat tembang macapat
dengan warna Islami. Diantara contohnya adalah Tembang Pocung “Bektiya Mring
Pangeran”, dan Tembang Gambuh “Bektiyo Marang Wong Tuwamu”.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan beberapa pembahasan diatas, maka selanjutnya penulis akan
memberikan kesimpulan sebagai jawaban dari berbagai pokok permasalahan sebagai
berikut:
1. Bentuk karya sastra juga ada beberapa
macam, meliputi; (1) Karya sastra yang berbentuk prosa, (2) karya sastra yang
berbentuk puisi dan (3) karya sastra yang berbentuk drama.Bicara mengenai
sastra tidak lepas dari fungsi dan sifatnya. Karya sastra lebih berfungsi untuk
menghibur dan sekaligus memberi pengajaran sesuatu terhadap manusia. Sastra
juga berfungsi untuk mengungkapkan adanya nilai keindahan (yang indah), nilai
manfaat (berguna), dan mengandung nilai moralitas (pesan moral).[10] Sedangkan fungsi dari sastra itu sendiri yaitu mengungkap sebuah keindahan,
nilai manfaat dan nilai moralitas. Selain itu sastra juga memiliki nilai
hiburan yang tinggi.
2. Sastra jawa memiliki tiga periode diantaranya yaitu: Periode Pra Islam,
periode Jawa-Bali, dan periode sastra pesisiran.
3. Sedangkan dalam perkembangannya, sastra pada masa hindu budha dikenal
dengan yang namanya mantra. Mantra tersebut hanya boleh dibaca atau diucapkan
oleh orang yang dianggap memiliki daya linuwih saja. Namun karya sastra itu
tidak hanya berupa mantra, tetapi sudah berkembang, ada yang namanya pantun
atau syair, yang lebih dikenal pada saat itu dengan sebuan parikan dan
wangsalan.
4.
Interelasi atau
keterkaitan antara Islam dengan karya-karya sastra Jawa adalah keterkaitan yang
sifatnya imperative moral. Artinya, keterkaitan itu menunjukkan warna
keseluruhan/corak yang mendominasi karya-karya sastra tersebut.
V. PENUTUP
Kesimpulan
diatas sekaligus menutup pembahasan makalah ini. Saran kami, sebagai mahasiswa
sepatutnya kita mampu mempertahankan kesustraan Jawa yang telah berkembang
seperti sekarang ini. Juga menghargai hasil karya-karya para pujangga terdahulu
yang telah mampu memasukkan nilai-nilai ajaran Islam serta hal-hal yang tidak
sepatutnya kita lakukan kedalam karya sastra tersebut, sehingga Islam pun mampu
berkembang sedemikian rupa.[11]
Demikian
yang dapat pemakalah sampaikan, penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kata sempurna. Sehingga pemakalah mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca, demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan manfaat dan menambah
pengetahuan kita. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
http://asa-2009.blogspot.com/2012/02/interrelasi-nilai-jawa-dan-islam-dalam.html
23/10/2013.
Amin, M.
Darori, 2000, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media.
Anasom,
dkk, 2004, Merumuskan Interelasi Islam–Jawa, Yogyakarta:
Gama Media.
Jamil, Abdul, 2000,
Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media.
Geertz, Clifford,
1981, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: PT.
Dunia Pustaka Jaya.
http://waromuhammad.blogspot.com/2012/03/interelasi-nilai-jawa-dan-islam-dalam.html.23/10/2013.
http://zamronislf.blogspot.com/2013/06/bab-i-pendahuluan-a.html.23/10/2013.
Tjadrasasmita, Uka, 2006,
Kajian Naskah-Naskah Klasik dan Penerapannya bagi Kajian Sejarah Islam,
Jakarta, Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat DEPAG RI.
http://nellybunny.blogspot.com/2012/06/interelasi-nilai-jawa-dan-islam-dalam.html.23/10/2013.
[1]http://asa-2009.blogspot.com/2012/02/interrelasi-nilai-jawa-dan-islam-dalam.html
23/10/2013.
[2]M.
Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2000),
hlm. 140.
[3]M. Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, hlm. 139.
[4]Anasom, dkk, Merumuskan
Interelasi Islam – Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2004),hlm. 118.
[5]A. Jamil, dkk, Islam
dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2000), hlm. 144.
[6]Clifford Geertz, Abangan,
Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta: PT. Dunia Pustaka
Jaya, 1981), hlm. 375-376.
[7]http://waromuhammad.blogspot.com/2012/03/interelasi-nilai-jawa-dan-islam-dalam.html.23/10/2013.
[8]http://zamronislf.blogspot.com/2013/06/bab-i-pendahuluan-a.html.23/10/2013.
[9]M. Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, hlm. 151.
10]Uka Tjadrasasmita, Kajian
Naskah-Naskah Klasik dan Penerapannya bagi Kajian Sejarah Islam, (Jakarta, Puslitbang
Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat DEPAG RI, 2006), hlm. 61.
[11]http://nellybunny.blogspot.com/2012/06/interelasi-nilai-jawa-dan-islam-dalam.html.23/10/2013.
0 komentar:
Post a Comment