INTERRELASI
NILAI JAWA DAN ISLAM PADA ASPEK ARSITEKTUR
Makalah
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah:
Islam
dan Kebudayaan Jawa
Yang Diampu
Oleh: Ibnu Fikri, M.Si
Disusun
Oleh,
Baihaqi An Nizar (133111013)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
Pendahuluan
Sejak Islam masuk
di Jawa, Islam bertemu dengan nilai-nilai Hindu Budha yang sudah mengakar kuat
di kalangan masyarakat.Tentu saja nilai-nilai dari Hindu Budha pun sebelumnya
telah mengakomodasi nilai religi animisme dan dinamisme sebagai nilai yang
telah mengalami percampuran, yang kemudian disebut sebagai nilai-nilai
kebudayaan Jawa.
Ketika Islam datang
dan berinteraksi dengan nilai-nilai lama tersebut, masyarakat sering
menyebutnya sebagai nilai-nilai kebudayaan Jawa.Nilai-nilai kebudayaan yang
berkembang juga menyangkut bidang arsitektur.Mark R. Woodward (1985) mengatakan
bahwa Islam Jawa bagaimanapun juga berakar pada tradisi dan teks suci Islam itu
sendiri. Menurutnya penting untuk mengetahui pola hubungan simbolik antara teks
suci dan situasi historis umat islam, sehingga kita bisa melihat kehadiran
arsitektur yang memadukan nilai islam (Timur Tengah) dengan karakteristik lokal
(Jawa) yang sudah berkembang. Menurut Jauharotul Huda pemikiran Mark R.
Woodward di atas mengindikasikan sebagai salah satu produk budaya arsitektur di
Jawa juga merupakan bagian dari interpretasi teks dalam kehidupan orang Jawa
yang menyejarah.
Pandangan di atas akan membantah
opini dimana islam Jawa sering dipandang sebagai islam sinkretik atau islam
nominal, yang konsekuensinya Islam Jawa bukanlah Islam dalam arti sebenarnya.
Oleh karena itu penting pula memahami interelasi Islam Jawa pada bidang
arsitektur. Mengingat arsitektur (secara fisik) menunjukkan keberadaan
perkembangan budaya suatu daerah, Misalnya dari bangunan tempat ibadah, makam,
tata ruang kota, dan lain-lain. Sehingga dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai interelasi Islam dan Budaya Jawa pada aspek arsitektur.
II.
Rumusan Masalah
A. Apa pengertian arsitektur Islam?
B. Bagaimana
sejarah arsitektur dalam Islam?
C. Apa
saja macam-macam arsitektur Jawa Islam?
D. Bagaimana
pola interelasi nilai Jawa dan Islam pada aspek arsitektur?
III.
Tujuan
Penulisan
A.
Mengetahui pengertian
arsitektur Islam
B.
Mengetahui
sejarah arsitektur dalam Islam
C.
Mengetahui
macam-macam arsitektur Jawa Islam
D.
Mengetahui
pola interelasi nilai Jawa dan Islam pada aspek arsitektur
IV. Pembahasan
A. Pengertian
Arsitektur Islam
Kata Arsitektur berasal
dari bahasa Yunani, yaitu : architekton yang terbentuk dari dua suku
kata, yakni arkhe yang bermakna asli, awal, otentik, dan tektoo yang
bermakna bediri stabil, dan kokoh. Arsitektur Islam adalah Ilmu dan
seni merancang bangunan, kumpulan bangunan, struktur lain yang fungsional, dan
dirancang berdasarkan kaidah estetika Islam.
Secara singkat,
arsitektur adalah pengetahuan seni merancang (mendesain) bangunan. Adapula yang
mengartikan, arsitektur merupakan perkara bangun-membangun, perkara merangkai
dan menegakkan bahan satu dengan bahan lain untuk melawan gravitasi yang
cenderung menarik rebah ke tanah.[1]
Sedangkan arsitektur Islam adalah
arsitektur yang berangkat dari konsep pemikiran Islam. Inti dari ajaran Islam
adalah Al-Qur’an dan Al-Hadist, dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa
arsitektur Islam juga memiliki inti yang sama. Dalam kategori ini arsitektur
Islam yang dimaksud terkait dan terikat dengan suatu zaman atau periode
tertentu atau kaum tertentu, jadi dapat dikatakan arsitektur Islam adalah abadi
dan borderless atau tidak terbatas pada daerah tertentu bagi kaum
tertentu.
Arsitektur Islam sebagai cerminan
budaya sosial kultural ummah (masyarakat Islam) yang tengah berkembang pada
periode waktu dan tempat tertentu (selanjutnya kita sebut arsitektur budaya
Islam Jawa).
Hasil karya utama dalam seni arsitektur Islam adalah masjid sebagai
konsekuensi dari ajaran Islam yang mengajarkan shalat dan masjid sebagai tempat
pelaksanaannya. Kemudian
muncul bangunan-bangunan lain di luar masjid yang juga masih merupakan
rangkaian ungkapan kehidupan Islam sebagai fasilitas yang menampung kebutuhan
manusia, yaitu istana- istana, bangunan benteng pertahanan, dan makam- makam.
B.
Sejarah
Arsitektur dalam Islam
Dalam sejarah peradaban agama islam,masjid di anggap sebagai cikal bakal
arsitektur dalam Islam,yakni dengan di bangunnya masjid Quba oleh Rasulullah
SAW sebagai masjid yang pertama.
Awal mula bangunan masjid Quba sangatlah sederhana sekali, dengan lapangan
terbuka sebagai intinya,dan penempatan mimbar pada sisi dinding arah
kiblat,serta di tengah-tengah lapangan terdapat sumber air untuk bertujuan
bersuci,masjid Quba ini merupakn karya spontan dari masyarakat muslim di Madinah
pada waktu itu . Bangunan masjid Quba di sebut para ahli sebagai masjid arab
asli. Namun kiranya, arti lebih luas adalah bahwa masjid Quba telah menampilkan
dasar pola arsitektur masjid yang lebih mengedepankan makna dan fungsi minimal
yang harus terpenuhi dalam bangunan sebuah masjid.[2]
Sementara itu, sebelum Islam masuk di Jawa masyarakat Jawa telah memiliki
kemampuan dalam melahirkan karya seni arsitektur, baik yang dijiwai oleh nilai
seni asli Jawa maupun jenis bangunan seperti kuburan, candi, keraton, benteng,
meru, rumah joglo, relief pada bangunan gapura, tata wayang pada rumah, dan
padepokan.
Oleh karena
itu, ketika Islam masuk di Jawa arsitektur Jawa tidak dapat dinafikan oleh
Islam. Jadi, agar Islam dapat diterima sebagai agama orang Jawa, maka
simbol-simbol Islam hadir dalam bingkai budaya dan konsep Jawa, sebagai hasil
berasimilasinya dua kebudayaan dan sekaligus sebagai pengakuan akan keberadaan
keunggulan Muslim Jawa dalam karya arsitektur.
C.
Macam-Macam Arsitektur Jawa Islam
Banyak
arsitektur jawa yang bercorak Islam, dimana terjadi asimilasi diantara dua
kebudayaan tersebut,diantaranya:
1.
Masjid
Masjid sebagai
tempat yang secara khusus untuk beribadah kepada Allah SWT, mempunyai nilai
yang sangat tinggi bagi umat Islam.Masjid juga digunakan untuk berdoa dan
memohon kepada Allah atas segala sesuatu yang menjadi keinginan serta tujuan
manusia.
Di berbagai
tempat dimana Islam tumbuh, masjid telah menjadi bangunan penting dalam syiar
Islam.Masjid dijadikan sebagai sarana penanaman budaya Islam sehingga dalam
pengertian ini terjadilah pertemuan dua unsur dasar kebudayaan, yakni
kebudayaan yang dibawa oleh para penyebar Islam yang terpaterai oleh ajaran
Islam dan kebudayan lama yang telah dimiliki oleh masyarakat setempat. Di sini
terjadilah asimilasi yang merupakan keterpaduan antara kecerdasan kekuatan
watak yang disertai oleh spirit Islam yang kemudian memunculkan kebudayaan baru
yang kreatif, yang menandakan kemajuan pemikiran dan peradabannya. Oleh karena
itu keragaman bentuk arsitektur masjid jika dilihat dari satu sisi merupakan
pengayaan terhadap khazanah arsitektur Islam, pada sisi yang lain arsitektur
masjid yang bernuansa local secara psikologis telah mendekatkan masyarakat
setempat dengan Islam.[3]
Masjid
sebagai arsitektur Islam merupakan manifestasi keyakinan agama seseorang.Oleh
karena itu, tampilan arsitektur Islam tidak lagi hanya pada masjid, tetapi
telah tampil dalam bentuk karya fisik yang lebih luas.
2.
Makam
Di Jawa
makam merupakan salah satu tempat yang dianggap sakral, bahkan sebagian
cenderung dikeramatkan.Dilihat dari corak arsitekturnya terdapat beberapa
bentuk. Ada yang sederhana dengan hanya ditandai batu nisan seperti makam
Fatimah binti Maimun, atau makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, dll.
Adapun untuk
penempatannya ada yang menyatu dengan komplek masjid seperti sunan Kudus, makam
Raden Patah.Bangunan makam Sunan Kudus yang arealnya dikelilingi bangunan yang
berlapis-lapis mengingatkan kita pada bentuk bangunan kedhaton pada keraton
jaman kerajaan Hindu dengan lawanng korinya.Tampilnya berbagai seni hias dan
stereotipe candi pada beberapa makam di Jawa menunjukkan adanya bukti
interelasi budaya Jawa dan Islam dalam arsitektur makam.
Berikut
terdapat tradisi penguburan jenazah yang didasarkan pada hadits Nabi:
a.
Kuburan lebih baik ditinggikan dari
tanah sekitar agar mudah diketahui (HR. Baihaqi)
b.
Membuat tanda kubur dengan batu atau
benda lain pada bagian kepala (HR. Abu Daud)
c.
Dilarang menembok kuburan (HR.
Tirmidzi dan Muslim)
d.
Dilarang membuat tulisan diatas
kubur (HR. An-Nasa’i)
e.
Dilarang membuat bangunan diatas
kubur (HR. Ahmad dan Muslim)
f.
Dilarang menjadikan kuburan sebagai
masjid (HR. Bukhari dan Muslim)
3.
Istana
Istana atau
keraton adalah kediaman seorang pemimpin atau raja. Dalam masyarakat yang masih
sederhana penjenjangan sosialnya, ketika kedudukan pemimpin atau ketua bukanlah
sesuatu yang terlalu istimewa. Pada masyarakat berburu dan meramu serta pertanian
sederhana, seorang pemimpin tidak punya status dan hak yang berbeda dari warga
lainnya. Ia hanya berperan ketika suasana dan peristiwa membutuhkannya.
Kediamannya, dengan demikian tidak banyak berbeda dari anggota masyarakat yang
lainnya.
Pada
masyarakat tani yang sudah lebih maju, pertanian sawah, hasil yang diperoleh
selalu berlebih pada kebutuhan pokok, sehingga meninggalkan sisa atau kelebihan
ini akan jatuh ke tangan satu orang atau kelompok tertentu untuk dikelola.
Golongan inilah yang akan terbentuk sebagai lapisan baru, yaitu golongan orang
kaya atau raka (dalam bahasa Jawa berarti kakak, abang) yang tidak usah bekerja
di sawah tetapi justru menguasai dan mengendalikan para petani.
Ketika konsolidasi
ini semakin meluas, lahirlah konsep raja yang dipinjam dari budaya India,
sebagai raka atas raka yang lain. Dengan sendirinya penguasaan surplus
pertanian dan hasil perniagaanya terpusat pada dirinya. Golongan ini sangat sadar dan memperhatikan derajat sosial
mereka, oleh karenanya mereka membuat perbedaan dalam penampilan, tata cara dan
kediaman mereka. Merekalah yang mendirikan istana atau keraton.
4.
Tata Kota Islam
Secara tidak langsung, arsitektur
dan tata kota Islam bertautan dan dipengaruhi oleh Hukum Ilahi atau Syari’ah,
yang mencetak kehidupan individu Muslim dan kehidupan komunitas Islam sebagai
satu keseluruhan. Hukum Ilahi itu sendiri berasal dari wahyu Islam dan
sekalipun tidak mencipta arsitektur atau tata kota, ia benar-benar melengkapi
arsitektur itu dengan latar belakang sosial dan manusiawi yang secara sakral
mempunyai asal usul yag supra manusiawi. Karenanya,
arsitektur dan tata kota Islam, dalam bentuk tradisional dicipta, dibentuk, dan
dipengaruhi oleh agama Islam dalam prinsip-prinsip batini, bahasa simbolik dan
landasan-landasan intelektual mereka, dan juga oleh penataan manusiawi dan
sosial untuk mana mereka dipergunakan sebagai kerangka eksternal.[4]
D.
Pola
Interelasi Nilai Jawa dan Islam pada Aspek Arsitektur
1.
Interrelasi Islam dan Jawa dalam
arsitektur masjid
Dari uraian
diatas, berikut ini adalah interrelasi antara nilai Islam dan Jawa dalam
arsitektur masjid:
a.
Adanya menara yang mirip dengan meru
pada bangunan hindu.
Kata
menara dari perkataan manara yang berasal dari bahasa arabnar
yang berarti api atau nur yang berarti bahaya. Awalan kata ma menunjukkan
tempat. Jadi menara berarti tempat menaruh api atau cahaya di atas. Akan tetapi
kemudian memiliki manfaat yang lain, yakni untuk mengumandangkan adzan guna
menyeru orang melakukan Shalat. Sugeng Haryadi menyatakan bahwa menara dalam
pandangan ulama sufi dikategorikan Manaru yaitu suatu bangunan yang
puncaknya digunakan untuk memancarkan cahaya Allah SWT (agama Islam). Seperti
contohnya masjid Kudus (Masjid Al-Aqsha) yang memiliki menara bercorak Hindu.
b.
Adanya lawang kembar, pintu gapura
dan pagar bercorak Hindu.
c.
Penggunaan bentuk atas bertingkat/
tumpang dan pondasi persegi.
Bentuk
bangunan masjid dengan model atas tingkat tiga diterjemahkan sebagai lambang
keislaman seseorang yang ditopang oleh tiga aspek, yakni Iman, Islam dan
Ihsan.Adapun Nurcholis Madjid menafsirkannya sebagai lambang tiga jenjang
penghayatan keagamaan manusia yaitu tingkat dasar (purwa), menengah (madya)
dan tingkat akhir yang maju dan tinggi (wusana), yang sejajar dengan
jenjang vertikal Islam, Iman, dan Ihsan.Selain itu dianggap pula sejajar dengan
syari'at, thariqat, dan ma'rifat.
d.
Adanya pawastren
Pawastren adalah
tempat shalat yang dikhususkan bagi para wanita.Biasanya ditempatkan di bagian
selatan ruang utama dan dihubungkan dengan jendela dan pintu.Namun ada juga pawastren
yang letaknya di sebelah utara, sebagaimana terdapat pada masjid Kudus
Kulon.Bahkan di masjid Mantingan malah tidak ada pawastrennya.
e.
Adanya bedug dan kentongan
Biasanya masjid di Jawa
dilengkapi dengan bedug dan kentongan sebagai pertanda masuknya waktu shalat
yang pada masanya dianggap sebagai sarana yang sangat efektif untuk komunikasi.
Sunan Kudus juga punya kebiasaan unik
terkait dengan bedug ini, yakni kegiatan menunggu datangnya bulan
Ramadhan. Untuk mengundang para jamaah ke masjid, Sunan Kudus menabuh bedug
berulang- ulang.Setelah jamaah berkumpul di masjid, Sunan Kudus mengumumkan
kapan persisnya hari pertama puasa.
2.
Interelasi Islam dan Jawa dalam
arsitektur makam
Contoh interrelasi yang terjadi
antara nilai Islam dan nilai Jawa dalam arsitektur makam atau kuburan adalah
sebagai berikut:
a.
Penggunaan penanda pada makam
seperti batu nisan dan ada pula
yang diberi cungkup.
Di Jawa,
makam merupakan salah satu tempat yang dianggap sakral, bahkan cenderung
dikeramatkan. Dilihat dari corak arsitekturnya terdapat beberapa bentuk. Ada
yang sederhana dengan hanya ditandai batu nisan seperti makam Fatimah binti
Maimun, atau makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Ada pula yang diberi cungkup
dan diberi hiasan- hiasan dan kelambu seperti makam Sunan Kudus, Raden Patah,
Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan lain- lain.
b.
Ditempatkannya makam di tempat yang
tinggi.
Sesuai dengan hadits Nabi yakni
kuburan lebih baik ditinggikan dari tanah sekitar agar mudah diketahui (HR.
Baihaqi).Contoh makam yang ditempatkan di puncak bukit adalah komplek neoporole
raja-raja Mataram di Imogiri, Astana Giribangun Mangadeg di Matesih, dan Makam
Sunan Muria di gunung Muria.Kondisi ini menyerupai bangunan pura yang di
dalamnya terdapat abu pembakaran mayat yang diletakkan pada tempat tinggi pada
tradisi Hindu.[5]
c.
Adanya bangunan berlapis di
sekeliling makam
Bangunan
makam sunan Kudus yang arealnya dikelilingi bangunan yang berlapis- lapis
mengingatkan kita pada bentuk bangunan kedhaton pada keraton jaman
kerajaan Hindu dan lawang korinya.
d.
Adanya candi pada beberapa Makam di
Jawa menunjukkan adanya bukti interrelasi budaya Jawa dan Islam dalam
arsitektur makam.
e.
Penggunaan istilah pesarean (tempat
tidur panjang).
Dalam
tradisi pra- Islam hampir tidak mengakui kematian.Kematian sering disamarkan
atau ditafsirkan dengan "kembali ke alam Dewa", "Sirna",
dan sebagainya.Hal ini mengakibatkan makam tidak dianggap sebagai kubur
sebagaimana konsep Islam, tapi sebagai tempat "tidur panjang" (pesarean),
astana atau tempat ketenangan (kasunyatan).
3.
Interelasi Islam dan Jawa dalam
arsitektur istana
Contoh
interrelasi yang terjadi antara nilai Islam dan nilai Jawa dalam arsitektur
istana keraton salah satunya bisa kita lihat pada bangunan keraton Kanoman,
Cirebon, yaitu sebagai berikut:
a. Bahan yang
digunakan adalah dinding bata yang memang amat tua
b. Biasanya
berupa empat buah tiang menyangga atap sirap menutupi lantaberupa empat buah
tiang menyangga atap sirap menutupi lantai seluas kira-kira 4x4 meter persegi
c. Bangunan
yang menghadap ke Timur dan di depannya ada sebuah kolam penuh hiasan berpola
mega mendung
d. Di depan
kolam ada pekarangan kecil dan di seberangnya ada suatu peninggian tanah
(batur) yang diduga adalah semacam pendopo
4.
Interelasi Islam dan Jawa dalam
arsitektur tata kota Islam
Contoh
interrelasi yang terjadi antara nilai Islam dan nilai Jawa dalam arsitektur
tata kota Islam adalah sebagai berikut:
a. Biasanya
terdapat alun-alun yang menjadi pusat keramaian kota
b. Di dekat
alun-alun terdapat bangunan Masjid besar
c. Terdapat
pula Pendopo yang menjadi pusat pemerintahan
d. Tidak jauh
dari alun-alun, terdapat pasar yang menjadi pusat perdagangan
V. Kesimpulan
A.
Arsitektur Islam adalah pengetahuan
seni merancang bangunan yang berangkat dari konsep pemikiran Islam.
B.
Sejarah arsitektur Islam berawal
dari pembangunan masjid Quba pada masa Rasulullah sebagai masjid pertama. Sementara itu, sebelum Islam masuk di Jawa, masyarakat Jawa telah memiliki kemampuan dalam melahirkan karya seni
arsitektur. Oleh karena itu, ketika Islam masuk di Jawa,
arsitektur Jawa tidak dapat dinafikan oleh Islam. Jadi, agar Islam dapat
diterima sebagai agama orang Jawa, maka simbol-simbol Islam hadir dalam bingkai
budaya dan konsep Jawa, sebagai hasil berasimilasinya dua kebudayaan.
C.
Macam-macam arsitektur Jawa Islam
yaitu masjid, makam, istana, tata kota Islam.
D.
Interrelasi Islam dan Jawa dalam
arsitektur masjid :
1.
Adanya menara yang mirip dengan meru
pada bangunan hindu.
2.
Adanya lawang kembar, pintu gapura
dan pagar bercorak Hindu
3.
Penggunaan bentuk atas bertingkat/
tumpang dan pondasi persegi
4.
Adanya pawastren
5.
Adanya bedug dan kentongan
Interelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur makam :
1.
Penggunaan penanda pada makam
seperti batu nisan dan ada pula
yang diberi cungkup.
2.
Ditempatkannya makam di tempat yang
tinggi.
3.
Adanya bangunan berlapis di
sekeliling makam
4.
Adanya candi pada beberapa Makam di
Jawa
5.
Penggunaan istilah pesarean (tempat
tidur panjang)
Interelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur istana :
1.
Bahan yang digunakan adalah
dinding bata yang memang amat tua
2.
Biasanya berupa empat buah tiang
menyangga atap sirap menutupi lantaberupa empat buah tiang menyangga atap sirap
menutupi lantai seluas kira-kira 4x4 meter persegi
3.
Bangunan yang menghadap ke Timur
dan di depannya ada sebuah kolam penuh hiasan berpola mega mendung
4.
Di depan kolam ada pekarangan
kecil dan di seberangnya ada suatu peninggian tanah (batur) yang diduga adalah
semacam pendopo
Interelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur tata kota Islam :
1.
Biasanya terdapat alun-alun yang
menjadi pusat keramaian kota
2.
Di dekat alun-alun terdapat bangunan
Masjid besar
3.
Terdapat pula Pendopo yang menjadi
pusat pemerintahan
4.
Tidak jauh dari alun-alun, terdapat
pasar yang menjadi pusat perdagangan
DAFTAR
PUSTAKA
Amin,
Darrori. 2002. Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta : Gama Media
Azra, Azymardi.
1997. Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar baru
Hossein Nasr, Seyyed. 1994. Islam
Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, Bandung : Media
Resi, Maharsi.
2010. Islam Melayu VS Jawa Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Rochym,
Abdul. 1983. Sejarah Arsitektur Islam. Bandung : Angkasa
http://islam+kebudayaan+jawa+aspek+arsitektur.com
3 November 2013 pukul 13.00 WIB
[1]
Abdul Rochym, Sejarah Arsitektur Islam, Angkasa, Bandung, 1983, hlm. 26
[2]
Maharsi Resi, Islam Melayu VS Jawa Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2010, hlm.188
[3] Darrori
Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta : Gama Media, 2002, hlm.187
[4]
Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern,
Bandung: 1994, hlm.243
0 komentar:
Post a Comment