Friday, November 14, 2014

Interrelasi Nilai Jawa dan Islam pada Aspek Arsitektur





INTERRELASI NILAI JAWA DAN ISLAM PADA ASPEK ARSITEKTUR
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Islam dan Kebudayaan Jawa
Yang Diampu Oleh: Ibnu Fikri, M.Si
Disusun Oleh,
Baihaqi An Nizar  (133111013)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO
SEMARANG
2013
 

I.         Pendahuluan
Sejak Islam masuk di Jawa, Islam bertemu dengan nilai-nilai Hindu Budha yang sudah mengakar kuat di kalangan masyarakat.Tentu saja nilai-nilai dari Hindu Budha pun sebelumnya telah mengakomodasi nilai religi animisme dan dinamisme sebagai nilai yang telah mengalami percampuran, yang kemudian disebut sebagai nilai-nilai kebudayaan Jawa.
Ketika Islam datang dan berinteraksi dengan nilai-nilai lama tersebut, masyarakat sering menyebutnya sebagai nilai-nilai kebudayaan Jawa.Nilai-nilai kebudayaan yang berkembang juga menyangkut bidang arsitektur.Mark R. Woodward (1985) mengatakan bahwa Islam Jawa bagaimanapun juga berakar pada tradisi dan teks suci Islam itu sendiri. Menurutnya penting untuk mengetahui pola hubungan simbolik antara teks suci dan situasi historis umat islam, sehingga kita bisa melihat kehadiran arsitektur yang memadukan nilai islam (Timur Tengah) dengan karakteristik lokal (Jawa) yang sudah berkembang. Menurut Jauharotul Huda pemikiran Mark R. Woodward di atas mengindikasikan sebagai salah satu produk budaya arsitektur di Jawa juga merupakan bagian dari interpretasi teks dalam kehidupan orang Jawa yang menyejarah.
Pandangan di atas akan membantah opini dimana islam Jawa sering dipandang sebagai islam sinkretik atau islam nominal, yang konsekuensinya Islam Jawa bukanlah Islam dalam arti sebenarnya. Oleh karena itu penting pula memahami interelasi Islam Jawa pada bidang arsitektur. Mengingat arsitektur (secara fisik) menunjukkan keberadaan perkembangan budaya suatu daerah, Misalnya dari bangunan tempat ibadah, makam, tata ruang kota, dan lain-lain. Sehingga dalam makalah ini kami akan membahas mengenai interelasi Islam dan Budaya Jawa pada aspek arsitektur.
II.      Rumusan Masalah
A.    Apa pengertian arsitektur Islam?
B.     Bagaimana sejarah arsitektur dalam Islam?
C.     Apa saja macam-macam arsitektur Jawa Islam?
D.    Bagaimana pola interelasi nilai Jawa dan Islam pada aspek arsitektur?
III.   Tujuan Penulisan
A.       Mengetahui pengertian arsitektur Islam
B.       Mengetahui sejarah arsitektur dalam Islam
C.       Mengetahui macam-macam arsitektur Jawa Islam
D.       Mengetahui pola interelasi nilai Jawa dan Islam pada aspek arsitektur
IV.   Pembahasan
A.    Pengertian Arsitektur Islam
Kata Arsitektur berasal dari bahasa Yunani, yaitu : architekton yang terbentuk dari dua suku kata, yakni arkhe yang bermakna asli, awal, otentik, dan tektoo yang bermakna bediri stabil, dan kokoh. Arsitektur Islam adalah Ilmu dan seni merancang bangunan, kumpulan bangunan, struktur lain yang fungsional, dan dirancang berdasarkan kaidah estetika Islam.
            Secara singkat, arsitektur adalah pengetahuan seni merancang (mendesain) bangunan. Adapula yang mengartikan, arsitektur merupakan perkara bangun-membangun, perkara merangkai dan menegakkan bahan satu dengan bahan lain untuk melawan gravitasi yang cenderung menarik rebah ke tanah.[1]
Sedangkan arsitektur Islam adalah arsitektur yang berangkat dari konsep pemikiran Islam. Inti dari ajaran Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadist, dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa arsitektur Islam juga memiliki inti yang sama. Dalam kategori ini arsitektur Islam yang dimaksud terkait dan terikat dengan suatu zaman atau periode tertentu atau kaum tertentu, jadi dapat dikatakan arsitektur Islam adalah abadi dan borderless atau tidak terbatas pada daerah tertentu bagi kaum tertentu.
            Arsitektur Islam sebagai cerminan budaya sosial kultural ummah (masyarakat Islam) yang tengah berkembang pada periode waktu dan tempat tertentu (selanjutnya kita sebut arsitektur budaya Islam Jawa).
Hasil karya utama dalam seni arsitektur Islam adalah masjid sebagai konsekuensi dari ajaran Islam yang mengajarkan shalat dan masjid sebagai tempat pelaksanaannya. Kemudian muncul bangunan-bangunan lain di luar masjid yang juga masih merupakan rangkaian ungkapan kehidupan Islam sebagai fasilitas yang menampung kebutuhan manusia, yaitu istana- istana, bangunan benteng pertahanan, dan makam- makam.
B.     Sejarah Arsitektur dalam Islam
Dalam sejarah peradaban agama islam,masjid di anggap sebagai cikal bakal arsitektur dalam Islam,yakni dengan di bangunnya masjid Quba oleh Rasulullah SAW sebagai masjid yang pertama.
Awal mula bangunan masjid Quba sangatlah sederhana sekali, dengan lapangan terbuka sebagai intinya,dan penempatan mimbar pada sisi dinding arah kiblat,serta di tengah-tengah lapangan terdapat sumber air untuk bertujuan bersuci,masjid Quba ini merupakn karya spontan dari masyarakat muslim di Madinah pada waktu itu . Bangunan masjid Quba di sebut para ahli sebagai masjid arab asli. Namun kiranya, arti lebih luas adalah bahwa masjid Quba telah menampilkan dasar pola arsitektur masjid yang lebih mengedepankan makna dan fungsi minimal yang harus terpenuhi dalam bangunan sebuah masjid.[2]
Sementara itu, sebelum Islam masuk di Jawa masyarakat Jawa telah memiliki kemampuan dalam melahirkan karya seni arsitektur, baik yang dijiwai oleh nilai seni asli Jawa maupun jenis bangunan seperti kuburan, candi, keraton, benteng, meru, rumah joglo, relief pada bangunan gapura, tata wayang pada rumah, dan padepokan.
Oleh karena itu, ketika Islam masuk di Jawa arsitektur Jawa tidak dapat dinafikan oleh Islam. Jadi, agar Islam dapat diterima sebagai agama orang Jawa, maka simbol-simbol Islam hadir dalam bingkai budaya dan konsep Jawa, sebagai hasil berasimilasinya dua kebudayaan dan sekaligus sebagai pengakuan akan keberadaan keunggulan Muslim Jawa dalam karya arsitektur.
C.    Macam-Macam Arsitektur Jawa Islam
Banyak arsitektur jawa yang bercorak Islam, dimana terjadi asimilasi diantara dua kebudayaan tersebut,diantaranya:
1.        Masjid
Masjid sebagai tempat yang secara khusus untuk beribadah kepada Allah SWT, mempunyai nilai yang sangat tinggi bagi umat Islam.Masjid juga digunakan untuk berdoa dan memohon kepada Allah atas segala sesuatu yang menjadi keinginan serta tujuan manusia.
Di berbagai tempat dimana Islam tumbuh, masjid telah menjadi bangunan penting dalam syiar Islam.Masjid dijadikan sebagai sarana penanaman budaya Islam sehingga dalam pengertian ini terjadilah pertemuan dua unsur dasar kebudayaan, yakni kebudayaan yang dibawa oleh para penyebar Islam yang terpaterai oleh ajaran Islam dan kebudayan lama yang telah dimiliki oleh masyarakat setempat. Di sini terjadilah asimilasi yang merupakan keterpaduan antara kecerdasan kekuatan watak yang disertai oleh spirit Islam yang kemudian memunculkan kebudayaan baru yang kreatif, yang menandakan kemajuan pemikiran dan peradabannya. Oleh karena itu keragaman bentuk arsitektur masjid jika dilihat dari satu sisi merupakan pengayaan terhadap khazanah arsitektur Islam, pada sisi yang lain arsitektur masjid yang bernuansa local secara psikologis telah mendekatkan masyarakat setempat dengan Islam.[3]
Masjid sebagai arsitektur Islam merupakan manifestasi keyakinan agama seseorang.Oleh karena itu, tampilan arsitektur Islam tidak lagi hanya pada masjid, tetapi telah tampil dalam bentuk karya fisik yang lebih luas.
2.        Makam
Di Jawa makam merupakan salah satu tempat yang dianggap sakral, bahkan sebagian cenderung dikeramatkan.Dilihat dari corak arsitekturnya terdapat beberapa bentuk. Ada yang sederhana dengan hanya ditandai batu nisan seperti makam Fatimah binti Maimun, atau makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, dll.
Adapun untuk penempatannya ada yang menyatu dengan komplek masjid seperti sunan Kudus, makam Raden Patah.Bangunan makam Sunan Kudus yang arealnya dikelilingi bangunan yang berlapis-lapis mengingatkan kita pada bentuk bangunan kedhaton pada keraton jaman kerajaan Hindu dengan lawanng korinya.Tampilnya berbagai seni hias dan stereotipe candi pada beberapa makam di Jawa menunjukkan adanya bukti interelasi budaya Jawa dan Islam dalam arsitektur makam.
Berikut terdapat tradisi penguburan jenazah yang didasarkan pada hadits Nabi:
a.       Kuburan lebih baik ditinggikan dari tanah sekitar agar mudah diketahui (HR. Baihaqi)
b.      Membuat tanda kubur dengan batu atau benda lain pada bagian kepala (HR. Abu Daud)
c.       Dilarang menembok kuburan (HR. Tirmidzi dan Muslim)
d.      Dilarang membuat tulisan diatas kubur (HR. An-Nasa’i)
e.       Dilarang membuat bangunan diatas kubur (HR. Ahmad dan Muslim)
f.       Dilarang menjadikan kuburan sebagai masjid (HR. Bukhari dan Muslim)
3.        Istana
Istana atau keraton adalah kediaman seorang pemimpin atau raja. Dalam masyarakat yang masih sederhana penjenjangan sosialnya, ketika kedudukan pemimpin atau ketua bukanlah sesuatu yang terlalu istimewa. Pada masyarakat berburu dan meramu serta pertanian sederhana, seorang pemimpin tidak punya status dan hak yang berbeda dari warga lainnya. Ia hanya berperan ketika suasana dan peristiwa membutuhkannya. Kediamannya, dengan demikian tidak banyak berbeda dari anggota masyarakat yang lainnya.
Pada masyarakat tani yang sudah lebih maju, pertanian sawah, hasil yang diperoleh selalu berlebih pada kebutuhan pokok, sehingga meninggalkan sisa atau kelebihan ini akan jatuh ke tangan satu orang atau kelompok tertentu untuk dikelola. Golongan inilah yang akan terbentuk sebagai lapisan baru, yaitu golongan orang kaya atau raka (dalam bahasa Jawa berarti kakak, abang) yang tidak usah bekerja di sawah tetapi justru menguasai dan mengendalikan para petani.
Ketika konsolidasi ini semakin meluas, lahirlah konsep raja yang dipinjam dari budaya India, sebagai raka atas raka yang lain. Dengan sendirinya penguasaan surplus pertanian dan hasil perniagaanya terpusat pada dirinya. Golongan ini sangat  sadar dan memperhatikan derajat sosial mereka, oleh karenanya mereka membuat perbedaan dalam penampilan, tata cara dan kediaman mereka. Merekalah yang mendirikan istana atau keraton.
4.        Tata Kota Islam
Secara tidak langsung, arsitektur dan tata kota Islam bertautan dan dipengaruhi oleh Hukum Ilahi atau Syari’ah, yang mencetak kehidupan individu Muslim dan kehidupan komunitas Islam sebagai satu keseluruhan. Hukum Ilahi itu sendiri berasal dari wahyu Islam dan sekalipun tidak mencipta arsitektur atau tata kota, ia benar-benar melengkapi arsitektur itu dengan latar belakang sosial dan manusiawi yang secara sakral mempunyai asal usul yag supra manusiawi. Karenanya, arsitektur dan tata kota Islam, dalam bentuk tradisional dicipta, dibentuk, dan dipengaruhi oleh agama Islam dalam prinsip-prinsip batini, bahasa simbolik dan landasan-landasan intelektual mereka, dan juga oleh penataan manusiawi dan sosial untuk mana mereka dipergunakan sebagai kerangka eksternal.[4]
D.    Pola Interelasi Nilai Jawa dan Islam pada Aspek Arsitektur
1.      Interrelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur masjid
Dari uraian diatas, berikut ini adalah interrelasi antara nilai Islam dan Jawa dalam arsitektur masjid:
a.                  Adanya menara yang mirip dengan meru pada bangunan hindu.
    Kata menara dari perkataan manara yang berasal dari bahasa arabnar yang berarti api atau nur yang berarti bahaya. Awalan kata ma menunjukkan tempat. Jadi menara berarti tempat menaruh api atau cahaya di atas. Akan tetapi kemudian memiliki manfaat yang lain, yakni untuk mengumandangkan adzan guna menyeru orang melakukan Shalat. Sugeng Haryadi menyatakan bahwa menara dalam pandangan ulama sufi dikategorikan Manaru yaitu suatu bangunan yang puncaknya digunakan untuk memancarkan cahaya Allah SWT (agama Islam). Seperti contohnya masjid Kudus (Masjid Al-Aqsha) yang memiliki menara bercorak Hindu.
b.         Adanya lawang kembar, pintu gapura dan pagar bercorak Hindu.
c.         Penggunaan bentuk atas bertingkat/ tumpang dan pondasi persegi.
Bentuk bangunan masjid dengan model atas tingkat tiga diterjemahkan sebagai lambang keislaman seseorang yang ditopang oleh tiga aspek, yakni Iman, Islam dan Ihsan.Adapun Nurcholis Madjid menafsirkannya sebagai lambang tiga jenjang penghayatan keagamaan manusia yaitu tingkat dasar (purwa), menengah (madya) dan tingkat akhir yang maju dan tinggi (wusana), yang sejajar dengan jenjang vertikal Islam, Iman, dan Ihsan.Selain itu dianggap pula sejajar dengan syari'at, thariqat, dan ma'rifat.
d.        Adanya pawastren
Pawastren adalah tempat shalat yang dikhususkan bagi para wanita.Biasanya ditempatkan di bagian selatan ruang utama dan dihubungkan dengan jendela dan pintu.Namun ada juga pawastren yang letaknya di sebelah utara, sebagaimana terdapat pada masjid Kudus Kulon.Bahkan di masjid Mantingan malah tidak ada pawastrennya.
e.         Adanya bedug dan kentongan
Biasanya masjid di Jawa dilengkapi dengan bedug dan kentongan sebagai pertanda masuknya waktu shalat yang pada masanya dianggap sebagai sarana yang sangat efektif untuk komunikasi. Sunan Kudus juga punya kebiasaan unik  terkait dengan bedug ini, yakni kegiatan menunggu datangnya bulan Ramadhan. Untuk mengundang para jamaah ke masjid, Sunan Kudus menabuh bedug berulang- ulang.Setelah jamaah berkumpul di masjid, Sunan Kudus mengumumkan kapan persisnya hari pertama puasa.
2.      Interelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur makam
Contoh interrelasi yang terjadi antara nilai Islam dan nilai Jawa dalam arsitektur makam atau kuburan adalah sebagai berikut:
a.                  Penggunaan penanda pada makam seperti batu nisan dan ada pula
yang diberi cungkup.
                   Di Jawa, makam merupakan salah satu tempat yang dianggap sakral, bahkan cenderung dikeramatkan. Dilihat dari corak arsitekturnya terdapat beberapa bentuk. Ada yang sederhana dengan hanya ditandai batu nisan seperti makam Fatimah binti Maimun, atau makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Ada pula yang diberi cungkup dan diberi hiasan- hiasan dan kelambu seperti makam Sunan Kudus, Raden Patah, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan lain- lain.        
b.    Ditempatkannya makam di tempat yang tinggi.
                        Sesuai dengan hadits Nabi yakni kuburan lebih baik ditinggikan dari tanah sekitar agar mudah diketahui (HR. Baihaqi).Contoh makam yang ditempatkan di puncak bukit adalah komplek neoporole raja-raja Mataram di Imogiri, Astana Giribangun Mangadeg di Matesih, dan Makam Sunan Muria di gunung Muria.Kondisi ini menyerupai bangunan pura yang di dalamnya terdapat abu pembakaran mayat yang diletakkan pada tempat tinggi pada tradisi Hindu.[5]
c.                 Adanya bangunan berlapis di sekeliling makam
       Bangunan makam sunan Kudus yang arealnya dikelilingi bangunan yang berlapis- lapis mengingatkan kita pada bentuk bangunan kedhaton pada keraton jaman kerajaan Hindu dan lawang korinya.
d.        Adanya candi pada beberapa Makam di Jawa menunjukkan adanya bukti interrelasi budaya Jawa dan Islam dalam arsitektur makam.
e.         Penggunaan istilah pesarean (tempat tidur panjang).
Dalam tradisi pra- Islam hampir tidak mengakui kematian.Kematian sering disamarkan atau ditafsirkan dengan "kembali ke alam Dewa", "Sirna", dan sebagainya.Hal ini mengakibatkan makam tidak dianggap sebagai kubur sebagaimana konsep Islam, tapi sebagai tempat "tidur panjang" (pesarean), astana atau tempat ketenangan (kasunyatan).
3.      Interelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur istana
Contoh interrelasi yang terjadi antara nilai Islam dan nilai Jawa dalam arsitektur istana keraton salah satunya bisa kita lihat pada bangunan keraton Kanoman, Cirebon, yaitu sebagai berikut:
a.       Bahan yang digunakan adalah dinding bata yang memang amat tua
b.      Biasanya berupa empat buah tiang menyangga atap sirap menutupi lantaberupa empat buah tiang menyangga atap sirap menutupi lantai seluas kira-kira 4x4 meter persegi
c.       Bangunan yang menghadap ke Timur dan di depannya ada sebuah kolam penuh hiasan berpola mega mendung
d.      Di depan kolam ada pekarangan kecil dan di seberangnya ada suatu peninggian tanah (batur) yang diduga adalah semacam pendopo
4.      Interelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur tata kota Islam
Contoh interrelasi yang terjadi antara nilai Islam dan nilai Jawa dalam arsitektur tata kota Islam adalah sebagai berikut:
a.       Biasanya terdapat alun-alun yang menjadi pusat keramaian kota
b.      Di dekat alun-alun terdapat bangunan Masjid besar
c.       Terdapat pula Pendopo yang menjadi pusat pemerintahan
d.      Tidak jauh dari alun-alun, terdapat pasar yang menjadi pusat perdagangan
V.      Kesimpulan
A.    Arsitektur Islam adalah pengetahuan seni merancang bangunan yang berangkat dari konsep pemikiran Islam.
B.     Sejarah arsitektur Islam berawal dari pembangunan masjid Quba pada masa Rasulullah sebagai  masjid pertama. Sementara itu, sebelum Islam masuk di Jawa, masyarakat Jawa telah memiliki kemampuan dalam melahirkan karya seni arsitektur. Oleh karena itu, ketika Islam masuk di Jawa, arsitektur Jawa tidak dapat dinafikan oleh Islam. Jadi, agar Islam dapat diterima sebagai agama orang Jawa, maka simbol-simbol Islam hadir dalam bingkai budaya dan konsep Jawa, sebagai hasil berasimilasinya dua kebudayaan.
C.     Macam-macam arsitektur Jawa Islam yaitu masjid, makam, istana, tata kota Islam.
D.    Interrelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur masjid :
1.      Adanya menara yang mirip dengan meru pada bangunan hindu.
2.      Adanya lawang kembar, pintu gapura dan pagar bercorak Hindu
3.      Penggunaan bentuk atas bertingkat/ tumpang dan pondasi persegi
4.      Adanya pawastren
5.      Adanya bedug dan kentongan
Interelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur makam :
1.        Penggunaan penanda pada makam seperti batu nisan dan ada pula
yang diberi cungkup.
2.        Ditempatkannya makam di tempat yang tinggi.
3.        Adanya bangunan berlapis di sekeliling makam
4.        Adanya candi pada beberapa Makam di Jawa
5.        Penggunaan istilah pesarean (tempat tidur panjang)
Interelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur istana :
1.                      Bahan yang digunakan adalah dinding bata yang memang amat tua
2.        Biasanya berupa empat buah tiang menyangga atap sirap menutupi lantaberupa empat buah tiang menyangga atap sirap menutupi lantai seluas kira-kira 4x4 meter persegi
3.        Bangunan yang menghadap ke Timur dan di depannya ada sebuah kolam penuh hiasan berpola mega mendung
4.        Di depan kolam ada pekarangan kecil dan di seberangnya ada suatu peninggian tanah (batur) yang diduga adalah semacam pendopo
Interelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur tata kota Islam :
1.        Biasanya terdapat alun-alun yang menjadi pusat keramaian kota
2.        Di dekat alun-alun terdapat bangunan Masjid besar
3.        Terdapat pula Pendopo yang menjadi pusat pemerintahan
4.        Tidak jauh dari alun-alun, terdapat pasar yang menjadi pusat perdagangan

























DAFTAR PUSTAKA

Amin, Darrori. 2002. Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta : Gama Media
Azra, Azymardi. 1997. Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar baru
Hossein Nasr, Seyyed. 1994. Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, Bandung : Media
Resi, Maharsi. 2010. Islam Melayu VS Jawa Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Rochym, Abdul. 1983. Sejarah Arsitektur Islam. Bandung : Angkasa
http://islam+kebudayaan+jawa+aspek+arsitektur.com 3 November 2013 pukul 13.00 WIB


[1] Abdul Rochym, Sejarah Arsitektur Islam, Angkasa, Bandung, 1983, hlm. 26
[2] Maharsi Resi, Islam Melayu VS Jawa Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm.188

[3] Darrori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta : Gama Media, 2002, hlm.187
[4] Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, Bandung: 1994, hlm.243

[5] Azymardi Azra, dkk, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar baru, 1997, hal. 166

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More