SISTEM
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA WALISONGO
Mata Kuliah:
Sejarah
Pendidikan Islam
Yang Diampu
Oleh: Drs.Wahyudi, M.Ag
Disusun Oleh,
PAI 1A
Izza Firdiana Rizky (133111012)
Baihaqi (133111013)
Rizqi Ainunhayati (133111014)
Edy Sudihartono (133111015)
Muhamad Basori (133111016)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Pendidikan Islam adalah
pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya,
mengembangkan seluruh potensi manusia, baik yang berbentuk jasmaniyah maupun
rohaniyah, menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi manusia dengan
Allah, dan alam semesta. Berdasarkan konsep pendidikan islam, salah satu yang
menyebarkan di Indonesia adalah
walisongo.[1]
Walisongo berarti
sembilan wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri,
Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta
Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun
satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila bukan ikatan darah pasti dalam
hubungan guru-murid.
Mereka tinggal di pantai
uatara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah
penting. Yakni Surabaya-Gersik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di
Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang
menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk
peradapan baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga kebudayaan dan
kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Era walisongo adalah era
berakhirnya dominasi Hindu–Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan
kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya
di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan, namun peranan mereka yang
sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap
kebudayaan masyarakat secara luas, serta dakwah secara langsung, membuat
“sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.[2]
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa pengertian
sistem pendidikan islam?
B.
Bagaimana peran
walisongo dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia?
C.
Bagaimana Metode Pendidikan Islam Pada
Masa Walisongo?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Sistem Pendidikan Islam
Pendidikan dalam wacana keislaman
lebih populer dengan istilah tarbiyah,
ta’lim, ta’dib, riyadhah, irsyad, dan tadris. Masing-masing istilah
tersebut memiliki keunikan makna tesendiri ketika sebagian atau semuanya
disebut secara bersamaan. Namun, kesemuanya akan memiliki makna yang sama jika
disebut salah satunya, sebab salah satu istilah itu sebenarnya sudah mewakili istilah yang lain. Atas dasar itu dalam
beberapa buku pendidikan islam, semua istilah itu digunakan secara bergantian
dalam mewakili peristilahan pendididkan islam.[3]
Pengertian pendidikan Islam itu sendiri
berarti usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan sarana belajar dan proses pembelajaran, agar siswa secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan negara sesuai dengan
ajaran Islam.
Dari pemaparan
yang disampaikan diatas, intinya dapat dirumusakn
sebagi berikut:
pendidikan islam merupakan sistem pendidikan yang diselenggarakan
atau didirikan dengan niat untuk mengejanwantahkan atau mengaplikasikan ajaran
dan nilai-nilai islam dalam kegaitaan pendidikan.[4]
B.
Peran Walisongo
Dalam Penyebaran Agama Islam
Penyebaran agama islam di jawa tidak bisa dipisahkan dari perananan
para wali. Jumlah para wali yang terkenal adalah sembilan, yang dalam bahasa
jawa dikenal dengan sebutan wali songo. Dalam upaya menyebarkan Islam para
wali tetap mempertahankan tradisi lama yang telah dikenal masyarakat. Bahkan
mereka berhasil mengaktualisasikan fenomena budaya lama yang disesuaikan dengan
ajaran islam, tanpa dirasakan sebagai sesuatu yang asing oleh etnis Jawa.
Sejarah walisongo berkaitan dengan penyebaran
Dakwah Islamiyah di Tanah Jawa. Sukses gemilang perjuangan para Wali ini
tercatat dengan tinta emas. Dengan itu agama Islam kemudian dianut oleh sebagian besar
manyarakat Jawa, mulai dari perkotaan, pedesaan, dan pegunungan.
1.
Peranan Perdagangan dalam Proses Penyebaran Islam
Islam
masuk ke Indonesia dibawa pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia. Adapun kota
pelabuhan dagang yang berperan besar dibidang penyebaran agama Islam diabad
ke-16 adalah Malaka. Saat para pedagang muslim menunggu perubahannya arah angin
untuk menuju tempat tertentu dalam berlayar, mereka memanfaatkan waktu luangnya
untuk menyebarkan Islam kepada para pedagang dari daerah lain, termasuk
pedagang Indonesia.
2.
Peranan Perkawinan dalam Proses Penyebaran Islam
Perkawinan juga memegang penting
dalam penyebaran agama Islam. Banyak pedagang Arab, Persia dan Gujarat menikah
dengan wanita Indonesia, terutama putri bangsawan atau raja. Misalnya Syeh
Maulana Ishak menikahi Dewi Sekardadu, putri raja Blambangan yang menurunkan
Sunan Giri. Sunan Ampel menikahi Nyai Ageng Manila, putri Tumenggung Majapahit
yang berkuasa di Tuban, menurunkan Sunan Bonang dan Sunan Drajat, dsb. Dengan
cara ini, banyak yang ikut memeluk Islam.
3.
Peranan
Pendidikan dalam Proses Penyebaran Islam
Proses penyebaran agama Islam melalui pendidikan berupa pendidikan
di pondok-pondok pesantren. Para santri yang telah lulus merupakan ujung tombak
penyebaran Islam didaerahnya masing-masing.[5]
C. Metode Pendidikan Islam Masa Walisongo
Dahulu di Indonesia
mayoritas penduduknya beragama Hindu dan Budha, dan terdapat berbagai kerajaan
Hindu dan Budha, sehingga budaya dan tradisi lokal saat itu kental diwarnai
kedua agama tersebut. Budaya dan tradisi lokal itu oleh Walisongo tidak
dianggap “musuh agama” yang harus dibasmi. Bahkan budaya dan tradisi lokal itu
mereka jadikan “teman akrab” dan media dakwah agama, selama tak ada larangan
dalam nash syariat.
Mempelajari metode
dakwah Nabi Muhammad, sahabat, dan ulama salaf sebagai perbandingan. Setelah
diteliti, ternyata dakwah Walisongo yang bijak dan halus sesuai dengan dakwah
Nabi. Dakwahnya sesuai ayat di bawah ini:
Artinya: “Serulah (manusia) kepada
jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk”.(Q.S.An-Nahl), dan ayat,
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya.” (Q.S. Ali’imran 159)
Juga pesan Nabi saat
mengutus Abu Musa dan Mu’adz berdakwah, “Mudahkanlah, jangan mempersulit.
Berilah kabar gembira, jangan membuat (objek dakwah) lari!” (HR Muslim). Dan
Hadits dari Siti Aisyah, “Rasulullah memerintah kami menempatkan
(memperlakukan) manusia sesuai keberadaan (akal) mereka.” (HR Abu Dawud).[6]
Secara
rinci, metode yang dilakukan Walisongo adalah:
1.
Sunan Gresik (Maulana
Malik Ibrahim)
Maulana
Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di
Jawa, dianggap sebagai ayah dari walisongo. Aktivitas pertama yang dilakukannya
ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan
kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga
menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis.
Di
Gresik, beliau juga memberikan pengarahan agar tingkat kehidupan rakyat gresik
semakin meningkat. Beliau memiliki gagasan mengalirkan air dari gunung untuk
mengairi sawah dan ladang.[7] Ia
mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat
kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan
Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda
krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama
di Leran, Gresik. Pada tahun 1419.[8]
2.
Sunan Ampel (Raden
Rahmad)
Sunan
Ampel adalah anak dari Maulana Malik Ibrahim yang tertua, ia membangun
mengembangkan pondok pesantren di daerah Ampel Denta yang berawa-rawa.
Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15,
pesantren tersebut menjadi sentral pendidikan yang sangat berpengaruh di
wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan
Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah
ke berbagai pelosok Jawa dan Madura.
Sunan
Ampel menganut fikih mahzab Hanafi, namun pada para santrinya, beliau hanya
memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan
ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh
maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak
minum-minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotika, dan tidak
berzina.
3.
Sunan bonang (Raden
Maulana Makhdum Ibrahim)
Sunan
Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta. Tak seperti Sunan
Giri yang lugas dalam fikih, ajaran Sunan Bonang memadukan ajaran ahlussunnah
bergaya tasawuf dan garis salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih, usuludin,
tasawuf, seni, sastra dan arsitektur. Masyarakat juga mengenal Sunan Bonang
sebagai seorang yang piawai mencari sumber air di tempat-tempat gersang.
Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat
‘cinta’. Sangat mirip dengan kecenderungan Jalalludin Rumi. Menurut Bonang,
cinta sama dengan iman, pengetahuan intuitif (makrifat) dan kepatuhan kepada
Allah SWT atau haq al yaqqin. Ajaran tersebut disampaikannya secara populer
melalui media kesenian yang disukai masyarakat. Dalam hal ini, Sunan Bonang
bahu-membahu dengan murid utamanya, Sunan Kalijaga.
Sunan Bonang menggubah gamelan Jawa yang saat
itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang
menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen
bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan
pada kehidupan transedental (alam malakut). Tembang “Tombo Ati” adalah salah
satu karya Sunan Bonang.
Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam.
Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam.
4.
Sunan Drajat
(Raden Qasim)
Belau
menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat,
sebagai pengamalan dari agama Islam. Beliau mendirikan pesantren yang bertempat
di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Dalam pengajaran tauhid dan
akidah, Sunan Drajat mengambil cara langsung dan tidak banyak mendekati budaya
lokal. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Ia menggubah
sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah “berilah tongkat pada si buta,
beri makan pada yang lapar, beri pakaian pada yang telanjang”.Gamelan
Singomengkok adalah salah satu peninggalannya yang terdapat di Musium daerah Sunan
Drajat, Lamongan.
5.
Sunan Kudus
(Ja’far Shadiq)
Beliau
memiliki keahlian khusus dalam bidang agama, terutama dalam ilmu fikih, tauhid,
hadits, tafsir serta logika. Karena itulah di antara walisongo hanya ia yang
mendapat julukan wali al-‘ilm (wali yang luas ilmunya), dank arena keluasan
ilmunya ia didatangi oleh banyak penuntut ilmu dari berbagai daerah di
Nusantara. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan gurunya Sunan Kalijaga:
sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus.
Cara-cara berdakwah Sunan Kudus adalah sebagai berikut:
a.
Strategi pendekatan kepada masa dengan jalan
1)
Membiarkan adat istiadat lama yang sulit diubah
2) Menghindarkan
konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan agama islam
3)
Tut Wuri Handayani
4)
Bagian adat istiadat yang tidak sesuai dengan mudah
diubah langsung diubah.
b.
Merangkul masyarakat Hindu seperti larangan
menyembelih sapi karena dalam agama Hindu sapi adalah binatang suci dan
keramat.
c.
Merangkul masyarakat Budha
Selain masjid, Sunan
Kudus juga mendirikan padasan tempat wudlu dengan pancuran yang berjumlah
delapan, diatas pancuran diberi arca kepala Kebo Gumarang diatasnya hal ini
disesuaikan dengan ajaran Budha.
d.
Selamatan Mitoni
Biasanya sebelum acara
selamatan diadakan membacakan sejarah Nabi.[9]
6.
Sunan Giri (Ainul
Yaqi Atau Raden Paku)
Beliau
mendirikan pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik.
Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti
sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Dalam keagamaan, ia
dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun
menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar
biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng
disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung yang
bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.
7.
Sunan Kalijaga (Raden
Mas Syahid)
Dalam
dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan
Bonang. Ia memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah penyebaran
Islam, antara lain dengan wayang, sastra dan berbagai kesenian lainnya.
Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar Islam seperti Walisongo
untuk menarik perhatian di kalangan mereka, sehingga dengan tanpa terasa mereka
telah tertarik pada ajaran-ajaran Islam sekalipun, karena pada awalnya mereka
tertarik dikarenakan media kesenian itu. Misalnya, Sunan Kalijaga adalah tokoh
seniman wayang. Ia itdak pernah meminta para penonton untuk mengikutinya
mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian wayang masih dipetik dari cerita
Mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disispkan ajaran agama dan
nama-nama pahlawan Islam.[10]
Beliau
sangat toleran pada budaya lokal, ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh
jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap:
mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah
dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.
Sunan
Kalijaga jugalah yang menciptakan Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg
maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota
berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid.
8.
Sunan Muria (Raden
Umar Said)
Gaya
berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan
sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh
dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan rakyat jelata,
sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan
melaut adalah kesukaannya.
Sunan
Muria dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun
rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua
pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga
sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom
dan Kinanti.
9.
Sunan Gunung
Jati (Syarif Hidayatullah)
Sunan
Gunung Jati sebelum meletakkan dasar agama Islam dan bagi perdagangan orang
Islam, terlebih dahulu telah menunaikan rukun ke-5 naik haji ke Mekkah sebelum
tiba di Kerajaan Sultan Demak. sebagai haji yang shaleh dan sebagai mufasir
yang mengenal percaturan dunia ia mendapat sambutan hangat di kerajaan itu.
Kemudian
setelahitu pindah ke Banten, dan ia berhasil menggaantikan bupati Pasundan di
situ, dan mengambil alih pemerintahan atas kota pelabuhan tersebut. Dengan awal
langkah inilah ia memenfaatkan tahtanya untuk menyebarkan agama Islam, terutama
mengislamkan Jawa Barat.[11]
IV.
KESIMPULAN
Secara garis besar peran walisongo dalam
penyebaran agama islam antara lain:
a.
Pada masa Sunan
Ampel mulai didirikan pesantren Ampel Denta sehingga beliau juga dikenal
sebagai pembina pondok pesantren di Jawa timur. Di pesantren tersebut sunan
Ampel mendidik para pemuda Islam untuk menjadi dai.
b.
Di bidang
politik, sebagai pendukung kerajaan-kerajaan Islam meupun sebagai penasehat
raja-raja Islam, atau sebagai raja.
c.
Dibidang seni
budaya, berperan sebagai pengembang kebudayaan setempat yang disesuikan dengan
budaya Islam baik melalui akulturasi maupun asimilasi kebudayaan.
d.
Menyebarkan
agama Islam dengan menyesuaikan diri dengan kebudayaan masyarakat jawa yang
sangat menggemari wayang serta musik gamelan hal itu terjadi pada masa Raden
Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Dalam aktifitas dakwahnya, ia mengganti
nama-nama dewa dengan nama-nama malaikat.
e.
Mendidik
anak-anak melalui berbagai permainan yang berjiwa agama, seperti tembang
jelungan, cublak-cublak suweng, dan lir-ilir, pangkur.
f.
Menggunakan
wayang kulit dan mengarang aneka cerita wayang yang bernapaskan Islam dalm
menyebarkan agama Islam.
g.
Mengembangkan
seni suara, seni ukir, seni busana, seni pahat, dan kesusastraan.
h.
Menjadikan
desa-desa terpencil sebagi pusat dakwah dan mengadakan kursus-kursus bagi kaum
pedagang, para nelayan dan rakyat biasa.[12]
V.
PENUTUP
Semoga
dengan mempelajari sejarah peran Walisongo dalam penyebaran agama Islam kita
dapat selalu menghormati Walisongo sebagai penyebar Islam dan guru. Seandainya
bukan karena mereka, mungkin kita saat ini beragama Hindu atau Budha seperti
nenek moyang kita. Walisongo guru kita, karena nenek moyang kita belajar pada
mereka atau murid-murid mereka; dan kiai serta guru kita masa sekarang belajar
pada gurunya, gurunya belajar pada gurunya lagi, terus sampai Walisongo. Karena
itulah para ulama dan habaib mengamalkan ajaran Islam tradisionalis Walisongo.[13]
Walhasil,
Walisongo adalah ulama-wali yang alim dan bijak. Mereka dan metode dakwah serta
peninggalannya seyogianya dihormati. Nabi bersabda pada Sayidina Ali, “Demi
Allah, sungguh Allah memberi petunjuk pada seseorang (hingga masuk Islam)
melalui kamu itu lebih baik bagimu daripada memperoleh unta merah” (HR
Bukhari-Muslim). Nabi juga bersabda, “Barangsiapa memberi petunjuk pada
kebaikan, dia mendapat pahala sebagaimana orang yang melakukannya” (HR Muslim).
Hadits ini menunjukkan keutamaan ilmu dan bahwa Nabi mendapat pahala seperti
pahala seluruh umatnya, sejak diutus sampai Kiamat. Maka begitu pula Walisongo,
sebagai penyebar Islam “pertama”, mereka mendapat pahala seperti pahala semua
umat Islam Indonesia, sejak dakwahnya sampai Kiamat.
DAFTAR
PUSTAKA
Darsono, 2009, tonggak sejarah
kebudayaan islam 3, Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Daulay, Putera, Haidar, 2009, Pemberdayaan
Pendidikanislam di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta.
http://perkulihan.blogspot.com/2012/12/pendidikan-islam-pada-masa-wali-songo.html, 9 Oktober 2013 Pukul 16:12.
http://satriopinandito.wordpress.com/2009/01/07/memahami-metode-dakwah-walisongo/10
Oktober 2013, Pukul 06:03.
http://bloggersumut.net/sejarah-budaya/sejarah-sembilan-wali-walisongo-wali9.9 Oktober 2013 Pukul 17:24
http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/05/makalah-peran-walisongo-dalam.html.
9 Oktober 2013 Pukul 17:30
Muhaimin, 2005, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers,.
Munir,
Samsul, 2010, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah Suyanto, 2010, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta: Kncana Prenada Media.
Qamar, Mujamil, Pesantren dari
Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, PT Gelora Aksara
Pratama.
Sutrisno, Hadi, Budiono, 2009, Sejarah
Walisongo Misi Pengislaman di Jawa, Yogyakarta: Graha Pustaka.
Su’ud, Abu, 2003, Islamologi (Sejarah
Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia), Jakarta: PT Rineka Cipta.
.
[1] Haidar Putera
Daulay, Pemberdayaan Pendidikanislam di Indonesia, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2009), hlm.6.
[2] http://perkulihan.blogspot.com/2012/12/pendidikan-islam-pada-masa-wali-songo.html,
9 Oktober 2013 Pukul 16:12.
[3] Suyanto, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kncana Prenada Media, 2010), hlm.10.
[4] Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), hlm.8.
[5] Mujamil Qamar,
Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (PT
Gelora Aksara Pratama), hlm.65.
[7]Abu Su’ud, Islamologi
(Sejarah Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia), (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2003), hlm.125.
[8]http://bloggersumut.net/sejarah-budaya/sejarah-sembilan-wali-walisongo-wali9.9 Oktober 2013
Pukul 17:24
[9]http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/05/makalah-peran-walisongo-dalam.html.
9
Oktober 2013 Pukul 17:30
[10]Samsul Munir, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm.308.
[11] Budiono Hadi
Sutrisno, Sejarah Walisongo Misi Pengislaman di Jawa, (Yogyakarta: Graha
Pustaka, 2009), hlm.166.
[12] Darsono, tonggak
sejarah kebudayaan islam 3, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009),
hlm.55.
[13] http://satriopinandito.wordpress.com/2009/01/07/memahami-metode-dakwah-walisongo/10 Ok tober 2013
Pukul 07:10.
3 komentar:
lambangnya uin kok keterangan di bawahnya iain???
maklum, masih tahap transisi bro...
segera ganti.
tulisan yang menarik
Post a Comment