Friday, November 14, 2014

SUMBER AJARAN ISLAM



SUMBER AJARAN ISLAM
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Pengantar Studi Islam

Yang Diampu Oleh: Fihris Sa’adah, S.Ag.,M.Ag
Disusun Oleh,
Syaifudin Hamzah      (133111011)
Izza Firdiana Rizky     (133111012)
Baihaqi                        (133111013)
Rizqi Ainunhayati       (133111014)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO
SEMARANG
2013


I.        PENDAHULUAN
        Islam adalah agama yang sempurna yang tentunya sudah memiliki aturan dan hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh umatnya. Setiap aturan dan hukum memiliki sumber-sumbernya sendiri sebagai pedoman dan pelaksananya. Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang lebih baik, sejahtera lahir dan batin.
        Untuk itu kita sebagai umat Islam yang taat harus mengetahui sumber-sumber ajaran Islam yang ada, serta mengetahui isi kandunganya. Namun sumber-sumber tersebut tidak hanya di jadikan sebagai pengetahuan saja, tetapi harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.[1]
        Petunjuk-petunjuk agama yang mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat dalam sumber ajarannya, yaitu Al-Qur’an yang merupakan sumber ajaran Islam pertama dan Hadist merupakan sumber yang kedua, tampak ideal dan agung. Ditambah lagi dengan berbagai pemikiran-pemikiran ulama’ tentang hukum-hukum yang masih global di pembahasan Al-Qur’an dan Hadist.
        Al-Qur’an adalah kitab suci yang isinya mengandung firman-firman Allah SWT turun secara bertahap kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat jibril. Sunnah adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad SAW baik perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan. Islam mengajarkan kehidupan yang damai, menghargai akal pikiran mengenai berbagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, menghormati antar agama, berakhlak mulia, dan bersikap positif lainnya.

 II.        RUMUSAN MASALAH
A.    Apa pengertian sumber ajaran islam itu ?
B.     Apa saja isi yang terkandung dalam sumber ajaran Islam primer ?
C.     Apakah yang dimaksud dengan sumber ajaran Islam sekunder (ijtihad) ?

III.        PEMBAHASAN
A.    Pengertian Sumber Ajaran Islam
Agama Islam memiliki aturan–aturan sebagai tuntunan hidup kita baik dalam berhubungan sosial dengan manusia (hablu minannas) dan hubungan dengan sang khaliq Allah SWT (hablu minawallah) dan tuntunan itu kita kenal dengan hukum Islam atau syariat Islam atau hukum Allah SWT. Sebelum kita lebih jauh membahas mengenai sumber-sumber syariat Islam, terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi dari hukum dan hukum Islam atau syariat Islam. Hukum artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya. Menurut ulama usul fikih, hukum adalah tuntunan Allah SWT (Alquran dan hadist) yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang sudah balig dan berakal sehat), baik berupa tuntutan, pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah (kemudahan) atau azimah.
Melalui penjelasan singkat mengenai pengertian hukum tadi barulah kita mengerti pengertian hukum Islam. Yang dimaksud sebagai sumber hukum Islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat Islam. Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum Islam adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda, 
“Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan sunahku (Hadis).” (H.R. Al Baihaqi)[2]
dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hukum Islam, setelah Alquran dan hadist.
Seluruh hukum produk manusia adalah bersifat subjektif, hal ini karena keterbatasan manusia dalam ilmu pengetahuan yang diberikan Allah SWT mengenai kehidupan dunia dan kecenderungan untuk menyimpang, serta menguntungkan penguasa pada saat pembuatan hukum tersebut, sedangkan hukum Allah SWT adalah peraturan yang lengkap dan sempurna serta sejalan dengan fitrah manusia.
Sumber ajaran Islam dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah SAW, yakni terdiri dari tiga sumber, yaitu kitabullah (Alquran), as- sunnah (hadist), dan ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Ketiga sumber ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan yang tidak boleh dibalik. Sumber-sumber ajaran Islam ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sumber ajaran Islam yang primer (Alquran dan hadist) dan sumber ajaran Islam sekunder (ijtihad).
B.     Sumber ajaran Islam primer
1.      Al-Qur’an
    Al-Qur’an adalah nama bagi kitab suci umat Islam yang berfungsi sebagai petunjuk hidup (hidayah) bagi seluruh umat manusia. Al-Qur’an diwahyukan olah Allah kepada Nabi Muhamad SAW. setelah beliau genap berumur 40 tahun. Al-Qur’an diturunkan kepada beliau secara berangsur-angsur selama 23 tahun.[3]
    Secara etimologi, Al-Qur’an berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan atau qur’aanan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian kebagian lain secara teratur dikatakan al-Qur’an karena ia berisikan intisari dari semua kitabullah dan intisari dari ilmu pengetahuan.
    Sedangkan secara terminologi, Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai Rasul terakhir melalui perantara malaikat Jibril, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.[4] Sedangkan menurut para ulama, Alquran adalah Kalamullah yang diturunkan pada Rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
a.    Adapun kandungan dalam al-Qur’an antara lain:
1)      Tauhid, yaitu kepercayaan terhadap ke-Esaan Allah dan semua kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya.
2)      Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid.
3)      Janji dan ancaman (al wa’d wal wa’iid), yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi al-Qur’an dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkarinya.
4)      Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam menyiarkan risalah Allah maupun kisah orang-orang shaleh ataupun orang yang mengingkari kebenaran al-Qur’an agar dapat dijadikan pembelajaran bagi umat setelahnya.
5)      Berita tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman kehidupan akhir manusia yang disebut kehidupan akhirat.[5]
6)      Benih dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, yakni informasi-informasi tentang manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, langit, bumi, matahari dan lain sebagainya.[6]
b.    Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, yaitu:
1)      Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
2)      Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.
3)      Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.[7]
c.    Sedangkan khusus hukum syara, dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni:
1)      Hukum ibadah, yaitu mencakup hubungan vertikal atau dalam bahas arab biasa disebut dengan hablum minallah, hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, misalnya salat, puasa, zakat, haji, dank urban.
2)      Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Pada dasarnya hukum tersebut bisa dikatakan sebagai Hablum Minannas.
2.      As-Sunnah atau Al-Hadits
           Ditinjau dari segi bahasa terdapat perbedaan arti antara kata “Sunnah” dengan “Hadis”. Sunnah berarti tata cara, tradisi, atau perjalanan, sedangkan Hadis berarti, ucapan atau pernyataan atau sesuatu yang baru. As-Sunnah juga berarti pula jalan hidup yang dibiasakan, baik jalan hidup yang baik atau buruk, terpuji atau tercela.[8] Jumhurul Ulama mengartikan Al-Hadis, Al-Sunnah, Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, tetapi ada sebagian lainya yang membedakannya. Sunnah diartikan sebagai sesuatu yang dibiasakan atau lebih banyak dikerjakan dari pada ditinggalkan. Sebaliknya, Hadis adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi, namun jarang dikerjakan. Selanjutnya Khabar adalah ucapan, perbuatan, dan ketetapan yang berasal dari sahabat, dan Atsar berasal dari tabi’in.[9]
a.       Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua berfungsi :
1)       Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an, sehingga kedua-duanya (Al-Qur’an dan Al-Hadits) menjadi sumber hukum. Seperti ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan keimanan kemudian dikuatkan oleh sunnah Rasul.
2)      Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang masih bersifat global. Misalnya ayat Al Qur’an yang memerintahkan shalat, membayar zakat, dan menunaikan haji, semuanya itu bersifat garis besar, Tetapi semua itu telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam Haditsnya.
3)      Mengkhususkan atau menberi pengecualian terhadap pernyataan Al-Qur’an yang bersifat umum (takhsish al-‘amm). Misalnya, Al-Qur’an mengharamkan bangkai dan darah “diharamkan bagimu (memekan) bangkai, darah dan daging babi...”[10], kemudian sunnah memberikan pengecualian “dihalalkan kepada kita dua bangkai dan dua macam darah. Adapun dua bangkai adalah ikan dan belalang, dan dua darah adalah hati dan limpa.” (HR.Ahmad, Ibnu Majah, dan Baihaqi).
4)      Menetapkan hukum atau aturan yang tidak didapati dalam Al-Qur’an. Misalnya cara mensucikan bejana yang dijilat anjing, dengan membasuh tujuh kali, salah satu dicampur dengan tanah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
Menyucikan bejanamu yang dijilat anjing, sebanyak tujuh kali, salah satunya menyucikan dicampur dengan tanah.” (H.R. Muslim Ahmad, Abu Daud dan Baihaqi).[11]
b.      As-Sunnah dibagi menjadi empat macam, yakni:
1)      Sunnah Qauliyah
          Yang dimaksud dengan Sunnah Qauliyah adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW., yang berupa perkataan atau ucapan yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa, dan keadaan, baik yang berkaitan dengan aqidah, syari’ah, ahlak maupun yang lainnya. Contonya tentang do’a Rosul SAW dan bacaan al-Fatihah dalam shalat.
2)      Sunnah Fi’liyah
          Yang dimaksudkan dengan Sunnah Fi’liyah adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW., berupa perbuatannya sampai kepada kita. Seperti Hadis tentang Shalat dan Haji.
3)      Sunnah Taqririyah
          Yang dimaksud Sunnah Taqririyah adalah segala hadts yang berupa ketetapan Nabi SAW. Membiarkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat, baik mengenai pelakunya maupun perbuatannya. Diantara contoh hadis Taqriri, ialah sikap Rosul SAW. Membiarkan para sahabat membakar dan memakan daging biawak.[12]
4)      Sunnah Hammiyah
          Yang dimaksud dengan Sunnah Hammiyah adalah hadis yang berupa hasrat Nabi SAW. Yang belum terealisasikan, seperti halnya hasrat berpuasa tanggal 9 ‘Asyura. Dalam riwayat Ibn Abbas, disebutkan sebagai berikut:
Ketika Nabi SAW berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata: Ya Nabi! Hari ini adalah hari yang diagung-agungkan orang Yahudi dan Nasrani .Nabi SAW. Bersabda: Tahun yang akan datang insya’Allah aku akan berpuasa pada hari yang kesembilan”. (HR.Muslim)
Nabi SAW belum sempat merealisasikan hasratnya ini, karena wafat sebelum sampai bulan ‘Asyura. Menurut Imam Syafi’iy dan para pengikutnya, bahwa menjalankan Hadits Hammi ini disunnahkan,  sebagaimana menjalankan sunnah-sunnah yang lainnya.
D.    Sumber-Sumber Ajaran Islam Sekunder
1.      Ijtihad
                Ijtihad secara bahasa berasal dari kata “jahada” yang berarti “mengerahkan segala kemampuan”. Sedangkan Ijtihad secara terminologi berarti mengerahkan segala kemampuan secara maksimal untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist. Orang yang menetapkan hukum dengan jalan ini disebut mujtahid. Hasil dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun  hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.[13]

a.       Diantara sumber hukum yang menetapkan bahwa ijtihad merupakan dasar sumber hukum (tasyri’) adalah Al Qur’an, as sunnah, dan secara akal (aqliyah).
1)      Al Qur’an
Allah swt. berfirman dalam surah  an Nisa’ Ayat 59
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pedapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya) .jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an Nisa’:59)
2)      As Sunah
Dialog antara Rasullullah SAW. dan Muaz bin Jabal pada waktu ia diutus ke Yaman dapat dijadikan sumber ijtihad.
Artinya:
Bagaimana engkau dapat memutuskan, jika kepadamu diserahkan urusan peradilan? Ia (Muaz) menjawab, “Saya akan memutuskannya dengan kitabullah”. Bertanya lagi Nabi saw.“Jika tidak engkau jumpai dalam kitabullah?”.Ia menjawab, “Dengan sunah Rasulullah saw.” Lalu, Nabi bertanya, “Apabila engkau tidak dapati dalam sunnah Rasulullah?” Muaz menjawab, “Saya lakukan ijtihad bir-ra’yi. “Berkatalah Muaz, maka Nabi menepuk dadaku dan bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik kepada utusan Rasulullah, sebagaimana Rasulullah telah meridhainya.” (H.R. at-Tirmidzi: 1249).[14]
3)      Aqliyah (secara nalar/akal)
Allah swt. menjadikan syariat islam sebagai syariat terakhir yang dapat berlaku bagi semua orang, tempat, dan pada segala zaman. Al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan kitab yang bersifat universal dan global sehingga masih banyak hal yang tidak dispesifikasikan dalam Al-Qur,an. Hal itu, berarti manusia menghendaki adanya ijtihad untuk dapat mengurai dan menyelesaikan persoalannya yang tidak didapatkan didalam Al-Qur’an ataupun as-Sunnah. Oleh sebab itu, ijtihad secara nalar (rasional) untuk saat ini sangat diperlukan.[15]
b.      Macam-macam Ijtihad yang dikenal dalam syariat islam, yaitu
1)      Ijma’
Yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW. sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
2)      Qiyas
    Yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al-isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
3)      Istihsan
Yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan, atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
4)      Mushalat Murshalah
Yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.[16]
5)      Sududz Dzariah
Yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar janngan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
6)      Istishab
Yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
7)      Urf
Yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.
c.       Sedangkan Fungsi Ijtihad, antara lain sebagai berikut:
1)      Memberikan kebebasan berpikir kepada manusia untuk memecahkan beragam persoalan yang dihadapi dengan akal pikiran yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam;
2)      Memberikan kebebasan berpikir kepada umat Islam untuk kembali mengkaji hukum-hukum Islam yang telah lalu sehingga hukum tersebut tetap dapat digunakan untuk masa kini;
3)      Agar tidak terjadi kemandekan cara berpikir umat islam dan menghindari segala bentuk taklid (mengikuti dengan cara apa adanya);
4)      Untuk memberi kejelasan hukum terhadap persoalan-persoalan yang tidak ada ketentuan hukum sebelumnya.

IV.        KESIMPULAN
1.      Sumber-sumber Islam merupakan hal yang penting bagi kita, karena sumber Islam merupakan petunjuk kita untuk menjalani hidup. Adapun yang di namakan dengan sumber hukum Islam yaitu segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila di langgar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
2.      Sumber ajaran Islam di rumuskan dengan jelas oleh Rasuluallah SAW, yakni terdiri dari tiga sumber, yaitu kitabuallah (Al-Qur’an), As-Sunnah (Hadits), dan Ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad.
3.      Mengenai karakteristik masing-masing sumber ajaran islam dapat di bagi menjadi 2, yaitu:
a.       Sumber ajaran Islam primer yang terdiri dari Al-Qur’an dan Hadits.
Al-Qur’an sendiri didalamnya terdapat  pokok isi utama yaitu, tauhid, ibadah, janji & ancaman, kisah umat terdahulu, berita tentang zaman yang akan datang, dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan. Di dalam Al-Qur’anpun terdapat komponen-komponen sumber ajaran Islam yaitu, hukum I’tiqodiyah, Amaliah, dan Khuluqiah. Sedangkan khusus hukum syara terdiri dari hukum Ibadah dan Muamalat.
Adapun di dalam hadits terdapat beberapa komponen yaitu, sunnah qauliyah, sunnah fi’liyah, sunnah taqririyah, dan sunnah hammiyah. Fungsi hadits sendiri adalah: Memperkuat hukum, memberikan rincian, memberi pengecualian, dan menetapkan hukum yang tidak didapati dalam Al-Qur’an.[17]
b.      Sumber ajaran islam sekunder di dalamnya terdapat ijtihad, dan dilam ijtihad tersebut mengandung beberapa pokok isi utama yaitu ijma’, qiyas, istihsan, maslahat mursalah, syadudz dzariah, istishab dan ‘urf.

V.        PENUTUP
        Kajian tentang makalah Sumber Ajaran Islam  ini akan memberikan pengetahuan dan wawasan. Hal ini sangat penting agar para pendidik dapat memahami dan  pada giliranya kelak terhadap dinamika pendidikan itu sendiri.
        Demikianlah  makalah kami ini kami susun, kami menyadari makalah ini masih banyak kekuranganya, oleh karenan itu, untuk menyempurnakan makalah ini, kami berharap bagi para pembaca untuk tidak segan-segan memberikan saran dan kritikan yang sifatnya membangun dan berguna, agar makalah ini bisa mencapai kesempurnaan pada penyusunan selanjutnya. Sebelum dan sesudahnya penyusun mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua . Amin


DAFTAR PUSTAKA
Daud, Mohammad, 2005, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mahfud, Rois, 2011, Al-Islam (Pendidikan Agama Islam), Erlangga.
Yusuf, Anwar, Ali, 2003, Studi Agama Islam, Bandung: CV Pustaka Setia.
Al-Siba’i,  Musthafa, 1991, Sunnah dan Peranannya Dalam Penetapan Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus.
Suryaman, Khaer, 1982, Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah.
Suparta, Munzier, 2002, Ilmu Hadis, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Qosim, Rizal, 2009, Pengalaman Fikih, Solo: PT  Tiga Serangkai Mandiri.
Alim, Muhammad, 2006, Pendidikan Agama Islam (Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim), Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2009, Mukadimah Al-Qur’an dan tafsirnya, Jakarta: LP Al-Qur’an Departemen Agama.



            [2]http://misterpanjoel.blogspot.com/2012/11/makalah-sumber-hukum-dan-ajaran-islam_26.html 18 Oktober 2013 Pukul 15:38.
[3] Mukadimah Al-Qur’an dan tafsirnya, (Jakarta: LP Al-Qur’an Departemen Agama, 2009), hlm.6.
[4] Rois Mahfud, Al-Islam (Pendidikan Agama Islam), (Erlangga, 2011), hlm.108.
[6] Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003), hlm.74.
[8] Musthafa Al-Siba’i, Sunnah dan Peranannya Dalam Penetapan Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), hlm.1.
[9] Khaer Suryaman, Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah, 1982), hlm.31.
[10] Lihat QS.Al-Maidah: 3.
[12] Munzier Suparta, ,Ilmu Hadis, ( Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2002), hlm.1.
            [14] Rois Mahfud, Al-Islam (Pendidikan Agama Islam), hlm.108.
[15] Rizal Qosim, Pengalaman Fikih, (Solo: PT  Tiga Serangkai Mandiri, 2009), hlm.53.
                [16] Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam (Upaya Pembentukan Pemikiran Dan Kepribadian Muslim), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm.200.
                [17] http://blogmerko.blogspot.com/2013/02/makalah-agama-islam-tentang-sumber.html kelip2 18 Oktober 2013 Pukul 07:20.

4 komentar:

min minta file aslinya dong ?? tugas kepepet nih d,, kalau sempat baca kirim ke email ini galaxyyph@gmail.com

MANTAP ! Saya minta izin copas buat jadi sumber referensi ya mas~!

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More