Sunday, March 15, 2015

Demokrasi



DEMOKRASI
Makalah
 Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen pengampu : Muhammad Hasyim, M.Ag


Diedit oleh:
Baihaqi (133111013)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) WALISONGO
SEMARANG
2013
I.         PENDAHULUAN
Apa makna demokrasi yang sebenarnya? Sekalipun hampir setiap orang mengatakan kata demokrasi, khususnya setelah lahirnya era reformasi, kata ini masih banyak disalahartikan. Sejak lengsernya Orde Baru di tahun 1998, demokrasi menjadi kata umum bagi siapa saja yang hendak menyatakan pendapat. Dari kalangan cendekiawan hingga pedagang asongan menggunakan demokrasi dengan tujuannya masing-masing. Berbeda dengan masa lalu, demokrasi kini sudah menjadi milik semua orang dengan pemahaman yang berbeda. Seperti halnya agama, demokrasi banyak digunakan dan diungkapkan dalam perbincangan sehari-hari tapi banyak juga disalahpahami.
Agama yang seharusnya menjadi penyebar kasih sayang dan sumber keadilan bagi semua manusia tanpa pandang bulu telah disalahartikan oleh sebagian kelompok dengan sikap dan tindakan anarkis maupun sikap merasa pandangan dan perilakunya paling benar dan paling sempurna. Jika agama memiliki kecenderungan untuk dimanipulasi dan disalahpahami oleh sebagian orang dan kelompok beragama, demikian pula terjadi pada demokrasi.[1] Ia masih banyak disalahpahami oleh sebagian masyarakat Indonesia. Untuk itu, kami mengangkat judul Demokrasi dengan tujuan membuka pandangan semua kalangan tentang demokrasi dan kaitannya demokrasi dan islam.
II.      RUMUSAN MASALAH
A.    Apa arti dan makna demokrasi ?
B.     Bagaimana sejarahnya demokrasi itu ?
C.     Bagaimana demokrasi dapat dijadikan sebagai pandangan hidup?
D.    Apa wacana Islam terhadap demokrasi ?
III.   PEMBAHASAN
A.    Arti dan makna Demokrasi
Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, kratos berarti pemerintahan.[2] Jadi, demokrasi, artinya pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat menentukan.
Sedangkan pengertian demokrasi secara terminologi  adalah seperti yang dinyatakan oleh para ahli sebagai berikut:
a.       Joseph A. Schmeter mengatakan demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat
b.      Sidney Hook berpendapat demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa
c.       Henry B. Mayo menyatakan demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Dari beberapa pendapat di atas dapatlah disimpulkan bahwa sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara hakikat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial politik. Dengan kata lain,  sebagai pemerintahan di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal antara lain pemerintahan dari rakyat, pemerintahan oleh rakyat, dan pemerintahan untuk rakyat. [3]Tiga faktor ini merupakan tolok ukur umum dari suatu pemerintahan yang demokratis. Ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, pemerintahan dari rakyat mengandung pengertian bahwa suatu pemerintahan yang sah adalah suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan mayoritas rakyat melalui mekanisme demokrasi, pemilihan umum. Pengakuan dan dukungan rakyat bagi suatu pemerintahan sangatlah penting, karena dengan legitimasi politik tersebut pemerintah dapat menjalankan roda birokrasi dan program-programnya sebagai wujud dari amanat yang diberikan oleh rakyat kepadanya.
Kedua, pemerintahan oleh rakyat memiliki pengertian bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat, bukan atas dorongan pribadi elit negara atau elit birokrasi. Selain itu juga mempunyai pengertian bahwa dalam menjalankan kekuasaannya, pemerintah berada dalam penguasaan rakyat . Pengawasan dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung melalui para wakilnya di parlemen. Dengan adanya pengawasan para wakil rakyat di parlemen ambisi otoritarianisme dari para penyelenggara negara dapat dihindari.
Ketiga, pemerintah untuk rakyat mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalankan untuk kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat umum harus dijadikan landasan utama kebijakan sebuah pemerintahan yang demokratis.
B.     Sejarah Demokrasi
Konsep demokrasi lahir dari tradisi pemikiran Yunani tentang hubungan,  negara dan hukum , yang dipraktekkan antara abad ke-6 SM samapai abad ke-4 M. Demokrasi yang dipraktekkan pada masa itu berbentuk demokrasi langsung yaitu hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur mayoritas.[4]
Demokrasi Yunani kuno berakhir pada abad pertengahan. Pada masa ini masyarakat Yunani berubah menjadi masyarakat feudal dimana kehidupan keagamaan terpusat pada Paus dan pejabat agama dengan kehiduan politik ditandai oleh perebutan kekuasaan dikalangan para bangsawan.
Demokrasi tumbuh kembali di Eropa menjelang akhir abad pertengahan, ditandai oleh lahirnya Magna Charta(Piagam Besar). Magna Charta adalah suatu paham yang memuat perjanjian antara kaum bangsawan dan Raja John Inggris. Dalam Magna Charta ditegaskan bahwa Raja mengakui dan menjamin beberapa hak dan hak khusus bawahannya. Terdapat dua hal yang sangat mendasar pada piagam ini: pertama, adanya pembatasan kekuasaan raja, kedua, hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja.
Momentum lainnya yang menandai kemunculan kembali demokrasi di Eropa adalah gerakan pencerahan dan reformasi. Menurut sebagian ahli, salah satunya sejarawan Philip K. Hitti, menyatakan bahwa gerakan pencerahan di Barat merupakan buah dari kontrak Eropa dengan dunia islam yang ketika itu sedang berada pada puncak kejayaan peradaban dan ilmu pengetahuan. Para ilmuwan Islam pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Al-Razi, Al-Kindi, Umar Khayam, Al-Khawarizmi tidak saja berhasil mengembangkan pengetahuan Parsi Kuno dan warisan Yunani kuno, melainkan berhasil pula menjadikan temuan mereka sesuai dengan alam pikiran Yunani. Pemuliaan ilmuwan muslim terhadap kemampuan akal ternyata telah berpengaruh pada bangkitnya kembali tuntutan demokrasi di masyarakat barat. Dengan ungkapan lain, rasionalitas Islam mempunyai sumbangsih tidak sedikit terhadap kemunculan kembali tradisi berdemokrasi di Yunani.
Gerakan reformasi merupakan penyebab lain kembalinya tradisi demokrasi di Barat, setelah sempat tenggelam pada abad pertengahan ke-16. Tujuan dari gerakan ini merupakan gerakan kritis terhadap kebekuan doktrin gereja. Selanjutnya gerakan reformasi dikenal dengan gerakan Protestanisme. Gerakan ini dimotori oleh Martin Luther yang menyerukan kebebasan berpikir dan bertindak.
C.     Demokrasi Sebagai Pandangan Hidup
Demokrasi tidak akan datang, tumbuh berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena itu demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga dan perangkat pendukungnya yaitu budaya kondusif sebagai manifestasi dari suatu mind set dan setting social. Bentuk kongkrit manifestasi tersebut adalah dijadikannya demokrasi sebagai way of life (pandangan hidup) dalam seluk beluk sendi kehidupan bernegara baik oleh rakyat maupun pemerintah.
Menurut Nurcholis Madjid pandangan hidup demokratis paling tidak mencakup tujuh norma, yaitu :
                                     1.         Pentingnya kesadaran akan pluralisme
                                     2.         Musyawarah
                                     3.         Pertimbangan moral
                                     4.         Pemufakatan yang jujur dan sehat
                                     5.         Pemenuhan segi-segi ekonomi
                                     6.         Kerjasama antar-warga masyarakat dan sikap mempercayai i’tikad baik masing-masing
                                     7.         Pandangan hidup demokratis harus dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem pendidikan.[5]
D.    Islam dan Demokrasi
Di tengah proses demokratisasi global, banyak kalangan ahli demokrasi, dintaranya Larry Diamond, Juan J. Linze, Seymour Martin Lipset, menyimpulkan bahwa dunia islam tidak mempunyai prospek untuk menjadi demokratis serta tidak mempunyai pengalaman demokrasi yang cukup handal. Hal senada juga dikemukakan oleh Samuel P. Huntington yang meragukan ajaran islam sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Karena alasan inilah dunia Islam dipandang tidak menjadi bagian dari proses demokratisasi dunia. Dengan nada sinis pemikir muslim kelahiran Sudan, Abdelwahab Efendi pernah berucap, “Angin demokratisasi memang berhembus ke seluruh penjuru dunia, namun tak ada satupun daun yang dihembusnya sampai ke dunia Muslim”[6]. Dengan demikian terdapat pesimisme berkaitan pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di dunia Islam.
Kendati wacana demokrasi dan Islam mengalami pro-kontra, namun tetap saja menarik untuk diperbincangkan semua lapisan. Pakar demokrasi, John L Esposito dan John O Voll dalam tulisannya berjudul Islam and Democracy, mempertanyakan apakah antara Islam dan Demokrasi dapat disandingkan? Pertanyaan ini, sering dihadapkan kepada dunia Islam. Demokrasi dalam Islam indentik dengan ketabuan. Islam hanya memberikan kebebasan dengan musyawarah atau mufakat.[7]
Menurut Ahmad S. Mousalli, pakar ilmu politik Universitas Amerika di Beirut, ulama Islam baik klasik, pertengahan maupun modern, memiliki pandangan yang sepadan dengan perkembangan pemikiran barat tentang demokrasi, pluralisme dan HAM. Menurutnya, ketika spirit Enlightment dengan doktrin hukum alamnya telah menginspirasikan lahirnya konsep-konsep Barat tentang Demokrasi, Pluralism, dan HAM, akibat pengaruh yang sama kalangan ulama muslim menjadikan doktrin-doktrin tersebut di bawah sinaran otoritas teks yang berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah Muhammad SAW.
Berdasarkan pemetaan yang dikembangkan oleh John L. Esposito dan James P. Piscatory secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok pemikiran.[8]
Pertama, Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam tidak bisa disubordinatkan dengan demokrasi. Islam merupakan sistem politik yang mandiri (self-sufficient). Hubungan keduanya bersifat saling menguntungkan secara eksklusif (mutual exclusive). Islam dipandang sebagai sistem politik alternatif terhadap demokrasi . Dengan demikian Islam dan demokrasi adalah dua hal yang berbeda, karena itu demokrasi sebagai konsep Barat tidak untuk dijadikan sebagai acuan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Sementara Islam sebagai agama yang kaffah (sempurna) yang tidak saja mengatur teologi dan ibadah, meainkan mengatur segala aspek kehidupan umat manusia.
Kedua, Islam berbeda dengan demokrasi apabila demokrasi didefinisikan secara prosedural seperti dipahami dan dipraktikkan negara-negara maju, sedangkan Islam merupakan sistem politik demokratis kalau demokrasi didefinisikan secara substantif, yakni kedaulatan ditangan rakyat dan negara merupakan terjemahan dari kedaulatan rakyat ini. Dengan demikian demokrasi adalah konsep yang sejalan dengan Islam setelah diadakan penyesuaian penafsiran terhadap konsep demokrasi itu sendiri.
Ketiga,Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik demokrasi seperti dipahami dan dipraktikkan negara-negara maju. Di Indonesia, pandangan yang ketiga tampaknya yang lebih dominan karena demokrasi sudah menjadi bagian integral sistem pemerintahan Indonesia dan negara-negara Muslim lainnya.
Penerimaan negara-negara muslim terhadap demokrasi tidak berarti bahwa demokrasi dapat tumbuh berkembang di negara muslim secara otomatis dan cepat. Ada beberapa alasan teoritis tentang lambannya pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di dunia Islam.
                                     1.         Pemahaman doktrinal menghambat praktik demokrasi.
                                     2.         Persoalan kultur.
                                     3.         Lambannya pertumbuhan demokrasi di dunia Islam tak ada hubungannya dengan teologi maupun kultur, melainkan lebih terkait dengan sifat alamiah demokrasi itu sendiri.[9]

DAFTAR PUSTAKA
A.Ubaedillah, Abdul Rozak, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Rosyada, Dede, A. Ubaidillah, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, & Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Syarbaini, Syahrial, dkk., Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta:Graha Ilmu,2006.
Ubaedillah, Demokrasi,Hak Asai Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003.



[1] Ubaedillah,Demokrasi,Hak Asai Manusia dan Masyarakat Madani,(Jakarta:ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2003),hlm.130
[2]Syahrial Syarbaini,dkk,Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan,(Yogyakarta:Graha Ilmu,2006),hlm.112
[3] Ubaedillah,Demokrasi,Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,(Jakarta:ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta),hlm.131
[4] Ubaedillah,Demokrasi,Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,(Jakarta:ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta),hlm.138
[5] Dede Rosyada, A.Ubaidillah, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, & Masyarakat Madani, (Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) hlm 113
[6] A.Ubaedillah, Abdul Rozak, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) hlm 157
[8] Dede Rosyada, A.Ubaidillah, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, & Masyarakat Madani, (Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) hlm 142
[9] Dede Rosyada, A.Ubaidillah, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, & Masyarakat Madani, (Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) hlm 143

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More