Sunday, March 15, 2015

Ilmu Pendidikan Islam



ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Disusun Guna Memenuhi Tugas UTS
Mata Kuliah: Ilmu Pendidikan Islam
Yang Diampu Oleh: Dr. H. Darmuin, M.Ag.




Disusun Oleh,
Baihaqi            (133111013)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO
SEMARANG
2014


BAB 1
ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
1.      Aliran Nativisme
Nativisme adalah sebuah doktrin yang memandang bahwa kemampuan anak hanya diperoleh dari genetika yang diwariskan oleh orang tua. Faktor pengalaman yang dialami sama sekali tidak berpengaruh terhadap perkembangan anak. Tokoh utama aliran ini bernama Arthur Scopenhauer seorang filosof dari Jerman. Implikasinya dalam pendidikan: pada zaman dulu hanya mereka, anak-anak berdarah birulah yang dapat dimaksimalkan potensinya, karena tidak mungkin anak orang miskin bisa pintar.
2.      Aliran Empirisme
Aliran ini kebalikan dari aliran Nativisme, dengan tokoh utamanya John Locke. Aliran Empirisme menganggap bahwa kemampuan seseoarng berasal dari lingkungannya, karena anak itu dilahirkan seperti meja lilin (belum ada pahatan atau lukisannya), inilah yang disebut dengan teori Tabularasa. Implikasinya dalam pendidikan: karena anak dilahirkan dengan potensi yang sama, lingkungan menjadi peran yang sangat besar, maka pendidikan menjadi tonggak utama.
3.      Airan Konvergensi
Aliran yang dipelopori oleh Louis William Stern merupakan gabungan antara aliran Nativisme dengan Empirisme. Jadi faktor pembawaan (bakat) dan pengalaman (pendidikan) merupakan hal yang sama-sama berpengaruh dalam perkembangan anak. Karena pembawaan dari orang tua tidak akan pernah bisa berkembang tanpa adanya pengalaman yang diperoleh anak tersebut, dan begitupun sebaliknya. Implikasinya: keturunan dan lingkungan/ pendidikan sama besar proporsinya.
4.      Konsep Fitrah
Jika Fitrah diartikan ‘ciptaan’ maka potensi daya upaya manusia sudah ditentukan sejak zaman azali. Hal ini berarti, pada hakikatnya manusia itu merupakan makhluk yang mempunyai berbagai potensi untuk memahami, melihat, dan mendengarkan. Semua itu diberikan oleh tuhan kepada manusia. Akan tetapi jika Fitrah diartikan ‘suci’, maka manusia terlahir dalam keadan kosong tak punya apa-apa (tabularasa), tinggal lingkungan atau pendidikan yang menentukannya. Jika Fitrah diartikan seperti definisi ke-dua maka konsep ini mirip dengan konsep Empirisme.

BAB II
RELEVANSI TEORI PENDIDIKAN DENGAN DASAR AJARAN ISLAM
1.      Relevansi Teori Nativisme dengan Ajaran Islam
Setiap manusia dilahirkan dengan potensi yang berbeda-beda. Firman Allah dalam QS. at-Tiin: 4 dijelaskan bahwa “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Jika mengacu ayat tersebut, manusia dilahirkan tidak dalam keadaan kosong yang tak punya apa-apa. Artinya teori ini sejalan dengan Islam. Hanya saja dalam Islam, sekalipun manusia lahir sudah dibekali fitrah oleh tuhan, namun perlu adanya usaha/ pengaruh lingkungan untuk mengembangkannya.
2.      Relevansi Teori Empirisme dengan Ajaran Islam
Dalam QS. an-Nahl: 78 disebutkan “dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” Berdasarkan ayat diatas, maka teori Empirisme ini tidak sepenuhnya bertolak belakang dengan ajaran Islam. Hanya saja kemampuan tesebut tidak mungkin dapat berkembang tanpa adanya campur tangan Tuhan yang telah ditentukan sejak zaman azali.
3.      Relevansi Teori Konvergensi dengan Ajaran Islam
Sebagian pemikir Islam berpendapat bahwa ajaran Islam sebenarnya mendukung teori konvergensi, pendapat ini didasarkan pada Hadits nabi yang artinya “(1) Seorang bayi tidaklah dilahirkan melainkan dalam keadaan suci (fitrah), (2) kemudian kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (1) Berarti manusia lahir dalam keadaan fitrah, (2) faktor lingkunganlah yang mempengaruhinya. Islam tidak menolak teori ini asalkan mengakui adanya bantuan dari Maha Pencipta dalam setiap usaha manusia.
4.      Konsep Fitrah dalam Ajaran Islam
Konsep ini tentu sejalan dengan Islam, karena memang berdasar pada al-Qur’an dan Hadits. Dalam QS. Ar-Ruum: 30 dijelaskan bahwa manusia pada dasarnya baik, memiliki fitrah, dan juga jiwanya tidaklah kosong seperti konsep tabularasa, namun berisi kesucian dan sifat-sifat dasar yang baik. Dengan demikian jelaslah bahwa Islam mengakui peranan faktor dasar manusia (fitrah), dan juga faktor lingkungan untuk membimbingnya. Semua itu tidak terlepas dari kuasa Tuhan yang Maha Merajai.

BAB III
KONSEPSI ISLAM TENTANG FITRAH MANUSIA
A.    Struktur Fitrah Manusia
Fitrah adalah asal kejadian manusia atau potensi dasar yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Fitrah bisa berupa fisik biolagis dan psikis kejiwaan. Berikut adalah struktur fitrah yang mencakup beberapa garis besar, yaitu:
1.      Fitrah beragama. Fitrah mengandung kemampuan asli untuk beragama Islam, karena Islam adalah agama fitrah. Akan tetapi fitrah ini sangat rentan dengan faktor lingkungan, sehingga anak yang berlatar belakang non Islam maka berkemungkinan besar akan beragama non Islam.
2.      Fitrah dalam bentuk bakat. Bakat disini artinya kecenderungan yang bertumpu pada keimanan sebagai intinya. Karena iman merupakan faktor utama dan sebagai landasan untuk selalu mencari kebenaran hakiki dari Allah.
3.      Fitrah berupa naluri kewahyuan. Seseorang lahir sebenarnya telah memiliki naluri untuk percaya kepada wahyu Tuhan yang diturunkan kepada para Nabi-Nya.
4.      Fitrah kecerdasan dan naluri. Kecerdasan ini mengacu kepada perkembangan kemampuan akademis dan keahlian dalam berbagai bidang kehidupan. Sedangkan naluri ini berarti komponen bertingkah laku tanpa melalui proses belajar dahulu.
B.     Implikasi Fitrah Manusia dalam Pendidikan Islam
Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa fungsi penciptaan manusia di alam ini adalah sebagai Khalifah dan ‘Abd. Untuk melaksanakan tugas ini Allah membekali dengan seperangkat potensi. Dalam konteks ini, maka pendidikan merupakan hal utama dalam mengembangkan potensi secara maksimal. Sistem pendidikan Islam harus dibangun diatas konsep kesatuan antara pendidikan qalbiyah dan qauliyah, sehingga mampu menghasilkan Muslim yang pintar secara intelektual dan terpuji secara moral.
Rasulullah SAW. Berpesan: “Ajarilah anakmu sesuai dengan kadar kesanggupan akalnya”. Hadits ini mengindikasikan keharusan memberikan pengajaran yang sesuai bakat, minat, kecenderungan, kecerdasan dan latar belakang fitrah peserta didik. Dengan begitu guru dapat menyiapkan program pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan latar belakang. Selain itu, kegiatan pembelajaranpun akan menjadi menarik dan penuh gairah, karena didasarkan pada keinginan peserta didik. 

BAB IV
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
A.    Pengertian
Pendidikan merupakan suatu sistem dan proses yang menyebabkan berbagai komponen (dapat berupa: tujuan, pendidik, peserta didik, alat, lingkungan atau lembaga, kurikulum dan evaluasi). Sedangkan Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai. Jadi tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan, supaya dapat menilai apakah pendidikan tersebut sukses atau tidak.
B.     Tujuan Pendidikan Islam
Menurut al-Ghozali tujuan pendidikan Islam yang hendak dicapai adalah kesempurnaan manusia yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT., serta kesempurnaan manusia yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan Dunia dan Akhirat.
C.    Hierarki Parameter Tercapainya Tujuan Pendidikan
Menurut Dr. Darmuin, M.Ag., ukuran sukses atau tidaknya pendidikan tergantung pada parameter yang digunakan sebagai penilaiannya. Parameternya yaitu:
1.      Tujuan Paripurna. Seseorang dikatakan telah sukses dalam jenjang pendidikannya jika ia bahagia, baik di Dunia maupun di Akhirat.
2.      Tujuan Negara. Indikator yang telah ditetapkan adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”, jadi ketika dalam suatu Negara, semua bangsanya cerdas-cerdas maka pendidikannya dapat dikatakan sukses.
3.      Tujuan Institusional. Ukuran sukses atau tidaknya pendidikan dilihat dari tingkat kelulusan yang ada. Jadi jika dalam sebuah institusi, semua peserta didiknya lulus maka dapat dikatakan tujuan pendidikannya telah tercapai.
4.      Tujuan Kurikuler. Parameter yang digunakan adalah tingkat kesuksesan dalam menjalankan kurikulum yang telah ditetapkan.
5.      Tujuan Instruksional Umum. Artinya bahwa jika dalam suatu pengajaran semua mata pelajaran telah selesai dan memenuhi KKM (Kreteria Ketuntasan Minimal) maka tujuan pendidikannya dikatakan telah berhasil.
6.      Tujuan Instruksional Khusus. Jika dalam suatu mata pelajaran telah selesai dan memenuhi kreteria yang talah ditetapkan oleh pendidiknya maka tujuan pendidikannya dapat dikatakan sukses.

BAB V
PENDIDIK
A.    Definisi Pendidik
1.      Pendidik berarti orang yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohani agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu melaksanakan tugasnya yaitu sebagai hamba Allah dan khalifah di Bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang mampu berdiri sendiri.
2.      Pendidik merupakan sesuatu yang memberikan pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohani agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu melaksanakan tugasnya yaitu sebagai hamba Allah dan khalifah di Bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang mampu berdiri sendiri.
B.     Macam-macam Pendidik
1.      Jika pengertian pendidik menurut definisi pertama maka macam-macam pendidik sebagai berikut:
a.       Nabi Muhammad SAW, beliau sebagai penerima wahyu al-Qur’an dan bertugas untuk menyampaikannya keseluruh umat manusia.
b.      Orang Tua, pendidik pada lingkungan keluarga adalah orang tua, karena secara alami anak pada awal kehidupannya berada ditengah-tengah keluarganya.
c.       Guru, dalam lembaga pendidikan maupun majelis pengajian orang yang mengajar disebut dengan guru atau ustaz.
2.      Jika pengertian pendidik menurut definisi kedua maka macam-macam pendidik sama sebagaimana diatas, akan tetapi ada tambahannya yaitu:
a.       Allah SWT, karena Dia-lah yang Maha sempurna dan mengetahui segala sesuatu.
b.      Pengalaman, karena ada pepatah mengatakan “pengalaman adalah guru terbaik”.
C.    Syarat-syarat Pendidik
Secara umum persyaratan yang dibebankan kepada seorang pendidik adalah menguasai apa yang diajarkan, sehingga tidak akan terjadi kekeliruan dalam pengajaran. Di Indonesia sendiri telah ditetapkan Undang-Undang yang mengatur tentang guru yaitu UU No. 14 Tahun 2005, PP No. 24 Tahun 2008. Salah satunya yaitu tentang Kompetensi Guru yang  meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

BAB VI
PESERTA DIDIK
A.    Pengertian Peserta Didik
Peserta didik adalah anak atau orang yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk mencapai kedewasaannya, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai suatu individu.
B.     Kebutuhan Peserta Didik
Secara kodrati anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa. Begitu pentingnya bimbingan dalam pengembangan potensi peserta didik, Nabi Muhammad SAW. bersabda “Muliakanlan anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik”. Kebutuhan peserta didik adalah suatu hal yang harus direalisasikan, ada beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi, yaitu:
1.      Kebutuhan fisik, yaitu meliputi beberapa tahapan dalam proses pertumbuhan. Pada masa ini pendidik perlu memperhatikan perubahan dan perkembangan peserta didik.
2.      Kebutuhan sosial, merupakan kebutuhan untuk berhubungan langsung dengan lingkungannya, baik itu teman, orang tua, guru dan pemimpinnya.
3.      Kebutuhan mandiri, merupakan kebutuhan kebebasan yang diberikan kepada peserta didik untuk membentuk kepribadian berdasarkan pengalaman.
4.      Kebutuhan psikis, kebutuhan ini sangatlah berpengaruh akan pembentukan mental dan prestasi dari seorang pendidik.
C.    Kewajiban Peserta Didik
Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 12 ayat 2, kewajiban peserta didik yaitu:
a.       Menjaga norma-norama pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan dalam pendidikan;
b.      Ikut menanggung biaya pendidikan, kecuali bagi yang dibebaskan dari biaya tersebut.
Menurul Ibnu Jama’ah, pokok etika peserta didik yaitu:
a.       Terkait dengan dirinya sendiri, peserta didik harus membersihkan niat atau motivasi.
b.      Terkait dengan pendidik, peserta didik harus patuh, tunduk dan menghormatinya.
c.       Terkait dengan pelajaran, peserta didik harus berpegang teguh pada kebenaran dan mempunyai harapan yang baik dalam menempuh suatu ilmu. 

BAB VII
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
A.    Pengertian Kurikulum
Kurikulum adalah bagian yang sangat penting dalam pendidikan. Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 2003 disebutkan bahwa “kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Kurikulum telah ada sejak periode awal keberadaan pendidikan Islam yaitu pada zaman Rasulullah SAW., berupa membaca, menulis, dan syair Arab, al-Qur’an, Hadits, retorika dan prinsip-prinsip hukum. Kurikulum pendidikan Islam diartikan sebagai kompetensi dalam proses pembelajaran yang bertujuan untuk memberikan ilmu pendidikan Islam kepeda peserta didik, mencakup teoritis dan aplikatif.
B.     Prinsip-prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
1.      Prinsip yang berorientasi pada tujuan, hal ini berimplikasi pada aktivitas kurikulum yang terarah. Karena tujuan utama pendidikan Islam adalah mensukseskan tugas utama manusia yaitu menjadi hamba dan khalifah Allah.
2.      Prinsip relevansi, implikasinya adalah mengusulkan agar kurikulum dapat memenuhi tugas yang dibutuhkan masyarakat, serta tuntutan vertikal dalam mengemban nilai-nilai Ilahi sebagai Rahmatan lil ‘Alamin.
3.      Prinsip efisiensi dan efektivitas, implikasinya yaitu agar kegiatan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, tenaga, biaya, sehingga semuanya bisa membuahkan hasil yang maksimal.
4.      Prinsip fleksibelitas program, kurikulum disusun seluwes mungkin, sehingga mampu disesuaikan dengan situasi, kondisi subjek dan objek yang berkembang tanpa mengubah tujuan dari pendidikan tersebut.
5.      Prinsip integritas, implikasinya adalah mengupayakan kurikulum tersebut supaya menjadikan manusia yang seutuhnya, dapat menyeimbangkan antara fakultas berfikir dan berdzikir sehingga dapat memenuhi kebutuhan Dunia dan Akhirat.
6.      Prinsip sinkronisme dan kontinuaitas, implikasinya adalah bagaimana suatu kurikulum itu dapat searah, setujuan, serta berkesinambungan antara satu dengan yang lainnya.

BAB VIII
METODE PENDIDIKAN ISLAM
A.    Pengertian
Metode pendidikan Islam adalah cara-cara yang digunakan dalam mengembangkan potensi peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. Karena pengajaran adalah bagian dari pendidikan Islam, maka metode mengajar termasuk metode pendidikan.
B.     Fungsi Metode Pendidikan Islam
Dalam proses pendidikan Islam, pendidik tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah materi yang akan diberikan kepada peserta didiknya, akan tetapi ia harus menguasai berbagai metode dan teknik pendidikan guna kelangsungan transformasi dan internalisasi pendidikan Islam.
Fungsi metode secara umum dapat dikemukakan sebagai usaha mempermudah atau mencari jalan yang paling sesuai dengan perkembangan jiwa peserta didik terhadap pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan tersebut.
C.    Macam-macam Metode Pendidikan Islam
Menururt Dr. Darmu’in, M.Ag, Metode pendidikan Islam harus diterapkan dengan memperhatikan berbagai aspek yang berkaitan dengannya, yaitu:
1.      Memperhatikan tujuan pembelajaran, yakni supaya tidak terjadi perbedaan antara cara penyampaiaan materi dengan tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran tersebut;
2.      Efektif dan efisien, implikasinya yaitu agar kegiatan belajar mengajar dapat mendayagunakan waktu, tenaga, biaya, sehingga semuanya bisa membuahkan hasil yang maksimal;
3.      Sesuai dengan perkembangan peserta didik, tujuannya supaya terjadi kesinambungan antara cara mengajar dan penerima pelajaran;
4.      Sesuai dengan sarana dan prasarana yang tersedia, tentunya proses belajar mengajar tidak akan berjalan efektif tanpa menyesuaikan dengan sarana yang ada, sehingga hal ini juga mutlak diperhatikan;
5.      Sesuai dengan keterampilan guru, cara mengajar seorang pendidik tentunya berbeda-beda, meskipun sudah ada kurikulum yang mengaturnya, akan tetapi itu hanya sebatas garis besar sehingga menuntut kreatifitas masing-masing guru.

BAB 1X
EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM
1.      Definisi Evaluasi
Evaluasi berarti cara menilai dari hasil akhir sebuah proses kegiatan. Sedangkan yang dimaksud dengan Evaluasi pendidikan Islam yaitu proses untuk mengukur dan menentukan taraf kemajuan suatu kegiatan dalam pendidikan Islam.
2.      Tujuan Evaluasi Pendidikan Islam
Dalam lingkup terbatas, Evaluasi dilakukan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan pendidik dalam menyampaikan materi pendidikan Islam kepada peserta didik. Sedangkan dalam lingkup yang lebih luas, Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kelemahan suatu proses pendidikan Islam (dengan seluruh komponen yang terlibat di dalamnya) dalam mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Berikut akan dijelaskan beberapa poin tentang tujuan evaluasi, yaitu:
1.      Mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap mata pelajaran.
2.      Melatih keberanian dan mengajak untuk mengingat-ingat kembali meteri yang telah diberikan.
3.      Mengetahui tingkat perubahan perilaku peserta didik, siapa yang cerdas dan yang kurang cerdas.
3.      Prinsip-prinsip dalam Mengevaluasi
Dalam pelaksanaan evaluasi pendidikan perlu dipegang beberapa prinsip, yaitu:
1.      Evaluasi mengacu pada tujuan.
Setiap aktivitas manusia sudah tentu mempunyai tujuan tertentu, oleh karenannya proses evaluasi hendakknya tetap mengacu pada tujan awalnya.
2.      Evaluasi dilaksanakan secara objektif.
Objektif dalam arti bahwa evaluasi tersebut dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, berdasarkan fakta dan data yang ada tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur lain.
3.      Evaluasi dilakukan secara komprehensif.
Bahwa evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, artinya tidak hanya mencakup pada satu bidang saja akan tetapi meliputi berbagai aspek yang terkait didalamnya.
4.      Evaluasi harus dilakukan secara kontinu.
Apabila proses evaluasi tidak dilakukan secara terus menerus maka dikawatirkan akan terjadi hilang kendali atau melenceng dari tujuan.

BAB X
TANGGUNG JAWAB DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A.    Pengertian
Tanggung jawab menurut KBBI adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dsb). Sedangkan yang dimaksud dengan Tanggung Jawab Pendidikan Islam adalah keadaan wajib mengantarkan peserta didik kearah tujuan pendidikan Islam.
B.     Jenis Tanggung Jawab Pendidikan Islam
Menurut Islam, tanggung jawab pendidikan adalah kewajiban melaksanakan pendidikan menurut pandangan Islam. Kewajiban itu direalisasikan dalam wujud pemberian bimbingan. Dari uraian diatas maka akan dipaparkan beberapa jenis tanggung jawab pendidikan yang harus diemban, yaitu:
1.      Tanggung jawab orang tua.
Disini orang tua menjadi penanggungjawab utama terselenggaranya pendidikan bagi seorang anak. Bentuk pertanggungjawaban setidak-tidaknya meliputi:
a.       Memelihara dan membahagiakan;
b.      Melindungi dan menjamin keamanan;
c.       Memeberi pendidikan dan pengajaran yang layak.
2.      Tanggung jawab sekolah.
Sekolah (baik formal, informal maupun nonformal), sebagai sebuah lembaga yang menaungi pendidikan, bertugas untuk menambah ilmu pengetahuan dan kecerdasan peserta didiknya. Sedangkan yang memikul tugas di sekolah adalah guru atau ustaz.
3.      Tanggung jawab masyarakat.
Masyarakat berkontribusi cukup besar dalam memberi arah terhadap pendidikan anak.  Menjadi mata-mata pengontrol dalam bergaul dan berbaur diluar lingkungan rumah dan sekolah.
4.      Tanggung jawab pemerintah.
Keikutsertaan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan dituangkan dalam UUD 1945 amandemen pasal 31, dan UU SPN No. 20/ 2003, diantaranya “Memeberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi” (Pasal 11 ayat 1).

BAB XI
LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
A.    Lingkungan Pendidikan Islam
1.      Pengertian
Lingkungan Pendidikan Islam adalah suatu tempat atau keadaan yang didalamnya terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik.
2.      Macam-macam
Lingkungan pendidikan secara garis besar menurut Ki Hajar Dewantara adalah (1). Keluarga, (2) Sekolah, (3) dan Masyarakat, yang biasa disebut dengan Tri Pusat Pendidikan.
B.     Lembaga Pendidikan Islam
1.      Pengertian
Lembaga pendidikan Islam merupakan suatu wadah atau organisasi yang menyelenggarakan pendidikan Islam, mempunyai struktur yang jelas dan bertanggung jawab atas terlaksanyanya pendidikan Islam.
2.      Macam-macam
Dalam perkembangan pendidikan, institusi atau lembaga pendidikan dapat disederhanakan menjadi Tiga macam, yaitu:
a.    Lembaga pendidikan informal
-       Keluarga, merujuk pada sabda Nabi dan UU Nomor 20 Tahun 2003, menyatakan bahwa keluarga merupakan bagian dari lembaga pendidikan informal karena disitulah masa awal pendidikan anak.
b.   Lembaga pendidikan formal
-       Madrasah atau sekolah, karena disitu dilaksanakan pembinaan, pendidikan dan pengajaran secara teratur dan terencana, serta bersifat sistematis dan berjenjang, mulai dari TK/RA sampai Perguruan Tinggi.
c.    Lembaga pendidikan nonformal
-       Majelis taklim, yaitu suatu tempat yang terdapat kegiatan pengajian, atau biasa disebut sebagai lembaga yang menjadi wadah pengajian.
-       Pondok Pesantren, yaitu suatu lembaga pendidikan Islam yang didalamnya terdapat Kyai, Santri dan berbagai sarana prasarana yang mendukung lainnya.

BAB XII
PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF
A.    Pengertian
Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai pokok bahasan atau kajian. Sedangkan pembelajaran integratif merupakan pendekatan yang menyatukan beberapa aspek ke dalam satu kesatuan. Jadi Pembelajaran Tematik Integratif adalah suatu sistem pembelajaran yang menyajikan bahan-bahan pelajaran secara terpadu, yaitu menyatukan, menghubungkan atau mengaitkan beberapa mata pelajaran, sehingga tidak ada yang berdiri sendiri atau terpisah-pisah.
B.     Karakteristik Pembelajaran Tematik Integratif
Sebagai suatu model pembelajaran, maka memiliki karakteristik yaitu sebagai berikut:
1.      Berpusat pada siswa;
2.      Memberikan pengalaman langsung;
3.      Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas;
4.      Menyajikan konsep dari beberapa mata pelajaran;
5.      Bersifat luwes atau fleksibel.
C.    Landasan Pembelajaran Tematik Integratif
1.      Landasan Filosofis, dalam hal ini sangat dipengaruhi oleh Tiga aliran filsafat, yakni:
a.       Aliran Progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas dan memeperhatikan pengalaman langsung.
b.      Aliran Konstruktivisme melihat pengalaman langsung sebagai kunci pembelajaran.
c.       Aliran Humanisme melihat siswa dari segi keunikan dan potensi yang.
2.      Landasan Psikologis, yang menekankan pada psikologi perkembangan dan belajar.
3.      Landasan Yuridis, UU No. 23 Tahun 2003 pasal 9, tentang hak memeperoleh pendidikan sesuai dengan minat dan bakatnya.
D.    Implikasi Model Pembelajaran Tematik Integratif
1.      Pengintegrasian dalam Satu Disiplin Ilmu, merupakan model yang menautkan dua atau lebih bidang ilmu yang serumpun.
2.      Pengintegrasian Beberapa Disiplin Ilmu, yaitu model pembelajaran yang menautkan antar disiplin ilmu yang berbeda.
3.      Pengintegrasian Satu dan Beberapa Disiplin Ilmu, merupakan model yang menautkan antar disiplin ilmu yang serumpun sekaligus bidang ilmu yang berbeda.

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More