ILMU
PENDIDIKAN ISLAM
Disusun Guna
Memenuhi Tugas UTS
Mata Kuliah:
Ilmu Pendidikan Islam
Yang Diampu
Oleh: Dr. H.
Darmuin, M.Ag.
Disusun Oleh,
Baihaqi (133111013)
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO
SEMARANG
2014
BAB 1
ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
1.
Aliran
Nativisme
Nativisme adalah sebuah doktrin yang
memandang bahwa kemampuan anak hanya diperoleh dari genetika yang diwariskan oleh
orang tua. Faktor pengalaman yang dialami sama sekali tidak berpengaruh
terhadap perkembangan anak. Tokoh utama aliran ini bernama Arthur Scopenhauer
seorang filosof dari Jerman. Implikasinya dalam pendidikan: pada zaman dulu hanya
mereka, anak-anak berdarah birulah yang dapat dimaksimalkan potensinya, karena
tidak mungkin anak orang miskin bisa pintar.
2.
Aliran
Empirisme
Aliran ini kebalikan dari aliran Nativisme,
dengan tokoh utamanya John Locke. Aliran Empirisme menganggap bahwa kemampuan
seseoarng berasal dari lingkungannya, karena anak itu dilahirkan seperti meja
lilin (belum ada pahatan atau lukisannya), inilah yang disebut dengan teori Tabularasa.
Implikasinya dalam pendidikan: karena anak dilahirkan dengan potensi yang sama,
lingkungan menjadi peran yang sangat besar, maka pendidikan menjadi tonggak utama.
3.
Airan
Konvergensi
Aliran yang dipelopori oleh Louis
William Stern merupakan gabungan antara aliran Nativisme dengan Empirisme. Jadi
faktor pembawaan (bakat) dan pengalaman (pendidikan) merupakan hal yang
sama-sama berpengaruh dalam perkembangan anak. Karena pembawaan dari orang tua
tidak akan pernah bisa berkembang tanpa adanya pengalaman yang diperoleh anak
tersebut, dan begitupun sebaliknya. Implikasinya: keturunan dan lingkungan/
pendidikan sama besar proporsinya.
4.
Konsep
Fitrah
Jika Fitrah diartikan ‘ciptaan’ maka
potensi daya upaya manusia sudah ditentukan sejak zaman azali. Hal ini berarti,
pada hakikatnya manusia itu merupakan makhluk yang mempunyai berbagai potensi
untuk memahami, melihat, dan mendengarkan. Semua itu diberikan oleh tuhan
kepada manusia. Akan tetapi jika Fitrah diartikan ‘suci’, maka manusia terlahir
dalam keadan kosong tak punya apa-apa (tabularasa), tinggal lingkungan atau
pendidikan yang menentukannya. Jika Fitrah diartikan seperti definisi ke-dua
maka konsep ini mirip dengan konsep Empirisme.
BAB II
RELEVANSI TEORI PENDIDIKAN DENGAN
DASAR AJARAN ISLAM
1.
Relevansi
Teori Nativisme dengan Ajaran Islam
Setiap manusia dilahirkan dengan potensi
yang berbeda-beda. Firman Allah dalam QS. at-Tiin: 4 dijelaskan bahwa “Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Jika mengacu ayat tersebut,
manusia dilahirkan tidak dalam keadaan kosong yang tak punya apa-apa. Artinya
teori ini sejalan dengan Islam. Hanya saja dalam Islam, sekalipun manusia lahir
sudah dibekali fitrah oleh tuhan, namun perlu adanya usaha/ pengaruh lingkungan
untuk mengembangkannya.
2.
Relevansi
Teori Empirisme dengan Ajaran Islam
Dalam QS. an-Nahl: 78 disebutkan “dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu
dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” Berdasarkan ayat diatas, maka
teori Empirisme ini tidak sepenuhnya bertolak belakang dengan ajaran Islam.
Hanya saja kemampuan tesebut tidak mungkin dapat berkembang tanpa adanya campur
tangan Tuhan yang telah ditentukan sejak zaman azali.
3.
Relevansi
Teori Konvergensi dengan Ajaran Islam
Sebagian pemikir Islam berpendapat bahwa
ajaran Islam sebenarnya mendukung teori konvergensi, pendapat ini didasarkan
pada Hadits nabi
yang artinya “(1) Seorang bayi tidaklah
dilahirkan melainkan dalam keadaan suci (fitrah), (2) kemudian kedua orang
tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (1) Berarti
manusia lahir dalam keadaan fitrah, (2) faktor lingkunganlah yang
mempengaruhinya. Islam tidak menolak teori ini asalkan mengakui adanya bantuan dari
Maha Pencipta dalam setiap usaha manusia.
4.
Konsep
Fitrah dalam Ajaran Islam
Konsep ini tentu sejalan dengan Islam,
karena memang berdasar pada al-Qur’an dan Hadits. Dalam QS. Ar-Ruum: 30
dijelaskan bahwa manusia pada dasarnya baik, memiliki fitrah, dan juga jiwanya tidaklah
kosong seperti konsep tabularasa, namun berisi kesucian dan sifat-sifat dasar
yang baik. Dengan demikian jelaslah bahwa Islam mengakui peranan faktor dasar
manusia (fitrah), dan juga faktor lingkungan untuk membimbingnya. Semua itu
tidak terlepas dari kuasa Tuhan yang Maha Merajai.
BAB III
KONSEPSI ISLAM TENTANG FITRAH
MANUSIA
A.
Struktur
Fitrah Manusia
Fitrah
adalah asal kejadian manusia atau potensi dasar yang diberikan oleh Tuhan
kepada manusia. Fitrah bisa berupa fisik biolagis dan psikis kejiwaan. Berikut
adalah struktur fitrah yang mencakup beberapa garis besar, yaitu:
1. Fitrah
beragama. Fitrah mengandung kemampuan asli untuk beragama
Islam, karena Islam adalah agama fitrah. Akan tetapi fitrah ini sangat rentan
dengan faktor lingkungan, sehingga anak yang berlatar belakang non Islam maka berkemungkinan
besar akan beragama non Islam.
2. Fitrah
dalam bentuk bakat. Bakat disini artinya kecenderungan yang
bertumpu pada keimanan sebagai intinya. Karena iman merupakan faktor utama dan
sebagai landasan untuk selalu mencari kebenaran hakiki dari Allah.
3. Fitrah
berupa naluri kewahyuan. Seseorang lahir sebenarnya telah
memiliki naluri untuk percaya kepada wahyu Tuhan yang diturunkan kepada para Nabi-Nya.
4. Fitrah
kecerdasan dan naluri. Kecerdasan ini mengacu kepada
perkembangan kemampuan akademis dan keahlian dalam berbagai bidang kehidupan. Sedangkan
naluri ini berarti komponen bertingkah laku tanpa melalui proses belajar
dahulu.
B. Implikasi Fitrah Manusia dalam
Pendidikan Islam
Dalam
al-Qur’an dijelaskan bahwa fungsi penciptaan manusia di alam ini adalah sebagai
Khalifah dan ‘Abd. Untuk melaksanakan tugas ini Allah membekali dengan
seperangkat potensi. Dalam konteks ini, maka pendidikan merupakan hal utama dalam
mengembangkan potensi secara maksimal. Sistem pendidikan Islam harus dibangun
diatas konsep kesatuan antara pendidikan qalbiyah
dan qauliyah, sehingga mampu
menghasilkan Muslim yang pintar secara intelektual dan terpuji secara moral.
Rasulullah
SAW. Berpesan: “Ajarilah anakmu sesuai
dengan kadar kesanggupan akalnya”. Hadits ini mengindikasikan keharusan
memberikan pengajaran yang sesuai bakat, minat, kecenderungan, kecerdasan dan
latar belakang fitrah peserta didik. Dengan begitu guru dapat menyiapkan
program pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan latar belakang. Selain
itu, kegiatan pembelajaranpun akan menjadi menarik dan penuh gairah, karena
didasarkan pada keinginan peserta didik.
BAB IV
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pengertian
Pendidikan
merupakan suatu sistem dan proses yang menyebabkan berbagai komponen (dapat berupa:
tujuan, pendidik, peserta didik, alat, lingkungan atau lembaga, kurikulum dan
evaluasi). Sedangkan Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah
suatu usaha atau kegiatan selesai. Jadi tujuan merupakan hal yang sangat
penting dalam pendidikan, supaya dapat menilai apakah pendidikan tersebut
sukses atau tidak.
B.
Tujuan
Pendidikan Islam
Menurut
al-Ghozali tujuan pendidikan Islam yang hendak dicapai adalah kesempurnaan
manusia yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT., serta kesempurnaan
manusia yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan Dunia dan Akhirat.
C.
Hierarki
Parameter Tercapainya Tujuan Pendidikan
Menurut
Dr. Darmuin, M.Ag., ukuran sukses atau tidaknya pendidikan tergantung pada
parameter yang digunakan sebagai penilaiannya. Parameternya yaitu:
1. Tujuan
Paripurna. Seseorang dikatakan telah sukses dalam jenjang
pendidikannya jika ia bahagia, baik di Dunia maupun di Akhirat.
2. Tujuan
Negara. Indikator yang telah ditetapkan adalah “mencerdaskan
kehidupan bangsa”, jadi ketika dalam suatu Negara, semua bangsanya cerdas-cerdas
maka pendidikannya dapat dikatakan sukses.
3. Tujuan
Institusional. Ukuran sukses atau tidaknya pendidikan dilihat
dari tingkat kelulusan yang ada. Jadi jika dalam sebuah institusi, semua peserta
didiknya lulus maka dapat dikatakan tujuan pendidikannya telah tercapai.
4. Tujuan
Kurikuler. Parameter yang digunakan adalah tingkat kesuksesan
dalam menjalankan kurikulum yang telah ditetapkan.
5. Tujuan
Instruksional Umum. Artinya bahwa jika dalam suatu
pengajaran semua mata pelajaran telah selesai dan memenuhi KKM (Kreteria Ketuntasan
Minimal) maka tujuan pendidikannya dikatakan telah berhasil.
6. Tujuan
Instruksional Khusus. Jika dalam suatu mata pelajaran telah
selesai dan memenuhi kreteria yang talah ditetapkan oleh pendidiknya maka tujuan
pendidikannya dapat dikatakan sukses.
BAB V
PENDIDIK
A.
Definisi
Pendidik
1.
Pendidik berarti orang yang
bertanggung jawab memberikan pertolongan pada peserta didiknya dalam
perkembangan jasmani dan rohani agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu
melaksanakan tugasnya yaitu sebagai hamba Allah dan khalifah di Bumi, sebagai
makhluk sosial dan individu yang mampu berdiri sendiri.
2. Pendidik
merupakan sesuatu yang memberikan pertolongan pada peserta didiknya dalam
perkembangan jasmani dan rohani agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu
melaksanakan tugasnya yaitu sebagai hamba Allah dan khalifah di Bumi, sebagai
makhluk sosial dan individu yang mampu berdiri sendiri.
B.
Macam-macam
Pendidik
1. Jika
pengertian pendidik menurut definisi pertama maka macam-macam pendidik sebagai
berikut:
a. Nabi
Muhammad SAW, beliau sebagai penerima wahyu
al-Qur’an dan bertugas untuk menyampaikannya keseluruh umat manusia.
b. Orang
Tua,
pendidik pada lingkungan keluarga adalah orang tua, karena secara alami anak
pada awal kehidupannya berada ditengah-tengah keluarganya.
c.
Guru,
dalam lembaga pendidikan maupun majelis pengajian orang yang mengajar disebut
dengan guru atau ustaz.
2. Jika
pengertian pendidik menurut definisi kedua maka macam-macam pendidik sama
sebagaimana diatas, akan tetapi ada tambahannya yaitu:
a. Allah
SWT,
karena Dia-lah yang Maha sempurna dan mengetahui segala sesuatu.
b. Pengalaman,
karena ada pepatah mengatakan “pengalaman adalah guru terbaik”.
C.
Syarat-syarat
Pendidik
Secara
umum persyaratan yang dibebankan kepada seorang pendidik adalah menguasai apa
yang diajarkan, sehingga tidak akan terjadi kekeliruan dalam pengajaran. Di
Indonesia sendiri telah ditetapkan Undang-Undang yang mengatur tentang guru yaitu
UU No. 14 Tahun 2005, PP No. 24 Tahun 2008. Salah satunya yaitu tentang Kompetensi
Guru yang meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi.
BAB VI
PESERTA DIDIK
A. Pengertian Peserta Didik
Peserta didik adalah anak atau orang
yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk mencapai
kedewasaannya, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai
umat manusia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai
suatu individu.
B. Kebutuhan Peserta Didik
Secara
kodrati anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa. Begitu
pentingnya bimbingan dalam pengembangan potensi peserta didik, Nabi Muhammad
SAW. bersabda “Muliakanlan anak-anakmu
dan didiklah mereka dengan baik”. Kebutuhan peserta didik adalah suatu hal
yang harus direalisasikan, ada beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Kebutuhan
fisik, yaitu meliputi beberapa tahapan dalam proses
pertumbuhan. Pada masa ini pendidik perlu memperhatikan perubahan dan
perkembangan peserta didik.
2. Kebutuhan
sosial, merupakan kebutuhan untuk berhubungan langsung
dengan lingkungannya, baik itu teman, orang tua, guru dan pemimpinnya.
3. Kebutuhan
mandiri, merupakan kebutuhan kebebasan yang diberikan kepada
peserta didik untuk membentuk kepribadian berdasarkan pengalaman.
4. Kebutuhan
psikis, kebutuhan ini sangatlah berpengaruh akan
pembentukan mental dan prestasi dari seorang pendidik.
C.
Kewajiban
Peserta Didik
Dalam
UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 12 ayat 2, kewajiban peserta didik yaitu:
a. Menjaga
norma-norama pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan dalam
pendidikan;
b. Ikut
menanggung biaya pendidikan, kecuali bagi yang dibebaskan dari biaya tersebut.
Menurul
Ibnu Jama’ah, pokok etika peserta didik yaitu:
a. Terkait
dengan dirinya sendiri, peserta didik harus membersihkan niat atau motivasi.
b. Terkait
dengan pendidik, peserta didik harus patuh, tunduk dan menghormatinya.
c. Terkait
dengan pelajaran, peserta didik harus berpegang teguh pada kebenaran dan mempunyai
harapan yang baik dalam menempuh suatu ilmu.
BAB VII
KURIKULUM
PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Kurikulum
Kurikulum
adalah bagian yang sangat penting dalam pendidikan. Dalam UU Sistem Pendidikan
Nasional No. 2 Tahun 2003 disebutkan bahwa “kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu”.
Kurikulum
telah ada sejak periode awal keberadaan pendidikan Islam yaitu pada zaman
Rasulullah SAW., berupa membaca, menulis, dan syair Arab, al-Qur’an, Hadits,
retorika dan prinsip-prinsip hukum. Kurikulum pendidikan Islam diartikan sebagai
kompetensi dalam proses pembelajaran yang bertujuan untuk memberikan ilmu
pendidikan Islam kepeda peserta didik, mencakup teoritis dan aplikatif.
B.
Prinsip-prinsip
Kurikulum Pendidikan Islam
1. Prinsip
yang berorientasi pada tujuan, hal ini berimplikasi
pada aktivitas kurikulum yang terarah. Karena tujuan utama pendidikan Islam
adalah mensukseskan tugas utama manusia yaitu menjadi hamba dan khalifah Allah.
2. Prinsip
relevansi, implikasinya adalah mengusulkan agar kurikulum
dapat memenuhi tugas yang dibutuhkan masyarakat, serta tuntutan vertikal dalam
mengemban nilai-nilai Ilahi sebagai Rahmatan
lil ‘Alamin.
3. Prinsip
efisiensi dan efektivitas, implikasinya yaitu agar kegiatan
kurikulum dapat mendayagunakan waktu, tenaga, biaya, sehingga semuanya bisa
membuahkan hasil yang maksimal.
4. Prinsip
fleksibelitas program, kurikulum disusun seluwes mungkin,
sehingga mampu disesuaikan dengan situasi, kondisi subjek dan objek yang
berkembang tanpa mengubah tujuan dari pendidikan tersebut.
5. Prinsip
integritas, implikasinya adalah mengupayakan kurikulum
tersebut supaya menjadikan manusia yang seutuhnya, dapat menyeimbangkan antara
fakultas berfikir dan berdzikir sehingga dapat memenuhi
kebutuhan Dunia dan Akhirat.
6. Prinsip
sinkronisme dan kontinuaitas, implikasinya adalah
bagaimana suatu kurikulum itu dapat searah, setujuan, serta berkesinambungan
antara satu dengan yang lainnya.
BAB VIII
METODE PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian
Metode
pendidikan Islam adalah cara-cara yang digunakan dalam mengembangkan potensi
peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. Karena pengajaran adalah
bagian dari pendidikan Islam, maka metode mengajar termasuk metode pendidikan.
B. Fungsi Metode Pendidikan Islam
Dalam proses pendidikan Islam, pendidik
tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah materi yang akan diberikan kepada
peserta didiknya, akan tetapi ia harus menguasai berbagai metode dan teknik
pendidikan guna kelangsungan transformasi dan internalisasi pendidikan Islam.
Fungsi
metode secara umum dapat dikemukakan sebagai usaha mempermudah atau mencari jalan
yang paling sesuai dengan perkembangan jiwa peserta didik terhadap pelaksanaan
operasional dari ilmu pendidikan tersebut.
C. Macam-macam Metode Pendidikan Islam
Menururt
Dr. Darmu’in, M.Ag, Metode pendidikan Islam harus diterapkan dengan
memperhatikan berbagai aspek yang berkaitan dengannya, yaitu:
1. Memperhatikan
tujuan pembelajaran, yakni supaya tidak terjadi perbedaan
antara cara penyampaiaan materi dengan tujuan yang hendak dicapai dalam
pembelajaran tersebut;
2. Efektif
dan efisien, implikasinya yaitu agar kegiatan belajar
mengajar dapat mendayagunakan waktu, tenaga, biaya, sehingga semuanya bisa
membuahkan hasil yang maksimal;
3. Sesuai
dengan perkembangan peserta didik, tujuannya supaya
terjadi kesinambungan antara cara mengajar dan penerima pelajaran;
4. Sesuai
dengan sarana dan prasarana yang tersedia, tentunya
proses belajar mengajar tidak akan berjalan efektif tanpa menyesuaikan dengan
sarana yang ada, sehingga hal ini juga mutlak diperhatikan;
5. Sesuai
dengan keterampilan guru, cara mengajar seorang pendidik
tentunya berbeda-beda, meskipun sudah ada kurikulum yang mengaturnya, akan
tetapi itu hanya sebatas garis besar sehingga menuntut kreatifitas
masing-masing guru.
BAB 1X
EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM
1.
Definisi
Evaluasi
Evaluasi
berarti cara menilai dari hasil akhir sebuah proses kegiatan. Sedangkan yang
dimaksud dengan Evaluasi pendidikan Islam yaitu proses untuk mengukur dan menentukan
taraf kemajuan suatu kegiatan dalam pendidikan Islam.
2.
Tujuan
Evaluasi Pendidikan Islam
Dalam
lingkup terbatas, Evaluasi dilakukan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan
pendidik dalam menyampaikan materi pendidikan Islam kepada peserta didik.
Sedangkan dalam lingkup yang lebih luas, Evaluasi dilakukan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan dan kelemahan suatu proses pendidikan Islam (dengan
seluruh komponen yang terlibat di dalamnya) dalam mencapai tujuan pendidikan
yang dicita-citakan. Berikut akan dijelaskan beberapa poin tentang tujuan
evaluasi, yaitu:
1. Mengetahui
kadar pemahaman peserta didik terhadap mata pelajaran.
2. Melatih
keberanian dan mengajak untuk mengingat-ingat kembali meteri yang telah
diberikan.
3. Mengetahui
tingkat perubahan perilaku peserta didik, siapa yang cerdas dan yang kurang
cerdas.
3.
Prinsip-prinsip
dalam Mengevaluasi
Dalam pelaksanaan evaluasi pendidikan
perlu dipegang beberapa prinsip, yaitu:
1. Evaluasi
mengacu pada tujuan.
Setiap
aktivitas manusia sudah tentu mempunyai tujuan tertentu, oleh karenannya proses
evaluasi hendakknya tetap mengacu pada tujan awalnya.
2. Evaluasi
dilaksanakan secara objektif.
Objektif
dalam arti bahwa evaluasi tersebut dilaksanakan dengan sebaik-baiknya,
berdasarkan fakta dan data yang ada tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur lain.
3. Evaluasi
dilakukan secara komprehensif.
Bahwa
evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, artinya tidak hanya mencakup pada
satu bidang saja akan tetapi meliputi berbagai aspek yang terkait didalamnya.
4. Evaluasi
harus dilakukan secara kontinu.
Apabila
proses evaluasi tidak dilakukan secara terus menerus maka dikawatirkan akan
terjadi hilang kendali atau melenceng dari tujuan.
BAB X
TANGGUNG JAWAB DALAM PENDIDIKAN
ISLAM
A.
Pengertian
Tanggung
jawab menurut KBBI adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau
terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dsb). Sedangkan yang dimaksud
dengan Tanggung Jawab Pendidikan Islam adalah keadaan wajib mengantarkan
peserta didik kearah tujuan pendidikan Islam.
B.
Jenis
Tanggung Jawab Pendidikan Islam
Menurut
Islam, tanggung jawab pendidikan adalah kewajiban melaksanakan pendidikan
menurut pandangan Islam. Kewajiban itu direalisasikan dalam wujud pemberian
bimbingan. Dari uraian diatas maka akan dipaparkan beberapa jenis tanggung
jawab pendidikan yang harus diemban, yaitu:
1. Tanggung
jawab orang tua.
Disini
orang tua menjadi penanggungjawab utama terselenggaranya pendidikan bagi
seorang anak. Bentuk pertanggungjawaban setidak-tidaknya meliputi:
a. Memelihara
dan membahagiakan;
b. Melindungi
dan menjamin keamanan;
c.
Memeberi pendidikan dan pengajaran yang
layak.
2. Tanggung
jawab sekolah.
Sekolah (baik formal, informal maupun nonformal), sebagai
sebuah lembaga yang menaungi pendidikan, bertugas untuk menambah ilmu
pengetahuan dan kecerdasan peserta didiknya. Sedangkan yang memikul tugas di sekolah
adalah guru atau ustaz.
3. Tanggung
jawab masyarakat.
Masyarakat berkontribusi cukup besar dalam memberi
arah terhadap pendidikan anak. Menjadi mata-mata
pengontrol dalam bergaul dan berbaur diluar lingkungan rumah dan sekolah.
4. Tanggung
jawab pemerintah.
Keikutsertaan
pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan dituangkan dalam UUD 1945 amandemen
pasal 31, dan UU SPN No. 20/ 2003, diantaranya “Memeberikan layanan dan kemudahan
serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga
negara tanpa diskriminasi” (Pasal 11 ayat 1).
BAB XI
LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN
ISLAM
A.
Lingkungan
Pendidikan Islam
1. Pengertian
Lingkungan
Pendidikan Islam adalah suatu tempat atau keadaan yang didalamnya terdapat
ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan
baik.
2. Macam-macam
Lingkungan pendidikan secara garis besar menurut Ki
Hajar Dewantara adalah (1). Keluarga, (2) Sekolah, (3) dan Masyarakat, yang
biasa disebut dengan Tri Pusat Pendidikan.
B.
Lembaga
Pendidikan Islam
1. Pengertian
Lembaga
pendidikan Islam merupakan suatu wadah atau organisasi yang menyelenggarakan
pendidikan Islam, mempunyai struktur yang jelas dan bertanggung jawab atas
terlaksanyanya pendidikan Islam.
2. Macam-macam
Dalam perkembangan pendidikan, institusi atau lembaga
pendidikan dapat disederhanakan menjadi Tiga macam, yaitu:
a. Lembaga
pendidikan informal
- Keluarga,
merujuk pada sabda Nabi dan UU Nomor 20 Tahun 2003, menyatakan bahwa keluarga
merupakan bagian dari lembaga pendidikan informal karena disitulah masa awal
pendidikan anak.
b. Lembaga
pendidikan formal
- Madrasah
atau sekolah, karena disitu dilaksanakan pembinaan, pendidikan dan pengajaran
secara teratur dan terencana, serta bersifat sistematis dan berjenjang, mulai
dari TK/RA sampai Perguruan Tinggi.
c. Lembaga
pendidikan nonformal
- Majelis
taklim, yaitu suatu tempat yang terdapat kegiatan pengajian, atau biasa disebut
sebagai lembaga yang menjadi wadah pengajian.
- Pondok
Pesantren, yaitu suatu lembaga pendidikan Islam yang didalamnya terdapat Kyai, Santri
dan berbagai sarana prasarana yang mendukung lainnya.
BAB XII
PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF
A.
Pengertian
Pembelajaran
tematik merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai pokok
bahasan atau kajian. Sedangkan pembelajaran integratif merupakan pendekatan
yang menyatukan beberapa aspek ke dalam satu kesatuan. Jadi Pembelajaran
Tematik Integratif adalah suatu sistem pembelajaran yang menyajikan bahan-bahan
pelajaran secara terpadu, yaitu menyatukan, menghubungkan atau mengaitkan beberapa
mata pelajaran, sehingga tidak ada yang berdiri sendiri atau terpisah-pisah.
B.
Karakteristik
Pembelajaran Tematik Integratif
Sebagai suatu model
pembelajaran, maka memiliki karakteristik yaitu sebagai berikut:
1. Berpusat
pada siswa;
2. Memberikan
pengalaman langsung;
3. Pemisahan
mata pelajaran tidak begitu jelas;
4. Menyajikan
konsep dari beberapa mata pelajaran;
5.
Bersifat luwes atau fleksibel.
C.
Landasan
Pembelajaran Tematik Integratif
1. Landasan
Filosofis, dalam hal ini sangat dipengaruhi oleh Tiga aliran filsafat, yakni:
a. Aliran Progresivisme
memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas dan
memeperhatikan pengalaman langsung.
b. Aliran Konstruktivisme
melihat pengalaman langsung sebagai kunci pembelajaran.
c. Aliran Humanisme
melihat siswa dari segi keunikan dan potensi yang.
2. Landasan
Psikologis, yang menekankan pada psikologi perkembangan dan belajar.
3.
Landasan Yuridis, UU No. 23 Tahun 2003 pasal
9, tentang hak memeperoleh pendidikan sesuai dengan minat dan bakatnya.
D.
Implikasi
Model Pembelajaran Tematik Integratif
1. Pengintegrasian
dalam Satu Disiplin Ilmu, merupakan model yang menautkan dua atau lebih bidang
ilmu yang serumpun.
2. Pengintegrasian
Beberapa Disiplin Ilmu, yaitu model pembelajaran yang menautkan antar disiplin
ilmu yang berbeda.
3. Pengintegrasian
Satu dan Beberapa Disiplin Ilmu, merupakan model yang menautkan antar disiplin
ilmu yang serumpun sekaligus bidang ilmu yang berbeda.
0 komentar:
Post a Comment