Friday, May 1, 2015

Jurnalisme Investigasi, Jurnalisme Membongkar



Tingkat kualitas dan kesulitan sebuah tulisan dalam laporan itu berbeda-beda, tergantung jenisnya.

Jika laporan berupa straight news itu cukup menceritakan 5W + 1H (What, When, Who, Where, Why + How). Berbeda lagi dengan Soft News yang cakupannya lebih mendalam, jenis laporan ini tidak hanya sekadar menceritakan, tetapi berusaha menjelaskan unsur How dan Why.

Lebih jauh lagi laporan yang berupa investigasi. Laporan jenis ini mencoba untuk membongkar atau menunjukkan unsur What, Who, How Come, How Fair dan How Else. Dengan kata lain mampu menjabarkan cerita di balik berita.

Ada rekonstruksi, ada flashback, ada aktor/narasi, ada kronologis. Jenis laporan inilah yang mencoba Crew LPM Edukasi kaji dalam acara Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut (PJTL), Sabtu (25/4).

Menurut penuturan Agung Sedayu, Wartawan Tempo, Jurnalisme Invertigasi adalah jurnalisme yang membongkar hal yang ditutupi. Ia mengungkapkan hal baru dari persoalan yang belum banyak diketahui publik. Biasanya skala masalahnya yang diangkat cenderung luas dan sistematis.

Adapun ciri jurnalisme investigasi, lanjut Agung, konten isinya mampu menjawab semua pertanyaan penting yang muncul dari sebuah kasus; mampu memetakan persoalan secara gamblang; mampu menunjukkan aktor yang terlibat dan menjelaskan peran mereka; serta mampu mengurai dan memperjelas kompleksitas persoalan.

Isu yang layak untuk diinvestigasi tidak harus isu besar. Isu sehari-hari pun juga bisa dijadikan bahan investigasi selama ada persoalan yang ditutupi atau disembunyikan dari publik.

”Yang terpenting kita harus jeli, serta berangkat dari pertanyaan dan kecurigaan,” tuturnya. Jadi reporter itu jangan malu untuk bertanya. ”Lebih baik bertampang tolol asalkan bisa mendapatkan jawaban pintar, dari pada berlagak pintar tetapi mendapat jawaban tolol.”

Tahap peliputan

Laki-laki yang bertempat tinggal di Jakarta ini juga menjelaskan tahap-tahap dalam peliputan investigasi. 

Pertama, menentukan topik. Dalam hal ini reporter harus melakukan riset/ observasi awal, selanjutnya menentukan hipotesis, mencaritahu bagaimana sesuatu seharusnya bekerja. ”Kita harus memastikan apakah ada unsur pelanggaran hukumnya,” imbuhnya. ”Jika tidak ditemukan (pelanggaran hukum) maka topiknya tidak bisa diinvestigasi”.

Kedua, menentukan angle liputan dan membuat outline. Angle dan outline ini sangat penting, karena dapat memperjelas dan mempermudah prosesi pembuatan laporan.

Ketiga¸melakukan penggalian bahan. Dalam tahap ini reporter menelusuri bahan di lapangan (jejak orang/dokumen/uang, observasi, riset, dan lain-lain), kemudian memeriksa kelengkapan bahan serta memastikan semua pertanyaan yang telah dilist terjawab. Langkah yang terakhir (keempat) yakni menulis, cek hasil tulisan dan lakukan editing.

Selain melakukan tahap-tahap diatas, seseorang juga harus bersikap realistis. ”Artinya jangan lupa untuk mengukur kemampuan dan peluang keberhasilannya,” tegasnya. Untuk mengukur kerealistisan caranya dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Apakah ada dokumen/ data tertulis? Apakah ada narasumber yang bersedia bicara? Apakah waktu liputan cukup memadai?

”Hal lain yang perlu diantisipasi adalah memastikan rawan tidaknya kasus yang diangkat dari gugatan hukum,” tandasnya.

@Baihaqi_Annizar

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More