TEORI PENDIDIKAN & KONSEP KURIKULUM*
A.
TEORI PENDIDIKAN
1.
Teori Pendidikan Klasik
Pendidikan klasik atau classical
education dapat dipandang sebagai konsep pendidikan tertua. Konsep
pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa seluruh warisan budaya, yaitu pengetahuan,
ide-ide, atau nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu.
Pendidikan berfungsi memelihara, mengawetkan, dan meneruskan semua warisan
budaya tersebut kepada generasi berikutnya. Guru atau pendidik tidak perlu
susah-susah mencari dan menciptakan pengetahuan, konsep, dan nilai-nilai baru,
sebab sebelumnya telah tersedia, tinggal menguasai dan mengajarkannya kepada
anak. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan daripada
proses atau bagaimana mengajarkannya.
Tugas guru dan para pengembang
kurikulum adalah memilih dan menyajikan materi ilmu tersebut disesuaikan dengan
tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik. Menurut konsep pendidikan
klasik, guru atau pendidik adalah ahli dalam bidang ilmu dan juga contoh atau
model nyata dari pribadi yang ideal. Siswa merupakan penerima pengajaran yang
baik, tetapi sebagai penerima informasi sesungguhnya mereka pasif. Pendidik
lebih menekankan perkembangan segi-segi intelektual daripada segi emosional dan
psikomotor.
Ada dua model konsep pendidikan
klasik, perenialisme dan esensialisme. Keduanya memiliki
pandangan yang sama tentang masyarakat, bahwa masyarakat bersifat statis.
Perenialisme berkembang di Eropa
dalam masyarakat aristokratis-agraris. Mereka lebih berorientasi ke masa lampau
dan kurang mementingkan tuntutan-tuntutan masyarakat yang berkembang saat
sekarang. Pendidikan lebih menekankan pada humanistis, pembentukan pribadi, dan
sifat-sifat mental. Isi pendidikan lebih banyak bersifat pendidikan umum (general
education atau liberal art), sedangkan model belajarnya adalah asimilasi.
Pendidikan menurut pandangan mereka adalah bebas nilai (culture free)
artinya tidak terikat atau diwarnai oleh nilai-nilai dan karakteristik
masyarakat sekitar.
Esensialisme berkembang di Amerika
Serikat dalam masyarakat industri. Pendidikan ini lebih mengutamakan sains
daripada humanistis. Mereka lebih pragmatis, pendidikan diarahkan dalam
mempersiapkan generasi muda untuk terjun ke dunia kerja. Konsep ini lebih
berorientasi pada masa sekarang dan yang akan datang. Isi pengajaran lebih
diarahkan kepada pembentukan keterampilan dan pengembangan kemampuan vocational.
Kurikulum pendidikan klasik lebih menekankan isi pendidikan, yang
diambil dari disiplin-disiplin ilmu, disusun oleh para ahli tanpa
mengikutsertakan guru-guru, apalagi siswa. Isi disusun secara logis,
sistematis, dan berstruktur, dengan berpusatkan pada segi intelektual, sedikit
sekali memperhatikan segi-segi sosial atau psikologis peserta didik. Guru
mempunyai peranan yang sangat besar dan lebih dominan. Dalam pengajaran, ia
menentukan isi, metode, dan evaluasi. Dialah yang aktif dan bertanggung jawab
dalam segala aspek pengajaran. Siswa mempunyai peran yang pasif, sebagai
penerima informasi dan tugas-tugas dari guru.
2.
Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan mengutamakan
pembentukan dan penguasaan kompetensi bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya
lama. Mereka lebih berorientasi ke masa sekarang dan yang akan datang, tidak
seperti pendidikan klasik yang lebih melihat ke masa lalu.
Pendidikan teknologi pendidikan
dipengaruhi dan sangat diwarnai oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Hal itu
memang sangat masuk akal, sebab teknologi pendidikan bertolak dari dan
merupakan penerapan prinsip-prinsip ilmu dan teknologi dalam pendidikan.
Teknologi telah masuk ke semua segi kehidupan, termasuk dalam pendidikan.
Gambaran manusia tentang dunia dan
makna kehidupan merupakan sintesis dari pengalaman-pengalaman dasarnya.
Pengalaman tersebut selalu berubah, hari ini lebih baik dari kemarin dan besok
lebih baik daripada hari ini. Kehidupan dan perkembangan itu selalu baru.
Karena sifat ilmiahnya, konsep
pendidikan ini mengutamakan segi-segi empiris, informasi objektif yang dapat
diamati dan diukur serta dihitung secara statistic. Mereka kurang menghargai
hal-hal yang bersifat kualitatif dan spiritual. Bagi mereka, dunia ini adalah
dunia material, dunia empiris. Meskipun lebih kompleks, manusia pada dasarnya
tidak berbeda dengan binatang, ia mereaksi terhadap perangsang-perangsang dari
lingkungannya, perilaku dapat dibentuk dengan teknologi perilaku.
Menurut teori ini, pendidikan adalah
ilmu dan bukan seni, pendidikan adalah cabang dari teknologi ilmiah. Dengan
perkembangan desain program, pendidikan menjadi sangat efisien. Efisiensi
merupakan salah satu ciri utama teknologi pendidikan. Dalam pengembangan desain
program, mereka juga melibatkan penggunaan perangkat keras, alat-alat
pandang-dengar (audio-visual) dan media elektronika. Pengembangan
model-model pengajaran yang bersifat individual serta menekankan penguasaan
kemampuan.
Dalam konsep teknologi pendidikan,
isi disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan
dengan menggunakan bantuan media elektronika (kaset, audio, video, film, atau
computer) dan para siswa belajar secara individual. Guru berfungsi sebagai
direktur belajar, lebih banyak melakukan tugas-tugas pengelolaan daripada
penyampaian dan pendalaman bahan. Apabila digunakan media elektronika, guru
terbebas dari tugas pengembangan segi-segi nonintelektual.
Kurikulum pendidikan teknologi menekankan kompetensi atau
kemampuan-kemampuan praktis. Materi disiplin ilmu dipelajari dan termasuk dalam
kurikulum, apabila hal itu mendukung penguasaan kemampuan-kemampuan tersebut.
Dalam kurikulum, materi disiplin ilmu tersebut disusun terjalin dalam
kemampuan. Perangkat kurikulum cukup lengkap mulai dari struktur dan sebaran
mata pelajaran sampai dengan rincian bahan ajar dalam bentuk satuan pelajaran,
paket belajar, modul, paket program audio, video maupun computer.
3.
Pendidikan Interaksional
Pendidikan sebagai salah satu bentuk
kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Pendidikan interaksional
menekankan interaksi dua pihak, dari guru kepada siswa dan dari siswa kepada
guru. Lebih luas, interaksi ini juga terjadi antara siswa dengan bahan ajar dan
dengan lingkungan, antara pemikiran siswa dengan kehidupannya. Interaksi ini
terjadi dari berbagai bentuk dialog.
Dalam pendidikan interaksional,
belajar lebih dari sekadar mempelajari fakta-fakta. Siswa mengadakan pemahaman
eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat
menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupannya. Setiap siswa dan guru
mempunyai rentetan pengalaman dan persepsi sendiri. Dalam proses belajar,
persepsi-persepsi yang berbeda tersebut digunakan untuk menyoroti masalah
bersama yang muncul dalam kehidupannya. Dalam proses seperti itu dialog
berlangsung, setiap siswa dan guru saling mendengarkan, memberikan pendapat,
saling mengajar dan belajar. Pemahaman yang muncul dari situasi demikian
melebihi jumlah seluruh sumbangan para peserta. Siswa tidak hanya berperan
sebagai siswa, tetapi juga sebagai guru, dan juga pada suatu saat berperan
sebagai siswa yang turut belajar bersama para siswanya.
Proses belajar dalam model interaksional terjadi melalui dialog
dengan orang lain apakah dengan guru, teman, atau yang lainnya. Belajar adalah
kerja sama dan saling kebergantungan dengan orang lain. Siswa belajar
memperhatikan, menerima, menilai pendapat orang lain, dan belajar menyatakan
pendapat dan sikapnya sendiri. Melalui interaksi tersebut muncul pengetahuan,
pendapat, sikap, dan keterampilan-keterampilan baru. Guru berperan dalam
menciptakan situasi dialog dengan dasar saling mempercayai dan saling membantu.
Bahan ajar diambil dari lingkungan sosial-budaya yang dihadapi para siswa
sekarang. Mereka diajak untuk menghayati nilai-nilai sosial-budaya yang ada di
masyarakat, memberikan penilaian yang kritis, kemudian mereka mengembangkan
persepsinya sendiri terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat.
4.
Rekonstruksi Sosial
Kurikulum rekonstruksi sosial
berbeda dengan model-model kurikulum lainnya. Kurikulum ini lebih memusatkan
perhatian pada problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini
bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut kurikulum ini
pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, dan
kerja sama. Kerja sama atau interaksi bukan hanya terjadi antara siswa dengan
guru, tetapi juga antara siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang di
lingkungannya, dan dengan sumber belajar lainnya.
Pandangan rekonstruksi sosial di
dalam kurikulum dimulai sekitar tahun 1920-an. Harold Rug mulai melihat dan
menyadarkan kawan-kawannya bahwa selama ini terjadi kesenjangan antara
kurikulum dengan masyarakat. Ia menginginkan para siswa dengan pengetahuan dan
konsep-konsep baru yang diperolehnya dapat mengidentifikasi dan memecahkan
masalah-masalah sosial. Setelah diharapkan dapat menciptakan masyarakat baru
yang lebih stabil.
Theodore Brameld, pada awal tahun
1950-an menyampaikan gagasannya tentang rekonstruksi sosial. Dalam masyarakat
demokratis, seluruh warga masyarakat harus turut serta dalam perkembangan dana
pembaruan masyarakat. Sekolah bukan saja dapat membantu individu
memperkembangkan kemampuan sosialnya, tetapi juga dapat membantu bagaimana
berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan sosial.
Para rekonstruksionis sosial tidak
mau terlalu menekankan kebebasan individu. Brameld juga ingin memberikan
keyakinan tentang pentingnya perubahan sosial. Perubahan sosial tersebut harus
dicapai melalui prosedur demokrasi. Para rekonstruksi sosial menentang
intimidasi, menakut-nakuti dan kompromi semu. Mereka mendorong agar para siswa
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak (crucial)
dan kerja sama atau bergotong royong untuk memecahkannya.
B.
KONSEP KURIKULUM
1.
Subjek Akademik
Model konsep kurikulum ini adalah model yang
tertua, sejak masa-masa awal berdirinya sekolah, kurikulumnya mirip dengan tipe
ini. Kurikulum ini sangat praktis, mudah disusun, mudah digabungkan dengan tipe
lainnya. Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik
(perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Semua ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi
pendidikan memlihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu tersebut.
Kurikulum ini lebih mengtamakan isi
pendidikan. Belajar adalah berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang
yang berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian
besar isi pendidikan yang diberikan atau disampaikan oleh guru.
Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya
menekankan pada materi yang disampaikan, dalam perkembangannya secara berangsur
memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih
sangat bergantung pada segi apa yang dipentingkan dalam materi pelajaran
tersebut.
Ada tiga pendekatan dalam perkemabngan
kurikulum subjek akademis. Pndekatan pertama, pendekatan struktur
pengetahuan. Murid-murid belajar bagaimana memperoleh dan menguji
fakta-fakta dan bukan sekadar mengingat-ingatnya. Pendekatan kedua adalah studi
yang bersifat integratif. Pendekatan ini merupakan respon terhadap
perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih
komprehensif-terpadu. Pendekatan ketiga, adalah pendekatan yang dilaksanakan
pada sekolah-sekolah fundamentalis. Mereka tetap mengajar berdasarkan
mata-mata pelajaran dengan menekankan membaca, manulis, dan memecahkan
masalah-masalah matematis.
Ciri-ciri kurikulum subjek akademis:
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa
ciri berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Tujuan
kurikulum subjek akademis adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih
para siswa menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”. Dengan berpengetahuan
dalam berbagai di siplin ilmu, para siswa diharapakan memiliki konsep-konsep
dan cara-cara yang dapat terus dikembangkan dalam masyarakat yang lebih luas.
Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi (dilaksanakan) siswa sampai mereka
kuasai. Konsep utama disusun secra sistematis, dengan ilustrasi yang jelas ntuk
selanjutnya dikaji. Ada bebrapa pola organisasi isi (materi pelajaran)
kurikulum subjek akademis. Pola-pola organisasi yang terpenting di antaranya:
a. Correlated curriculum adalah pola organisasi materi atau konsep yang
dipelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
b. Unified atau concentrated curriculum adalah pola organisasi bahan tersusun
dalam tema-tema pelajarn tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran
disiplin ilmu.
c. Integrated curriculum. Kalau dalam unified masih tampak warna disiplin
ilmunya, maka dalam pola yang integrated warna disiplin ilmu tersebut
sudah tidak kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dallam suatu persoalan,
kegiatan atau segi kehidupan tertentu.
d. Problem solving curriculum adalah pola organisasi isi yang berisi topik pemecahan
masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu.
Tentang kegiatan evaluasi, kurikulum subjek akademis
menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat
mata pelajaran. Dalam bidang studi Humaniora lebih banyak digunakan bentuk
uraian (essay test) daripada tes objektif. Bidang studi tersebut
membutuhkan jawaban yang merefleksikan logika, koherensi, dan integrasi secara
menyeluruh. Bidang studi seni yang sifatnya ekspresi membutuhkan penilaian
subjektif yang jujur, di samping standar keindahan dan cita rasa.
2.
Teknologis
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan
teknologi, di bidang pendidikan berkembang pula teknologi pendidikan. Aliran
ini ada persamaannya dengan pendidikan klasik, yaitu menenkankan isi kurikulum,
tetapi diarahkan bukan pada pemeliharaan dan pengawetan ilmu tersebut tetapi
pada penguasaan kompetensi. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi
kompetensi yang lebih sempit/khusus dan akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang
dapat diamati dan diukur.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan
khususnya kurikulum adalah dalam dua bentuk, yaitu berbentk perangkat lunak (software)
dan perangkat keras (hardware). Teknologi pendidikan dalam arti
teknologi alat, lebih menekankan pada penggunaan alat-alat teknologis untuk
menunjang efisiensi dan efektifitas pendidikan. Kurikulumnya berisi
rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan media, juga model-model pengajaran
yang banyak melibatknn penggunnaan alat. Contoh-contoh model pengajaran tesebut
adalah : pengajaran dengan bantuan film dan video, pengajaran berprogram,
pengajaran dengan bantuan komputer dan lain-lain.
Dalam arti teknologi sistem, teknologi
pendidiikan menekankan kepada penyusunan program pengajaran atau rencana
pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem. Program pengajaran ini bisa
semata-mata program sistem, bisa program sistem yang dipadukan dengan alat dan
media pengajaran.
3.
Humanistik
Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para
ahli pendidikan humanistik. Aliran ini lebih mmemberikan tempat utama kepada
siswa. Mereka bertolak dari asumsi bahwa anak atau siswa adalah yang pertama
dan utama dalam pendidikan. Ia adalah subjek yang menjadi pusat kegiatan
pendidikan. Mereka percaya bahwa siswa mempunyai potensi, kemampuan, dan
kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanis berpegang pada konsep individu
atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada
membina manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektual tetapi juga
segi sosial dan efektif (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain).
Pandangan mereka berkembang sebagai reaksi
terhadap pendidikan yang lebih menekankan segi intelektual dengan peran utama
dipegang oleh guru. Pendidikan humanistik menekankan peranan siswa. Pendidikan
merupakn suatu upaya untuk menciptakan situasi yang permisif, rileks, akrab.
Berkat situasi tersebut anak mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
Pendidikan mereka lebih menekankan bagaimana
mengajar siswa (mendorong siswa), dan bagaimana merasakan atau bersikap
terhadap sesuatu. Tujuan pengajaran adalah memperluas kesadaran diri sendiri
dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan.
4.
Rekonstruksi Sosial
1. Desain kurikulum rekontruksi social
a.
Asumsi
Tujuan utama kurikulun rekontruksi sosial adalah
menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau
gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Masalah-masalah masyarakat bersifat
universal dan hal ini dapat dikaji dalam kurikulum.
b. Masalah-masalah sosial yang mendesak
Kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-masalah sosial
yang mendesak. Masalah-masalah tersebut dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan
yang mengundang lebih mendalam, bukan saja dari buku-buku dan kegiatan
laboratorium tetapi juga dari kehidupan nyata dalam masyarakat.
c. Pola-pola organisasi
Pada tingkat sekolah menengah, pola organisasi
kurikulum disusun seperti sebuah roda. Di tengah-tengahnya sebagai poros
dipilih suatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahassecara pleno.
2. Komponen-komponen kurikulum
a. Tujuan dan isi kurikulum
Dalam pendidikan ekonomi-politik, kegiatan yang dilakukan
untuk mencapai tujuan adalah:
1) Mengadakan survai secara kritis terhadap masyarakat
2) Mengadakan studi tentang hubungan antara keadaan ekonomi lokal dan ekonomi
nasional serta dunia
3) Mengadakan studi tentang latar belakang historis dan
kecenderungan-kecenderungan perkembangan ekonom, hubungannya dengan ekonomi
lokal,
4) Mengkaji praktik politik dalam hubungannya dengan faktor ekonomi,
5) Memantapkan rencana perubahan praktik politik,
6) Mengevaluasi semua rencana dengan kriteria.
b. Metode
Dalam pengajaran rekontruksi sosial para pengembang kurikulum berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. Bagi rekontruksi sosial, belajar merupakan kegiatan bersama, ada kebergantungan antara seseorang dengan yang lainnya.
Dalam pengajaran rekontruksi sosial para pengembang kurikulum berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. Bagi rekontruksi sosial, belajar merupakan kegiatan bersama, ada kebergantungan antara seseorang dengan yang lainnya.
c. Evaluasi
Evaluasi tidak hanya menilai apa yang telah dikuasai siswa, tapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat.
Evaluasi tidak hanya menilai apa yang telah dikuasai siswa, tapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat.
3. Pelaksanaan pengajaran rekontruksi sosial
Pengajaran rekontruksi sosial banyak dilaksanakan di
daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekunominya belum tinggi.
Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan
masyarakat. Sesuai dengan potensi yang ada di dalam masyarakat, sekolah
mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah.
Nb: A.Mualim, Fajri T.B., Hana S.M., Baihaqi, N.Rizqoh
H.H., Lia L.
3 komentar:
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
hanya di D*EW*A*P*K / pin bb D87604A1
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)
ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
Promo Fans**poker saat ini :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^
terima kasih infonya
cara kerja yang sangat bermanfaat sekali
jadi ilmu baru :)
Post a Comment