Oleh: Baihaqi Annizar
Lain dulu lain sekarang. Ditilik dari sejarahnya, gerakan mahasiswa
dari masa ke masa penuh dengan dinamika dan fluktuasi. Bahkan sekarang,
degradasi gerakan mahasiswa kian menukik disegala lini. Organisasi-organisasi
kemahasiswaan yang aktif mengawal isu-isu kemanusiaan, sudah tidak lagi
diminati. Orator-orator muda yang garang melantangkan suara rakyat, kini sudah
jarang ditemui. Ribuan mahasiswa yang turun ke jalan menyuarakan aspirasi
masyarakat, kini bisa dihitung jari. Apakah ini yang disebut dengan dampak
negatif arus globalisasi. Atau justru ini merupakan gaya pemuda masa kini yang
miskin hati nurani.
Pertanyaanya sekarang, dimanakah budaya intelektual para pemuda
yang berhasil menggagas kebangkitan nasional (1908)? Dimana semangat juang kaum
muda yang pernah berhasil merebut kemerdekaan (1945)? Mana kegarangan teriakan
mahasiswa yang telah meruntuhkan Kerajaan 32 tahun Soeharto (1998)? Kemanakah
para penerus cita-cita bangsa di zaman ini? Jawabannya mungkin bisa kita lihat
di mall-mall yang dipenuhi kaum muda. Di pinggiran jalan dengan sekumpulan klub
motornya, di kafe dengan budaya bebasnya, atau di konser musik yang
berdesak-desakan. Mungkin tidak semua, namun itulah kenyatannya.
Tantangan
Dampak negatif globalisasi munghujam deras dalam alur pikiran
pemuda masa kini. Arus
modernisasi, terlebih budaya westernisasi kian sulit diantisipasi. Gaung
hedonisme sudah tidak bisa dibendung lagi. Antibodi idealitas dan semangat
antikemapanan dianggap tidak relevan lagi. Mayoritas generasi muda lebih senang
berhura-hura, dengan mengerdilkan intelektualnya. Keseharian mereka hanya diisi
dengan budaya non akademis, tidak mau belajar, malas bergelut dengan dunia
diskusi apalagi turun aksi berdemonstrasi. Akibatnya, terjerumus dalam manuver
modernisasi yang membuatnya menjadi kaum pragmatis.
Belum lagi masalah yang berkaitan dengan sistem birokrasi kampus.
Banyak kebijakan yang secara terstuktur dan masif mengekang kebebasan
mahasiswa. Ketentuan maksimal lima tahun masa studi disinyalir membatasi ruang
gerak berorganisasi. Apalagi dengan adanya sistem administrasi Uang Kuliah
Tunggal (UKT)—disebagian perguruan tinggi—yang
mengharuskan empat tahun lulus. Ketidakmampuan perguruan tinggi membangun
kapasitas keilmuan yang secara kritis mampu memberikan banyak perspektif
epistemis, berpengaruh pada kualitas mahasiswa yang dihasilkannya.
Perguruan tinggi hanya sekadar menjadi mesin pabrik yang melahirkan
produk massal bernama sarjana, yang bahan mentahnya adalah mahasiswa. Perguruan
tinggi juga hanya menjadi konsumen yang mengikuti selera pasar dalam
menciptakan produk-produknya. Dalam konteks lain, perguruan tinggi kemudian
menjadi kelompok oportunis yang dibungkus oleh legitimasi ilmiah yang demikian
canggih. Sistem
ini membuat kaum cendikiawan yang sejatinya memiliki nalar kritis kini seakan
dibungkam. Akibatnya mahasiswa hanya dituntut lulus cepat tanpa diimbangi
dengan modal intelektual yang memadai.
Hal diatas dampaknya bisa kita lihat faktanya secara langsung.
Banyak mahasiswa yang setelah lulus kembali ke kampung halamannya tetapi tidak
memiliki ruang aktualisasi dikarenakan miskin pengalaman. Para sarjana muda
yang gugup bermasyarakat, bagaimana mau turut andil dalam memajukan bangsa.
Para sarjana tidak punya kreatifitas sehingga
menciptakan atau bahkan sekadar mencari pekerjaan (pengangguran). Para sarjana yang hanya menjadi buruh-buruh yang tidak punya
kuasa apa-apa setelah mereka terjun ke dunia kerja.
Transformasi Paradigma
Jika hal ini terus membudaya, mahasiswa ataupun para sarjana justru
turut andil memperburuk keadaan bangsa Indonesia. Bukannya menyelesaikan
masalah, mereka justru bagian dari masalah. Hal ini harus segera diantisipasi
dengan bertransformasi pola pikir atau paradigma. Arti transformasi disini
bukan berarti mereduksi semua metode gerakan kemahasiswaan yang dulu sudah
berkembang, akan tetapi lebih ditekankan pada persoalan bagaimana mengemas
gerakan mahasiswa yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Setiap masa memiliki zamannya masing-masing, memiliki sarana
pembelajaran dan aktualisasi masing-masing, tentunya juga memiliki cara
menjawab tantangan zaman dan masa depan tersendiri. Jika dahulu musuhnya
kolonialisasi, sekarang adalah globalisasi. Dalam perspektif idealis, mahasiswa
merupakan aset masa depan bangsa, karena mereka adalah kelompok minoritas dari
masyarakatnya yang terpelajar. Mereka adalah manusia yang dididik agar menjadi
intelektual yang kontributif, mampu memahami permasalahan di sekitarnya,
kemudian menganalisis serta memformulasikan solusi masalah tersebut dalam
bentuk nyata.
Bentuk nyata dari perjuangan melawan tirani sangatlah beragam.
Salah satunya dengan turun aksi ke jalanan melakukan demonstrasi. Selagi negara
ini masih menggunakan sistem demokrasi, maka demonstrasi (menyampaikan pendapat
dimuka umum) hukumnya legal dan dilindungi Undang-Undang Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia (Duham). Untuk menjawab kebutuhan zaman, tentunya cara
konvensional (demonstrasi) ini harus diimbangi dengan hal lain yang tidak kalah
pentingnya. Salah satunya yakni mengkritisi lewat budaya literasi (tulisan), di
publis sehingga bisa dibaca oleh masyarakat
seantero dunia.
Dalam perspektif lain, mahasiswa selain mempunyai tanggung jawab
sosial (agent of social control), juga memiliki tanggung jawab personal (iron
stock) yaitu orang yang digadang-gadang menjadi pemimpin negeri ini.
Keduanya hasus balance, berjalan seimbang. Selain mengadvokasi kaum
marginal, mahasiswa juga mempunyai tanggung jawab menyelesaikan tugas kuliah.
Lebih dari itu, mahasiswa idealnya harus memiliki prestasi unggul, seperti
melakukan penelitian, mampu menelurkan karya-karya menawan, bisa menghadirkan
gagasan-gagasan cemerlang untuk kemanusian
dan peradaban Indonesia yang lebih maju.
Pernah dipublikasikan di Buletin
Kosmopolit, media milik Lembaga Kajian dan Penerbitan (LKaP) PMII Rayon Abdurrahman
Wahid.
2 komentar:
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
hanya di D*EW*A*P*K / pin bb D87604A1
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)
ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
Promo Fans**poker saat ini :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^
Post a Comment