Mata, telinga, hidung, dan semua oggan tubuh lainnya akan
indah jika terletak tepat pada tempatnya. Begitu pula dengan budaya. Jika
budaya tidak disesuaikan pada tempatnya maka tidak akan indah. Misalnya saja
orang Islam Indonesia yang kerap bergaya ala budaya Arab. Tidak sedikit orang
Indonesia yang dalam kesehariannya memakai jubah, berjenggot, celananya cingklang. Mereka pikir jika seperti itu
berarti telah meniru sunnah-sunnah Rasulullah, padahal Abu Jahalpun juga
demikian.
Bagi kaum radikal semacam ini, lanjut Gus Mus, seringkali
membid’ahkan setiap orang yang tidak bergaya sepertinya. Karena bagi kaum
radikal, bid’ah berarti melakukan suatu hal yang tidak di lakukan oleh
Rasulullah. Padahal mereka mempunyai Handpone
(HP) yang biasa digunakan untuk berkomunikasi setiap harinya. ”Lantas,
apakah HP sudah ada pada zaman Nabi, kalau begitu berarti mereka juga ahli bid’ah,” imbuhnya.
Lanjutnya, Islam itu tidak memberatkan umatnya untuk
melakukan sesuatu. Maka seharunya umat itu harus cerdas, bisa membedakan mana
yang termasuk aqidah dan mana yang hanya budaya. Nabi tidak pernah mewajibkan
umatnya untuk memakai jubah, berjenggot panjang dan lain sebagainya, karena hal
tersebut hanyalah budaya. ”Maka wajar bila budaya orang Islam Arab dengan
Indonesia itu beda,” tandasnya.
Di era kini memang telah banyak terjadi distorsi dalam
memaknai sesuatu. Maka wajar bila terjadi kesalahpahaman dalam memaknai
‘sunnah-sunnah Nabi’ dalam bidang muamalah. Sunnahnya berpakaian adalah mereka
yang mengenakan baju sesuai dengan budaya setempat, tentunya harus memenuhi
kriteria yang ditentukan Nabi (menutup aurot, tidak terlalu ketat, dll.)
”Orang Islam Indonesia yang mengikuti sunnah Rasulullah
dalam berpakaian ya seperti saya ini (sembari Gus Mus menunjukkan busana yang
dipakainya). Memakai Sarung, baju batik dan berpeci, inilah Islami ala
Indonesia,” tegasnya.
tulisan ini pernah dimuat di lpmedukasi.com
0 komentar:
Post a Comment