SIAPA yang tidak mengenal
Dra. H. Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, M.Hum.? Ia merupakan istri dari
seorang Guru Bangsa, Abdurrahman Wahid atau kerap disapa Gusdur. Gusdur
merupakan Presiden Indonesia ke-4 yang mendapat julukan Bapak Pluralisme,
karena sifat murahnya terhadap keberagaman.
Melalui kerja sama dengan Yayasan Puan Amal Hayati,
Shinta—Istri Gusdur—meneruskan perjangan sang suami untuk membela kaum
pinggiran yang termarginalkan. Langkah tersebut salah satunya direalisasikan dengan
“Sahur Keliling 2015” bersama kaum dhuafa yang terdiri dari pemulung, kuli
bangunan, tukang sapu, anak yatim piatu, dan masih banyak yang lainnya.
Selain itu, turut hadir pula beberapa tokoh agama dan akademisi.
Para aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dari tingkat rayon
hingga Pengurus Cabang Kota Semarang juga tidak melewatkan kesempatan istimewa,
yakni bertemu dengan istri tokoh inspitratif pejuang kemanusiaan.
***
Di hari ke-11 puasa ramadhan ini, “Sahur Keliling 2015” berlangsung
di Ponpes Riyadhul Jannah, Perum BPI, Ngaliyan, Semarang, Minggu (28/6) dini
hari pada sekitar pukul 02.30 WIB sampai menjelang adzan shubuh. Dalam acara
tersebut, selain sahur bersama juga berlangsung tanya jawab langsung dengan ibu
Shinta.
“Apa nasihat Gusdur untuk anak muda yang sedang menuntut
ilmu?” tanya salah satu mahasiswa dari UIN Walisongo. “Teruskan perjuangannya
(Gusdur),” jawab Shinta. Sejak dulu anak muda merupakan sosok tangguh yang
digadang-gadang untuk merubah ketimpangan sosial yang ada di negeri ini.
Isu tentang kemanusian merupakan hal yang tak henti-hentinya
diperjuangkan oleh almarhum Gusdur.
“Gusdur pernah berpesan kepada saya agar nanti di batu nisannya tertulis
‘Disini terlentang jasad pejuang kemanusiaan’,” ujar Shinta. Tujuannya, kata
Shinta, agar kelak masyarakat tergugah hatinya bahwa ada yang perlu
diperjuangkan.
***
Berbicara tentang perjuangan, banyak sekali kontribusi yang
telah diberikan oleh Gusdur. Tetapi perjuangan Gusdur tidak cukup sampai
disitu. Menurut Shinta, perlu ada semangat baru untuk meneruskan perjuangan
itu.
“Kita harus hidup rukun den harmonis, begitulah Gusdur berkata,”
tutur Shinta. Indonesia merupakan negara demokrasi yang berlandaskan Pancasila.
Dalam lambang Pancasila tertuang Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda
tetapi tetap satu jua. Oleh karenanya Gusdur giat dalam memperjuangkan
pluralisme.
Meskipun rakyat Indonesia terdiri dari banyak suku, bangsa,
bahasa, adat istiadat, tetapi rakyat Indonesia tetaplah rakyat Indonesia yang
memiliki hak sama dalam hidup bernegara.
Sifat non toleransi itulah yang membuat perpecahan di negeri ini. “Karena
itulah kita perlu untuk meneruskan perjuangan Gusdur,” tegas Shinta.
0 komentar:
Post a Comment